GridHEALTH.id - Bagi sebagian masyarakat, pernikahan dini dianggap sebagai hal yang biasa terjadi.
Padahal, jika ini dilakukan dapat meningkatkan risiko anak-anak mengalami stunting.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh yang menyebabkan berbagai masalah bagi anak mulai dari tinggi badan, kemampuan motorik dan sensorik, hingga risiko penyakit tidak menular (PTM) saat dewasa.
Studi yang dilakukan oleh WHO menyebutkan, salah satu penyebab stunting di Indonesia adalah angka pernikahan dini yang tinggi.
Menurut Kementerian Kesehatan, pernikahan dini adalah akad nikah yang dilakukan pada usia di bawah aturan undang-undang yang berlaku.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan menyebutkan, sebuah perkawinan hanya diizinkan jika pria dan wanita sudah berusia 19 tahun.
Sementara itu, berdasarkan rekomendasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), usia menikah yang ideal minimal 21 tahun.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, memperlihatkan bahwa sebagian besar anak muda di Indonesia menikah pertama kali saat usia 19-21 tahun.
Kendati begitu, persentase pernikahan di bawah umur yang dianjurkan juga masih terbilang besar.
Persentase pernikahan di rentang usia 16-18 tahun sekitar 19,24% dan usia di bawah 15 tahun sebanyak 2,26%.
Lantas, apa hubungannya antara pernikahan dini dan stunting?
Baca Juga: Mencegah Stunting dengan Rajin Konsumsi Telur, Ini Porsi yang Tepat
Terdapat banyak faktor yang meningkatkan risiko stunting pada anak akibat dilangsungkannya pernikahan dini.
Ketika melangsungkan pernikahan ini, usia perempuan masih dalam kategori remaja. Usia remaja perlu diketahui 10-18 tahun.
Pada usia tersebut, kondisi psikologis perempuan masih belum matang, begitu juga dengan organ reproduksinya.
Dilansir dari Indonesia Baik, beberapa kondisi berikut yang mengakibatkan anak yang dilahirkan dari pernikahan dini berisiko stunting.
1. Perempuan yang usianya masih remaja, belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kehamilan dan pola asuh anak yang baik.
2. Kelompok usia remaja masih membutuhkan asupan gizi yang maksimal.
3. Akibatnya, saat hamil ibu dan janin yang ada di dalam kandungan akan saling berebut gizi.
4. Tidak terpenuhinya nutrisi selama kehamilan, bayi yang dilahirkan oleh ibu berisiko berat badan lahir rendah (BBLR) dan dapat meningkatkan risiko stunting.
Karena faktor-faktor itulah, usia untuk seseorang melangsungkan pernikahan dan melahirkan diatur.
Jika menikah pada usia yang direkomendasikan oleh BKKBN, perempuan mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi dan sel telur yang diproduksi melimpah.
Risiko masalah kehamilannya juga lebih kecil, dibandingkan bila terjadi pada usia yang masih sangat muda. (*)
Baca Juga: Kenali Tanda Penyakit Jantung Bawaan, Berisiko Ganggu Tumbuh Kembang Anak
Source | : | Kementerian Kesehatan,Indonesiabaik.id |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar