Find Us On Social Media :

WHO Ingatkan Covid-19 Belum Capai Puncak Pandemi, Kebijakan Buka Lockdown Bisa Berbahaya

WHO memperingatkan puncak pandemi virus corona belum tercapai dan membuka lockdwon wilayah dapat berbahaya.

GridHEALTH.id – Hampir seluruh negara-negara dunia masih berupaya keras meredam pandemi virus corona (Covid-19) yang  menurut laporan WHO hingga 27 April 2020, telah mengakibatkan lebih dari 160 ribu jiwa meninggal di seluruh dunia.

Kondisi pandemi yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda membuat sebagian negara Eropa memutuskan untuk memperpanjang masa lockdown.

Contohnya pada Sabtu (25/04/20), Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengumumkan perpanjangan masa lockdown di negeri matador hingga dua pekan, atau sampai 9 Mei 2020.

Namun, pemerintah Spanyol memberikan sedikit kelonggaran yang memungkinkan anak-anak bisa keluar rumah pada 27 April mendatang dan aktivitas sebagian sektor bisnis mulai bergeliat pekan ini.

"Kami telah melakukan bagian tersulit untuk mendorong tanggung jawab dan disiplin sosial. Kami menempatkan momen paling ekstrem di belakang kami," kata Sanchez, seperti dilansir The Guardian.

Sebelumnya, pemerintah Prancis juga memperpanjang masa pembatasan kegiatan masyarakat hingga 11 Mei mendatang.

Baca Juga: Pemerintah Chile Sebut, Setelah Sembuh Pasien Covid-19 Bisa Kebal 3 Bulan

Baca Juga: Keseringan Pakai Masker Bisa Timbulkan Masalah Kulit , Ini Tips Agar Wajah Tetap Mulus

Namun, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengingatkan kehidupan warga Prancis bisa kembali normal mulai 11 Mei 2020 jika masyarakat di negara itu bersedia mematuhi peraturan pembatasan sosial dengan rasa tanggung jawab tinggi.

Syarat lainnya, kata Macron, jumlah kasus positif baru di Prancis harus terus menurun hingga tanggal itu. Meskipun demikian, pemerintah Jerman mengklaim pandemi di negara ini telah berhasil dikontrol.

Meskipun di berbagai negara tren menunjukkan penurunan,  Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi pandemi virus corona masih lama, dan bahkan belum mencapai puncaknya.

Badan PBB itu sebaliknya prihatin dengan meningkatnya jumlah kasus dan kematian di Afrika, Eropa Timur, Amerika Latin, dan beberapa negara Asia.

Itu terjadi ketika kasus di negara kaya mulai menunjukkan penurunan. Keselamatan anak-anak di negara miskin jadi perhatian.

"Jalan masih panjang. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan," ujar Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers virtual di Jenewa, Swiss, Senin (27/4/2020).

Virus corona baru, yang muncul akhir tahun lalu di kota Wuhan di China tengah, telah menginfeksi 2,97 juta orang. Reuters mencatat, wabah ini telah merenggut 205.948 nyawa.

Baca Juga: 5 Manfaat Berenang Untuk Pasien Diabetes, Turunkan Gula Darah Hingga Bikin Langsing

 

“Anak-anak mungkin berada pada risiko yang relatif rendah dari penyakit parah dan kematian akibat Covid-19, tetapi dapat berisiko tinggi dari penyakit lain yang dapat dicegah dengan vaksin," kata Tedros.

Dia juga mengatakan, sekitar 13 juta orang telah terkena dampak di seluruh dunia oleh keterlambatan imunisasi rutin terhadap penyakit termasuk polio, campak, kolera, demam kuning, dan meningitis.

Kekurangan vaksin terhadap penyakit lain dilaporkan di 21 negara. Itu akibat dari pembatasan-perbatasan dan gangguan perjalanan yang disebabkan pandemi virus corona.

"Jumlah kasus malaria di Afrika sub-Sahara dapat berlipat ganda," katanya, merujuk pada dampak potensial COVID-19 pada layanan malaria reguler.

"Itu tidak harus terjadi. Kami bekerja dengan negara-negara untuk mendukung mereka," lanjutnya.

Pakar kedaruratan utama WHO, Dr Mike Ryan mengeluarkan pernyataan yang terkait bukti kesembuhan pasien Covid-19 yang bisa kebal terhadap virus serupa.

"Saat ini belum ada bukti bahwa orang yang telah sembuh dari Covid-19 dan memiliki antibodi terlindungi dari infeksi selanjutnya," demikian pernyataannya seperti dikutip dari AFP.

 

Baca Juga: Polusi Udara Jakarta Mengkhawatirkan, Konsumsi 7 Makanan Sehat Ini Untuk Perlindungan Paru-paru

Baca Juga: Sebelum Donor Darah Wanita Wajib Konsumsi Suplemen Zat Besi, Ini Alasannya

Pernyataan tersebut disampaikan di tengah rencana banyak negara untuk melonggarkan hingga mencabut kebijakan penguncian wilayah atau lockdown setelah kasus baru virus corona mulai menurun.

Atas wacana tersebut, WHO juga memperingatkan belum ada penelitian dengan hasil meyakinkan bahwa tak mungkin ada infeksi corona yang kedua pada seseorang.

Baca Juga: Risiko Terlalu Sering Makan Daging Merah, Meski Dalam Porsi Kecil

Baca Juga: Sedang Tren, Penggunaan Obat Aspirin Untuk Mengatasi Jerawat

"Penggunaan sertifikat dan sejenisnya, seperti yang dilakukan (negara) Chile, seperti itu justru memungkinkan peningkatan risiko transmisi (virus) berlanjut lagi," demikian peringatan WHO. (*)

#berantasstunting #hadapicorona