Find Us On Social Media :

Setelah New Normal Diganti, Istilah ODP, PDP dan OTG Covid-19 Dihapus

Di masa pandemi Covid-19. Istilah new normal diganti dengan adaptasi kebiasaan baru. Begitupun PDP, ODP dan OTG berubah menjadi suspek, probablem, konfirmasi, dan kontak erat.

 

GridHEALTH.id - Istilah new normal telah dikenal sebagai sebuah tatanan kehidupan baru usai meredanya kasus Covid-19. Namun belum lama ini pemerintah Indonesia mengakui bahwa istilah new normal adalah sebuah diksi yang salah.

Hal ini diungkapkan oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto.Bahkan, Yuri akan mengganti istilah new normal dengan istilah baru, yaitu adaptasi kebiasaan baru (AKB).

"Diksi new normal dari awal diksi itu segera ubah. New normal itu diksi yang salah dan kita ganti dengan adptasi kebiasaan baru," kata Achmad Yurianto, Jumat (10/7/2020), seperti dikutip dari Kompas.com.

Yuri mengatakan istilah new normal ini sulit dipahami oleh masyarakat karena menggunakan bahasa asing.

"Pemahaman menggunakan 'new normal' sendiri, karena ada unsur bahasa asingnya, kemudian tidak mudah dipahami," kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Brian Sriphastuti pada Sabtu (11/07/20).

Brian mengatakan new normal seharusnya dimaknai sebagai adaptasi perilaku dalam menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun.

Baca Juga: Banyak yang Tak Patuh Menerapkan Protokol Kesehatan Covid-19, Ini Kata Psikolog

 

"Jadi yang ditonjolkan bukan situasinya, tapi perilaku kita yang harus disesuaikan dengan situasi yang terjadi," kata Brian.

"Perilaku yang bisa membatasi atau menghindari transimisi persebaran lebih lanjut dari orang ke orang supaya tidak terinfeksi atau terpapar virus ini," ujar dia.

Penggunaan istilah new normal membuat masyarakat hanya berfokusi pada situasi "normal".  Padahal, menurut Brian, saat ini Covid-19 masih belum sepenuhnya hilang di lingkungan sekitar. 

Setelah diksi new normal diganti menjadi adaptasi, giliran istilah ODP, PDP dan OTG juga dihapus. Penghapusan istilah ODP, PDP dan OTG Covid-19 tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019. 

 

Keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) itu berisi 207 halaman. Kepmenkes tersebut ditandatangani oleh Menteri Kesehatan, dr Terawan Agus Putranto, Senin (13/07/20). 

Pada halaman 31 disebutkan, istilah orang dalam pengawasan (ODP), Pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang tanpa gejala (OTG) diganti jadi kasus suspek, probable, konfirmasi, kontak erat. 

“Kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat, istilah yang digunakan pada pedoman sebelumnya adalah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), orang tanpa gejala (OTG),” demikian tertulis pada halaman 31. 

Baca Juga: Gemar Minum Kopi Benarkah Membahayakan Ginjal, Ini Faktanya

 

Baca Juga: Wow, Tidur Tanpa Celana Dalam Selain Seksi Ternyata Juga Bikin Sehat

Disebutkan, kasus suspek memiliki kriteria yaitu orang dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penderita ISPA berat harus dirawat di rumah sakit. 

Dalam Kepmeknes disebutkan istilah pasien dalam pengawasan atau PDP diganti dengan kasus suspek. 

Dijelaskan bahwa ISPA yaitu demam di atas 38 derajat celcius atau riwayat demam disertai salah satu gejala, tanda penyakit pernapasan seperti: batuk atau sesak napas, sakit tenggorokan, pilek, dan pneumonia ringan hingga berat. 

Kasus probable yaitu kasus suspek dengan ISPA berat, meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan Covid-19 serta belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kemudian kasus konfirmasi. 

Seseorang dinyatakan positif terinfeksi Virus Covid-19 jika dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. 

Adapun kasus konfirmasi terbagi jadi dua yaitu kasus konfirmasi dengan gejala kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) dan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik). 

Dalam peraturan tersebut juga dijelaskan terkait kriteria kontak erat. Yaitu orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable. 

Baca Juga: 4 Makanan Ini Wajib Disingkirkan Bila Asam Urat Tak Kunjung Sembuh

 

Baca Juga: Makanan Keasinan, Begini Cara Mengurangi Kelebihan Garam dalam Makanan

Kontak erat yang dimaksud yaitu bertatap muka, sentuhan fisik, dan memberikan perawatan langsung. 

“Situasi lainnya yang mengindikasi adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat,” katanya. 

Pada kasus probable atau konfirmasi bergejala (simptomatik) untuk melakukan kontak erat periode kontak hal tersebut dihitung selama dua hari sejak kasus tersebut muncul. Kemudian hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.

Yuri menambahkan, sampai saat ini pemerintah tidak akan menyampaikan aturan pencegahan Covid-19 karena dikhawatirkan dapat membuat masyarakat semakin bingung.

Yuri mengatakan, akan lebih baik masyarakat langsung menjalankan aturan-aturan selama pandemi Covid-19.

"Mungkin kami akan bicara ke depan tidak lagi dalam berbicara aturan yang dibuat lagi. Jalankan saja, kalau banyak aturan yang dibuat makin pusing kita, makin pusing, jalankan saja," pungkasnya.

Baca Juga: Bukannya Bikin Sehat, Keramas Setiap Hari Membuat Rambut Jadi Rusak

 

Baca Juga: 6 Alasan Perut Buncit Berlemak Susah Hilang Meski Sudah Diet Ketat

Sementara itu, demi mencegah penyebaran virus corona, masyarakat wajib terus mematuhi protokol kesehatan dari Kementerian Kesehatan RI dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). (*)

#berantasstunting #hadapicorona