Find Us On Social Media :

Dokter di China Yakin, Obat Anti Malaria Bisa Atasi Virus Corona

Obat antimalaria, Chloroquine Phosphate, memiliki efek penyembuhan tertentu pada penyakit coronavirus yang baru (Covid-19).

GridHEALTH.id - Meskipun masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, namun tampaknya hal ini merupakan kabar yang cukup menggembirakan ketika para pakar China mengkonfirmasi bahwa berdasarkan hasil uji klinis, obat antimalaria, Chloroquine Phosphate, memiliki efek penyembuhan tertentu pada penyakit coronavirus yang baru (Covid-19).

Baca Juga: Di Hari Kasih Sayang, Peluk dan Cium Dicegah Gara-gara Virus Corona

Hal tersebut disampaikan oleh Sun Yanrong, wakil kepala Pusat Pengembangan Bioteknologi Nasional China di bawah Kementerian Sains dan Teknologi dalam konferensi pers seperti dilansir kantor berita Xinhua, Selasa (18/2/2020).

Disebutkan Sun, para pakar "sepakat" mengusulkan agar obat tersebut dimasukkan dalam versi baru panduan pengobatan virus corona dan diterapkan dalam uji klinis yang lebih luas secepat mungkin.

Sun mengatakan bahwa Chloroquine Phosphate, yang telah digunakan sebagai obat antimalaria selama lebih dari 70 tahun, dipilih dari puluhan ribu obat yang telah ada setelah melewati beberapa kali skrining.

Menurut Sun, obat tersebut telah digunakan dalam uji klinis di lebih dari 10 rumah sakit di Beijing, serta di provinsi Guangdong, China selatan dan provinsi Hunan, China tengah, dan menunjukkan khasiat yang cukup baik.

Baca Juga: Ashraf Sinclair Meninggal di Usia Muda Akibat Serangan Jantung, Ini Pertolongan Pertama Bila Terjadi Serangan

Dalam uji coba tersebut, kelompok pasien yang menggunakan obat ini telah menunjukkan indikator kemajuan yang lebih baik daripada kelompok paralel mereka, dalam penurunan demam, perbaikan gambar CT paru-paru, persentase pasien yang hasilnya negatif dalam tes asam nukleat virus dan waktu yang mereka perlukan untuk itu.

Pasien yang menggunakan obat ini juga lebih cepat pulih, ujar Sun. Pria ini lalu  memberi contoh seorang pasien berusia 54 tahun di Beijing, yang dirawat di rumah sakit empat hari setelah menunjukkan gejala.

Baca Juga: 4 Manfaat Minyak Bunga Sepatu, Rambut Berkilau Hingga Anti Penuaan

Setelah minum obat ini selama seminggu, dia melihat semua indikator membaik dan asam nukleat berubah negatif.

Sun mengatakan bahwa sejauh ini, tidak ditemukan reaksi merugikan yang serius terkait obat tersebut di antara lebih dari 100 pasien yang mengikuti uji klinis ini.

Di sisi lain, China dan Amerika Serikatt masih berbeda pandangan tentang lamanya wabah virus corona akan menghantui dunia.

Bahkan Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC), Robert Redfield pesimis epidemi corona akan berakhir cepat.

 "Virus ini kemungkinan akan bersama kita sepanjang musim, sepanjang tahun, atau bahkan lebih. Saya rasa akan tiba waktu di mana virus ini menetap dan kita mendapati kasus virus ditularkan dari satu komunitas ke komunitas yang lain," ujar Redfield, Jumat (14/2/2020) seperti dikutip dari bisnis.com.

Baca Juga: Ini Dia Alasan Dokter Melakukan Tes EKG Bagi Penderita Jantung

Dikutip dari bisnis.com, Redfield menjelaskan, epidemi virus Corona bisa berlangsung sepanjang tahun karena masih minimnya pengetahuan atas virus tersebut.

"Pemerintah China tak sepenuhnya terbuka untuk membagi data mereka soal penyebaran virus Corona. Salah satu contohnya adalah masih tidak diperbolehkannya CDC Amerika berkunjung ke pusat penyebaran virus Corona."

Baca juga: Bayi Baru Lahir Tak Perlu Buru-buru Dimandikan, Ini Alasannya

Kata Redfield mengeluh, kurang lebih sudah enam pekan permohonan Amerika untuk mengirim tim CDC didiamkan oleh pemerintah China.

"Ada banyak sekali informasi virus Corona yang belum diketahui. Itulah kenapa kami menawarkan bantuan pada tanggal 6 Januari lalu untuk membantu pemerintah China memgumpulkan informasi yang dibutuhkan," ujar Redfield. (*)

 

 

#berantasstunting