"Rokok elektronik mengincar anak-anak melalui media sosial dan pengaruh, dengan setidaknya 16.000 rasa. Beberapa produk menggunakan karakter kartun dan desain yang menarik bagi generasi muda. Ada peningkatan yang mengkhawatirkan dalam penggunaan rokok elektronik di kalangan anak-anak dan pemuda dengan tingkat yang melebihi penggunaan dewasa di banyak negara," kata Dr. Ruediger Krech, Direktur WHO untuk Promosi Kesehatan.
Anak usia 13–15 tahun menggunakan rokok elektronik dengan tingkat yang lebih tinggi daripada dewasa di semua wilayah WHO.
Di Kanada, tingkat penggunaan rokok elektronik di kalangan usia 16–19 tahun telah meningkat dua kali lipat antara 2017–2022, dan di Inggris (Britania Raya) jumlah pengguna muda telah melonjak tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa anak muda yang menggunakan rokok elektronik hampir tiga kali lebih mungkin menggunakan rokok konvensional nantinya.
Di Indonesia, BPOM atau Badan Pengawas Obat dan Makanan telah melakukan penelitian terkait rokok elektrik pada tahun 2015 dan 2017.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rokok elektrik memiliki dampak negatif yang lebih besar daripada potensi manfaatnya terhadap kesehatan masyarakat. Isi dari e-liquid dan uap rokok elektrik dapat berdampak negatif pada kesehatan.
BPOM sendiri belum memiliki kewenangan terhadap peredaran rokok elektrik. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang lebih jelas terkait penggunaan rokok elektrik, sebagaimana yang berlaku untuk rokok konvensional.
Wamenkes Dante Saksono Harbuwono saat peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023 mengatakan pemerintah ke depan akan segera mengatur regulasi untuk mengontrol ketat peredaran rokok elektrik di Indonesia.
"Rokok elektrik yang sebelumnya tidak ada aturannya, kita akan berlakukan sebagai salah satu bentuk implementasi aturan yang baru," katanya saat itu.
Baca Juga: Tak Lebih Aman dari Rokok Konvensional, Ini Bahaya Vape Bagi Tubuh
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
Komentar