GridHEALTH.id – Melalui video conference laman WHO yang ditayangkan ke seluruh dunia pada 03 Mei 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperluas definisi kematian akibat COVID-19.
Kini, pasien yang meninggal dunia meski masih berstatus suspek terinfeksi corona, akan ditetapkan sebagai kasus kematian COVID-19.
Sementara ini, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menetapkan angka kematian berdasarkan kematian pasien positif corona melalui uji swab (tes PCR). Namun hal ini tentunya bakal diterapkan di Indonesia mengingat Indonesia adalah anggota WHO
Bila definisi WHO yang baru mulai diterapkan di Indonesia, melihat hal ini, peneliti dari FKM UI, Pandu Riono menyebut ketetapan WHO ini menjadi masalah tersendiri bagi Indonesia. Sebab, tes swab yang dilakukan oleh pemerintah relatif kecil dibanding jumlah penduduk.
"Definisi WHO mengoreksi untuk kasus kematian orang yang dari suspect karena tidak semua dites. Tetapi bisa menjadi masalah untuk suatu negara yang layanan tesnya terbatas seperti Indonesia. Seharusnya memang orang dengan gejala Covid-19 sudah dianggap Covid-19 secara klinis sudah kelihatan," ungkap Pandut, dikutip kumparan, Minggu (5/5).
Menurut Pandu, pemerintah harus segera mengumumkan kematian dengan gejala dan dirawat (Pasien dalam Pengawasan) sebagai kematian karena Covid-19. Mengingat, layanan laboratorium dan alkes kita belum siap melakukan tes massal, minimal 10% jumlah penduduk.
Baca Juga: China Berang India Batal Beli Alat Tes Covid-19 Akibat Tak Akurat
Baca Juga: Anak Sudah Belajar Puasa, Perlukah Pemberian Suplemen di Kala Sahur?
"Jadi akan lebih fleksibel menyatakan orang dengan Covid. Kalau tidak jadi kacau, angka kasus, angka status kematian. Kalau mau dilaporkan berapa PDP nya. Dan berapa yang dites, berapa yang meninggal di sana," ungkap dia.
Source | : | kumparan.com |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar