GridHEALTH.id - Sebuah penelitian telah dilakukan di 132 negara untuk mengukur hubungan antara kesehatan mental dan usia untuk melihat bagaimana masyarakat menjaga kesehatan mental, terutama setelah krisis keuangan dan di tengah kebangkitan globalisasi.
"Ketahanan komunitas yang ditinggalkan oleh globalisasi telah berkurang oleh Resesi Hebat yang membuatnya sangat sulit bagi mereka yang rentan mengalami krisis paruh baya dengan sedikit sumber daya, untuk menahan goncangan," kata sang peneliti, Professor David Blanchflower dari Darthmouth College, mantan pembuat kebijakan di Bank of England dikutip dari Bloomberg, Rabu (15/1/2020).
Parameter untuk "ketidakbahagiaan" yang digunakan dalam penelitian ini termasuk perasaan "putus asa, kegelisahan, kesendirian, kesedihan, ketegangan, depresi, dan saraf buruk.
Parameter lain adalah fobia dan panik, sedang sedih, tidur gelisah, kehilangan kepercayaan pada diri sendiri, tidak mampu mengatasi kesulitan, berada di bawah tekanan, merasakan kegagalan, perasaan ditinggalkan, merasa tegang, dan menganggap diri tidak berharga.
Masyarakat secara keseluruhan juga memiliki efek pada kesejahteraan, kata studi itu, terutama dipengaruhi oleh pendidikan, status perkawinan, dan pengangguran.
Bersamaan dengan gejala-gejala usia paruh baya itu, Blanchflower juga menganalisis sikap dalam menanggapi situasi di suatu negara, serta masa depan dunia.
Baca Juga: 4 Makanan Ini Wajib Disingkirkan Bila Asam Urat Tak Kunjung Sembuh
Dia menambahkan bahwa bangkitnya globalisasi dan krisis keuangan sebagian harus disalahkan atas "krisis setengah baya" yang ditakuti.
Studi terbaru dari Biro Riset Ekonomi Nasional Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa manusia akan merasa paling tidak bahagia di usia 47,2 tahun di negara-negara maju.
Sementara, di negara berkembang seperti Indonesia, usia manusia merasa paling tidak bahagia mundur setahun yakni 48,2.
Studi juga menemukan hubungan antara "kurva kebahagiaan" dan pernikahan di Amerika Serikat, di mana orang yang menikah secara signifikan lebih bahagia daripada mereka yang belum menikah.
“Menikah menyampaikan lebih banyak kebahagiaan daripada menjadi lajang, dan terutama lebih dari, katakanlah cerai. Ini semua adalah kontrol standar dalam persamaan kebahagiaan,"kata penelitian menyimpulkan.
Baca Juga: Wanita Wajib Tahu, Berikut Ini 3 Cara Mencegah Kanker Serviks
Sementara, The Guardian melansir, alasan mengapa manusia paling tak bahagia di usia itu belum jelas.
Namun, biasanya tekanan dan kecemasan di dalam keluarga dan di tempat kerja biasanya meningkat saat dewasa sampai usia pertengahan 40 tahunan lalu mereda.
Baca Juga: Ingin Segera Berhenti Merokok, Stop Mengkonsumsi Minuman Ini
Kesedihan yang menghantam usia paruh baya disebut bisa jadi genetis, pasalnya sebuah studi pada 2012 yang meneliti simpanse dan orang utan juga menemukan bahwa mereka mengalami masa-masa sedih sekitar umur 30 tahunan. (*)