Faktor psikologis seperti stres dan kecemasan, juga berpengaruh terhadap produksi keringat.
Sistem saraf yang teraktivasi dapat merangsang keringat, bahkan dalam situasi yang tidak memerlukan pendinginan tubuh.
Beberapa obat untuk menangani sejumlah penyakit, ternyata mempunyai efek samping kering berlebih.
Contohnya saja obat antidepresan atau penurun tekanan darah, yang memiliki potensi untuk memengaruhi aktivitas kelenjar keringat.
Perubahan hormon yang terjadi selama kehamilan, menopause, atau pada masa pubertas dapat memicu peningkatan produksi keringat.
Beberapa kondisi medis seperti diabetes, hipertiroidisme, dan infeksi dapat menyebabkan keringat berlebih.
Penting untuk mengetahui kondisi medis yang mendasari dengan berkonsultasi dengan profesional.
Agar produksi keringat berkurang, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menggunakan antiperspiran dengan kandungan aluminium.
Selain itu, lakukan perubahan gaya hidup dengan mengelola stres, mengadopsi pola makan sehat, dan hindari pemicu keringat berlebih.
Pada kondisi yang khusus, misalnya stres atau kecemasan, terapi psikologis mungkin dibutuhkan.
Misalnya melakukan cognitive-behavioral therapy (CBT) yang dapat membantu mengatasi faktor psikologis yang terlibat. (*)
Baca Juga: Keringat Dingin pada Bayi, Bisa Gejala Hipoglikemia hingga Penyakit Jantung Bawaan
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar