Find Us On Social Media :

Demi Hemat APD Medis yang Kini Langka, 2 Dokter RSD Covid-19 Wisma Atlet Ini Rela tak Ganti Pembalut Hingga 8 Jam Saat Haid

Ki-ka: dr. Okta dan dr. Hilda di RSD Covid-19 Wisma Atlet.

 

GridHEALTH.id - Sebagai Pama Puskesad, Letda Ckm (K) dr. Oktaviani Eka Puspasari menuturkan pengalamannya sebagai tenaga kesehatan perempuan yang bertugas di RSD (Rumah Sakit Darurat) Covid-19 Wisma Atlet, Tower VII.          

Kepada GridHEALTH.id, dr. Okta mengatakan jika tempat tugasnya di Tower VII RSD Covid-19 Wisma Atlet, di sana terdapat Unit Gawat Darurat (UGD), ruang High Care Unit (HCU), hingga ruang perawatan.

Karenanya selama bertugas dirinya selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut; sepatu khusus, sarung tangan khusus, kacamata khusus, masker khusus hingga dua buah, penutup rambut, dan juga hazmat suit.

Baca Juga: Setelah Harimau Positif Covid-19, Giliran Penyu Langka Kini Terkena Dampak Virus Corona

Hazmat suit adalah hazardos material suit. Ini adalah pakaian yang dirancang khusus untuk melindungi pemakaianya terhadap paparan bahan atau zat berbahaya, termasuk bahan kimia, agen biologi, juga patogen dan virus.

Menurut dr. Okta, saat wawancara eksklusif dengan GridHEALTH.id, meski berada di balik hazmat suit yang menutupi seluruh tubuh dengan rapat, “Untuk berkomunikasi, suara masih bisa terdengar. Tapi, ya, untuk bernapas agak susah, dan pastinya di dalam hazmat panas,” ceritanya yang juga menyampaikan jika hazmat suit itu berat saat dikenakan.

Hal senada diutarakan oleh rekannya dr. Hilda Khoirun Nisa, Pama Puskesad, yang menemani dr. Okta selama wawancara, “Karena pakai maskernya double, jadi saat bicara suara dikeraskan,” jelasnya untuk solusi komunikasi saat menggunakan APD lengkap.

Baca Juga: Ibunda Nunung Mengidap Kanker Lidah Sejak Lama, 2 Minggu Sebelum Kematiannya Mengumpulkan Semua Anaknya karena Sebuah Mimpi

Baca Juga: 3 Hoaks Cara Mengobati Covid-19, Satu Anak Sehat Meninggal Karenanya dan 1000 Oranglainnya Kritis

Untuk gerak fisik saat beraktivitas, dr. Okta menceritakan dirinya dan dr. Hilda, “Mengenakan baju berlapis-lapis. Sebelum megenakan hazmat suit, pakai baju biasa terlebih dahulu, lalu mengenakan baju bedah. Baru pakai hazmat suit dan sepatu boots.”

Jadi memang, lanjut dr. Okta, untuk aktivitas normal merepotkan, tetapi sejauh ini para dokter yang bertugas, termasuk dirinya, bisa mengatasinya sebisa mungkin supaya bisa bertugas dengan baik merawat pasien. Hal itu terus dilakukannya selama bertugas, 8 jam.

Selama rentang waktu itu, dr. Okta dan rekan-rekannya semaksimal mungkin untuk tidak makan, tidak minum, juga tidak buang air kecil.

Hilda membenarkan apa yang disampaikan dr. Okta. Menurutnya, selama mengenakan APD, tenaga medis yang bertugas tidak akan bisa melakukan aktivitas kebutuhan dasar, seperti makan, minum, dan buang air.

“Tapi masing-masing nakes punya solusi. Kalau saya, biasanya makan dan minum saat menjelang menggunakan APD. Begitu juga dengan buang air kecil. Sehingga setelah pakai APD kami tidak terganggu dengan kebutuhan dasar tersebut,” jelas dr. Hilda.

Baca Juga: Dianjurkan dalam Agama, Haruskah Buka Puasa dengan Makanan dan Minuman Manis?

“Kalau sudah tidak tertahan lagi, seperti ingin buang air kecil atau buang air besar, kami diperbolehkan ganti APD. Tapi sebenarnya, ini sudah komitmen kami (untuk menahan -RED.),” tutur dr. Okta menambahkan.

Alasannya sederhana. “Untuk APD, walaupun di sini lengkap, tapi kita tahu APD medis sekarang barang langka,” jelasnya.

Itu sebabnya dr. Okta dan tenaga kesehatan perempuan lainnya memiliki komitmen untuk tetap menggunakan satu APD dalam satu kali shift kerja. Tujuannya satu, menghemat APD yang sekali pakai.

Baca Juga: Kisah Pilu Tenaga Medis Suami-Istri Tak Bisa Bertemu untuk Selamanya, Tinggalkan Anak Berusia 17 Bulan

Baca Juga: Tidak Ada Pilihan Lain Setelah Ditinggalkan Petugas, Mayat Suaminya yang Meninggal Karena Covid-19 Diberi Es Batu

Komitmen tersebut, satu APD dalam satu kali shift kerja, termasuk saat datang bulan alias haid.

Setiap haid, dr. Okta juga Tenaga Kesehatan (Nakes) lainnya, mencari akal sebisa mungkin supaya siklus bulanan wanita tersebut tidak menghambat pekerjaan merawat pasien Covid-19.

