GridHEALTH.id - Stunting adalah kondisi terhambatnya pertumbuhan fisik dan kognitif anak akibat kekurangan gizi kronis.
Ini terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun dan dampak yang ditimbulkan, bisa berlanjut hingga dewasa.
Efek stunting tidak hanya berdampak pada kondisi fisik anak, seperti tinggi dan berat badan rendah hingga mudah sakit, tapi juga keadaan mentalnya.
Pada 2023 lalu, dalam Rapat Kerja Nasional BKKBN dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% pada 2021 menjadi 21,6% di 2022.
Sementara itu, sebuah negara dianggap terbebas dari stunting menurut WHO, bila angka kejadiannya tidak lebih dari 20%.
Untuk melewati status tersebut, pemerintah mempunyai target penurunan stunting hingga 14% pada 2024 ini.
"Oleh sebab itu, target yang saya sampaikan 14% di tahun 2024. Ini harus bisa kita capai, saya yakin dengan kekuatan kita bersama semuanya bisa bergerak. Angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai asal semuanya bekerja bersama-sama," kata presiden Joko Widodo, dikutip dari Sehat Negeriku.
Dante Saksono Harbuwono selaku Wakil Menteri Kesehatan menjelaskan, Kemenkes melakukan intervensi pendekatan gizi spesifik, untuk mencapai target tersebut.
"Pendekatan gizi spesifik ini berkaitan dengan evaluasi dan pendekatan masalah gizi pada sasaran intervensi yang diberikan kepada 1000 Hari Pertama Kehidupan, bayi, anak, remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, dan ibu melahirkan," ujarnya.
Program ini dilakukan dengan melihat faktor risiko kemungkinan stunting dan dilakukan intervensi khususnya dalam bidang kesehatan.
Intervensi spesifik yang dilakukan mulai dari sebelum dan sesudah bayi dilahirkan.
Baca Juga: Stunting di Indonesia Masih Cukup Tinggi, Apa Penyebabnya Menurut Kemenkes?
Diketahui, sebelum dilahirkan, sekitar 23% anak yang baru lahir mengalami kondisi stunted akibat calon ibu kurang gizi dan mengalami anemia saat remaja.
Setelah dilahirkan, angka stunting meningkat signifikan pada usia 6-23 bulan sebesar 1,8 kali, sehingga persentasenya naik menjadi 37%.
Hal tersebut disebabkan kekurangan protein dan pola pengasuhan makan yang kurang tepat.
Intervensi spesifik yang dijalankan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terdiri dari 11 program yang meliputi:
Konsumsi tablet tambah darah bagi remaja putri, skrining anemia pada siswa kelas 7 dan 10, dan pemeriksaan kehamilan (ANC) sebanyak 6 kali.
Kemudian, pemberian tablet tambah darah untuk ibu hamil, serta tambahan asupan protein hewani bagi ibu hamil kekurangan energi kronik (KEK).
Pemberian ASI (air susu ibu) ekslusif selama 6 bulan, pemberian MPASI kaya protein hewani, serta pemantauan pertumbuhan dan perkembangan di Posyandu.
Dilakukan juga tatalaksana balita yang mengalami masalah gizi, juga peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi.
Pada Juni 2023, dilansir dari situs Ditjen Kesmas Kemenkes, Dirjen Kesehatan Masyarakat dr. Maria Endang Sumiwi mengatakan baru dua jenis intervensi yang pelaksanannya melebihi target.
Di antaranya, yaitu pemberian tablet tambah darah pada remaja putri maupun ibu hamil.
Target penurunan stunting sudah ditetapkan sekitar 14% pada akhir tahun ini dan sejumlah program dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, untuk mencapai target tersebut. (*)
Baca Juga: Mengenali Gejala Stunting Menurut Kemenkes dan Cara Menanggulanginya
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Komentar