Sementara itu, syarat menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 Bab 2, Pasal 1, tentang syarat kadaver adalah sebagai berikut:
* Dengan persetujuan tertulis penderita atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan pasti.
* Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila diduga penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat sekitarnya.
* Tanpa pesetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka waktu 24 jam (dua kali dua puluh empat) jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit.
Di PP Nomor 18 Tahun 1981 Bab 3, dijelaskan bedah mayat anatomis hanya bisa dilakukan dalam bangsal anatomis suatu fakultas kedokteran serta dilakukan oleh mahasiswa dan sarjana fakultas kedokteran di bawah pimpinan dan tanggung jawab langsung seorang ahli.
Mengutip Kontan (14/12/2023), institusi pendidikan kedokteran di Indoensia mendapatkan kadaver secara hibah dari orang yang mewasiatkan tubuhnya ke fakultas kedokteran untuk digunakan sebagai penunjang pendidikan.
Selain itu, kadaver juga bisa didapatkan dari rumah sakit-rumah sakit yang memang menyediakan.
Setidaknya ada dua cara yang dilakukan pihak rumah sakit untuk mendapatkan kadaver, meliputi:
1. Mayat yang diperoleh dari rumah sakit merupakan pasien yang tidak mempunyai keluarga ataupun memiliki keluarga namun pihak keluarga memilih untuk menyerahkannya kepada rumah sakit.
2. Mayat yang diperoleh dari luar rumah sakit dapat berasal dari lembaga-lembaga sosial seperti Palang Merah Indonesia (PMI), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Search and Rescue (SAR), Kepolisian, Panti Jompo, dan masyarakat.
Itulah penjelasan lengkap mengenai apa itu kadaver, fungsinya bagi mahasiswa kedokteran, hingga cara mendapatkannya. (*)
Baca Juga: Konsep Kedokteran Gigi Berubah, Tidak Mencabut Gigi Tapi Mempertahankannya
Source | : | Kompas.com,Kontan.co.id,RxList |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Komentar