“Solusinya, lima menit sebelum pakai hazmat, kami ganti pembalut. Pakai pembalut yang benar-benar paling panjang. Yang ukurannya 35 cm,” jelas dr. Okta.

Jadi, para nakes wanita saat datang bulan harus rela bertahan dengan satu pembalut selama 8 jam. Usai jam kerja baru ganti pembalut.

“Sudah penuh banget, tapi mau gimana lagi? Daripada harus bolak-balik ganti pembalut, jadinya ditahan saja sampai 8 jam,” ucap dr. Okta dengan tegar.

Baca Juga: Cara Tepat dan Aman Mengobati Luka Bakar Pada Anak, Jangan Gunakan Pasta dan Mentega

Hal itu pun dilakukan dr. Hilda saat mengalami haid. “Sebelum gunakan APD, kami ganti pembalut baru dengan ukuran besar, dan kami pakai sampai tugas selesai, baru bisa ganti (lagi).”

Menurut dr. Hilda, bertahan menggunakan pembalut yang sama dalam jangka waktu selama itu bukan hal yang nyaman. Dan jelas bisa memengaruhi mood.

Namun, dr. Hilda memaksa dirinya untuk mengesampingkan semua ketidaknyamanan tersebut. Demi “perang” yang lebih penting, melawan corona.

Saat ditanya, sudah coba pembalut yang berbentuk celana dalam dan anti bocor, juga jangka waktu pakainya lama, “Saya juga belum pernah coba pembalut seperti celana dalam, mungkin lebih comfortable kali, ya? Jadi kalau beraktivitas, seperti jalan dan turun naik lift untuk periksa pasien, mungkin akan lebih nyaman,” papar dr. Okta.

Baca Juga: Menu Buka Puasa Ibu Hamil, Utama Minum dan Buah-buahan, Lalu Makanan Manis juga Asin

Baca Juga: Kabar Gembira dari Ikatan Dokter Indonesia, Virus Corona Bisa Mati dengan Sendirinya usai Kelelahan Bertarung dengan Antibodi

“Pasti dapat membantu, terutama untuk perempuan. Jadi masalah pembalut saat datang bulan, saat bertugas, sudah tidak jadi masalah lagi,” jelas dr. Hilda yang juga mengatakan, risiko pakai pembalut yang saat ini digunakannya, jika sampai tembus terpaksa ganti APD.

“Itu risiko, sehingga kalau ada solusi yang bebas tembus gitu, sangat membantu, ya. Karena kalau sampai tembus, kan, jorok. Untuk tenaga medis, kalau bisa sebersih mungkin,” papar dr. Hilda.

Masalah datang bulan lainnya, menurut dr Okta, “Saya dismenore (nyeri haid). Jadi, saya menyiasatinya dengan sebelum kerja harus konsumsi obat pereda nyeri, sehingga saat bertugas tak terganggu. Kalau pun ada gangguan mood, sedikit-sedikit bete atau bagaimana, ya sudah tugas. Jalani saja,” tegasnya.

Jujur, papar dr. Okta, tekanan pekerjaan dan kondisi tubuh jelas tetap memicu keletihan emosi dan bad mood.

Baca Juga: Buka Puasa dengan yang Manis, Maksudnya Bukan dengan Makanan dan Minuman Rasanya Manis, Tapi dengan Ini

Dirinya mengaku tak mampu menjalani semuanya sendiri. Karenanya nakes satu tim yang terdiri dari 10-12 orang dokter dan perawat, menjadi penolong. Semuanya sama-sama menguatkan.

“Kalau misalnya (ada yang) lagi bad mood atau kurang sehat, ada teman-teman yang saling menguatkan. Ayo kita semangat! Kami saling memotivasi, jadi sesama rekan kerja terjalin hubungan yang baik.”

Berusaha Menguatkan Diri

Meski tengah menstruasi, para tenaga medis perempuan yang bertugas di Wisma Atlet mengaku tetap ada hal-hal yang bisa jadi penguat diri.

Baca Juga: Update Covid-19; IDI Beberkan Jumlah Korban Meninggal Covid-19 Sebenarnya di Indonesia

Baca Juga: Update Covid-19; Vaksin Virus Corona Siap Diproduksi Secara Massal Bulan September

“Kita melihat setiap hari pasien berdatangan, bertambah banyak. Kita lalu mikir, Ini sampai kapan selesainya?,” cerita dr. Okta yang terenyuh setiap melihat pasien-pasiennya.

“Mungkin sekarang kami merupakan perpanjangan tangan Tuhan untuk membantu sesama. Setidaknya kami berkontribusi melalui jalur kesehatan. Membantu orang yang datang dengan diagnosa positif, (kemudian) bisa pulang dengan diagnosa negatif.”

Semua pengorbanan yang dilakukan nakes, terbayar setiap ada pasien yang sembuh dan bisa pulang. Karena satu pasien sembuh artinya nakes sukses memutus satu mata rantai penyebaran virus corona.

“Kalau kami enggak bertahan di sini, siapa lagi yang mau membantu negara kita jadi lebih baik?” Tutup dr. Okta.(*)

Baca Juga: Sukses Diuji pada Monyet, Obat Remdesivir Diyakini Dapat Sembuhkan Pasien Covid-19 dalam 10 Hari

#berantasstunting

#HadapiCorona