GridHEALTH.id - Stunting masih menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan para pakar kesehatan di Indonesia.
Meski di tengah pandemi virus corona, stunting rupanya masih disorot oleh pemerintah.
Baca Juga: Berantas Stunting; Rentannya Anak Stunting Mengalami Penyakit Kronis
Stunting bukan hanya berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak, melainkan pula pada sektor ekonomi nasional.
Pasalnya, stunting yang merupakan masalah gizi kronis dapat menimbulkan kerugian negara hingga 2-3% atau setara dengan sekitar Rp 400 triliun.
Sayangnya, usaha pemerintah dalam memperbaiki angka malnutris tersebut tak diimbangi dengan kinerja yang mumpuni.
Baca Juga: Pertaruhkan Segenap Jiwa Raga, 25 Dokter di Indonesia Ini Gugur Akibat Hadapi Corona
Bahkan beberapa waktu lalu, ada beberapa tenaga ahli stunting yang dipecat.
Plt Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), Abdul Muis, memberikan penjelasan terkait tudingan melakukan pemecatan sepihak terhadap Tenaga Ahli Stunting dalam Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK).
Menurut Muis, pemecatan terhadap para tenaga ahli tersebut akibat hasil evaluasi kinerja yang dianggap kurang memuaskan.
Para tenaga ahli tersebut dikontrak sejak Juni 2019 dan baru akan berakhir pada Desember 2021.
Muis menyebutkan, para Tenaga Ahli tersebut bukan Aparatur Sipil Negara (ASN), melainkan sengaja direkrut untuk melaksanakan program hibah yang diterima Pemerintah Indonesia untuk penyelenggaraan program percepatan pencegahan stunting.
“Salah satu target kinerja yang dipersyaratkan adalah kemampuan tenaga ahli untuk menyusun konsep program yang menjadi tanggung jawabnya,” kata Muis dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/4/2020).
Sementara itu, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut dinilai cacat hukum karena melanggar UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan.
Kuasa Hukum Tenaga Ahli Stunting, Ridho S.H mengatakan apa yang dilakukan Setwapres sangat tidak manusiawi.
Apalagi, pemecatan tersebut dilakukan saat Indonesia menghadapi pandemi Covid-19.
Baca Juga: Pertaruhkan Segenap Jiwa Raga, 25 Dokter di Indonesia Ini Gugur Akibat Hadapi Corona
"Ini lembaga negara, pemerintah. Masa justru mencontohkan hal yang tidak baik kepada publik. Apalagi alasan pemecatan yang dilakukan terkesan mengada-ngada dan tidak sesuai prosedur ketenagakerjaan," ungkap Ridho di Jakarta, Selasa (31/3/2020) sesuai rilis diterima Tribunnews.
Lazimnya, menurut Ridho, jika seorang pekerja dinilai berbuat kesalahan atau dianggap memiliki kinerja yang buruk maka pemberi kerja wajib melayangkan surat peringatan (SP) kepada pekerja tersebut dengan tenggat waktu tertentu untuk melakukan evaluasi dan perbaikan.
Baca Juga: Di Thailand, Bayi Baru Lahir Dipasangi Pelindung Wajah untuk Cegah Covid-19
Meski demikian, pemerintah melalui pelatihan tenaga kesehatan terus berupaya melakukan edukasi nutrisi, hidrasi, dan perilaku hidup bersih sehat hingga bantuan akses nutrisi kepada anak di atas 1 tahun. (*)
#berantasstunting #hadapicorona