Datta mengungkapkan bahwa sebagian besar gejala anosmia pada pasien Covid-19 tidak bersifat permanen. Ketika infeksi sudah diatasi, neuron penciuman tampaknya tidak perlu digantikan atau dibentuk dari awal.
"Tapi kita membutuhkan lebih banyak data dan pemahaman yang lebih baik mengenai mekanisme mendasarinya untuk mengonfirmasi kesimpulan ini," jawab Datta.
Tim peneliti berharap temuan ini dapat menjadi dasar untuk menemukan terapi atas kondisi tersebut.
Selain itu, temuan ini juga diharapkan dapat membantu dalam pengembangan diagnostik Covid-19 berbasis penciuman yang lebih baik.
"Kehilangan penciuman dapat memberikan konsekuensi psikologis yang serius dan dapat menjadi masalah kesehatan masyarakat besar bila kita memiliki populasi dengan kehilangan indera penciuman permanen yang terus bertambah," kata Datta.
Studi terbaru ini memang berhasil membawa pemahaman yang lebih baik terkait SARS-CoV-2 dan anosmia. Akan tetapi, hasil dari studi ini berbasis observasi tak langsung.
Baca Juga: Wajib Tahu, Mitos Tentang Demam Berdarah Dengue yang Perlu Diluruskan
Baca Juga: Ingin Kulit Wajah Glowing Wanita Ini Pakai Masker Darah Haid
Mantan profesor HMS William A Haseltine menilai, biopsi pada jaringan terinfeksi yang menunjukkan bahwa virus benar-benar menginfeksi dan mereplikasi di sel-sel berkelanjutan akan lebih membantu.