Diketahui, sebelum dilahirkan, sekitar 23% anak yang baru lahir mengalami kondisi stunted akibat calon ibu kurang gizi dan mengalami anemia saat remaja.
Setelah dilahirkan, angka stunting meningkat signifikan pada usia 6-23 bulan sebesar 1,8 kali, sehingga persentasenya naik menjadi 37%.
Hal tersebut disebabkan kekurangan protein dan pola pengasuhan makan yang kurang tepat.
Intervensi spesifik yang dijalankan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terdiri dari 11 program yang meliputi:
Konsumsi tablet tambah darah bagi remaja putri, skrining anemia pada siswa kelas 7 dan 10, dan pemeriksaan kehamilan (ANC) sebanyak 6 kali.
Kemudian, pemberian tablet tambah darah untuk ibu hamil, serta tambahan asupan protein hewani bagi ibu hamil kekurangan energi kronik (KEK).
Pemberian ASI (air susu ibu) ekslusif selama 6 bulan, pemberian MPASI kaya protein hewani, serta pemantauan pertumbuhan dan perkembangan di Posyandu.
Dilakukan juga tatalaksana balita yang mengalami masalah gizi, juga peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi.
Pada Juni 2023, dilansir dari situs Ditjen Kesmas Kemenkes, Dirjen Kesehatan Masyarakat dr. Maria Endang Sumiwi mengatakan baru dua jenis intervensi yang pelaksanannya melebihi target.
Di antaranya, yaitu pemberian tablet tambah darah pada remaja putri maupun ibu hamil.
Target penurunan stunting sudah ditetapkan sekitar 14% pada akhir tahun ini dan sejumlah program dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, untuk mencapai target tersebut. (*)
Baca Juga: Mengenali Gejala Stunting Menurut Kemenkes dan Cara Menanggulanginya
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Komentar