Find Us On Social Media :

Ahli Epidemiologi Bilang Indonesia Gamang Hadapi Pandemik Covid-19

Indonesia kini menjadi negara teratas di ASEAN dalam hal korban terinfeksi virus corona.

GridHEALTH.id -  Indonesia kini menjadi negara dengan kasus infeksi virus corona tertinggi di Asia Tenggara, melampaui Singapura. Hingga Rabu (17/06/20), Indonesia memiliki sekitar 41.431 orang positif Covid-19, sekitar 16.243 sembuh dan 2.276 meninggal. 

Menurut data statistik Sekolah Kedokteran Universitas Johns Hopkins, Singapura memiliki selisih tipis kasus corona yakni sebanyak 41.216 dan 26 pasien meninggal. 

Filipina saat ini berada di urutan ketiga kasus tertinggi virus corona di Asean dengan 26.781 dan 1.103 orang meninggal. 

"Hari ini ada penambahan kasus kasus konfirmasi Covid-19 positif sebanyak 1.031 orang. Sehingga akumulasi total positif yang telah kita miliki sebanyak 41.431 orang," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto dalam jumpa pers, di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (17/06/20).

Pandemik virus corona baru (Covid-19) memang telah mewabah seluruh di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Namun sejak awal pandemik, Indonesia meresponsnya dengan kebingungan dan kurang terkoordinasi.

Demikian yang disampaikan, ahli epidemiologi dan biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI, Pandu Riono melalui akun twitter miliknya.

Baca Juga: Ibunya Dokter yang Meninggal Karena Covid-19, Mahasiswi Kedokteran Ini Putuskan Jadi Relawan

Baca Juga: Berani Korupsi Dana Covid-19, Kapolri Idham Azis; Curang Saya Sikat, Hukumannya Berat

 "Sejak awal pandemik Indonesia respons dengan bingung, tak terkoordinasi: Bangun RS galang, borong obat, borong tes cepat dan lain-lain," tulisnya Kamis (18/06/20).

Pandu mengingatkan bahwa setiap pengadaan obat, tes, dan alat kesehatan yang dilakukan, sangat berpotensi menimbulkan korupsi yakni dalam penggunaan wewenang serta dana publik dalam fase kedaruratan dan bencana.

Pada cuitan lainnya, Pandu juga menyoroti pembelian obat malaria yang diborong yaitu Hydroxychloroquine, yang dianggap bermanfaat untuk terapi Covid-19.  

Namun dirinya kecewa lantaran pembelian tersebut bukan berdasarkan sains, melainkan atas pertimbangan lain di luar kesehatan.

"Masihkah kita berpihak pada kesehatan publik?" pungkas Pandu. 

Di sisi lain, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai bahwa  kekhawatiran adanya gelombang kedua kasus Covid-19 harus jadi konsen utama saat ini. Di mana jumlah kasus positif telah mencapai lebih dari seribu. 

"Di sisi lain pemerintah mesti melihat, pelonggaran PSBB yang prematur akan memperlambat recovery. Kebijakan pelonggaran PSBB yang terburu-buru justru blunder," ucap Bhima Yudhistira dikutip dari gelora.co.id

Baca Juga: Peserta Perlu Siap-siap, Mengaku Merugi Terus Nantinya BPJS Hanya Layani Kebutuhan Dasar Kesehatan

Baca Juga: Refleksiologi, Pijatan Pada Telapak Kaki yang Bikin Tidur Lelap Penderita Insomnia

Bhima mengingatkan bahwa yang dihadapi Indonesia adalah tiga krisis yang datang secara bersamaan, yaitu krisis ekonomi, krisis kesehatan, dan krisis psikologis masyarakat. (*)

#berantasstunting #hadapicorona