Find Us On Social Media :

Ternyata Ini Penyebabnya Mengapa Pasien Covid-19 Sulit Mencium Aroma

Salah satu gejala Covid-19 bagi penderita adalah dia tak mampu mencium bau atau aroma.

GridHEALTH.id - Salah satu organ tubuh yang berfungsi sebagai media perantara penyebaran virus corona, yaitu hidung dan mulut.

Kedua organ tubuh yang termasuk saluran pernapasan atas ini menjadi salah satu target sasaran virus corona atau SARS-CoV-2.

Bahkan tercatat, beberapa pasien positif Covid-19 mengalami kehilangan kemampuan indera penciuman untuk mencium bau. 

Anosmia atau kehilangan indra penciuman pertama kali diketahui sebagai gejala Covid-19 pada akhir Februari 2020.

Anosmia resmi masuk ke dalam daftar gejala Covid-19 dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS pada April lalu. Namun, belum diketahui mengapa gejala ini bisa muncul pada pasien Covid-19. 

Beberapa studi terdahulu menilai hal ini terjadi karena neuron sensori merupakan tipe sel yang rentan. Neuron sensori berperan dalam mendeteksi dan mengirimkan indera penciuman ke otak. 

Baca Juga: Korban di Indonesia Sudah Melebihi China, Pemerintah Didesak Ubah Strategi Penanganan Covid-19

Baca Juga: Ingin Makan Lebih Sedikit Agar Langsing? Gunakan Piring Merah Ukuran Kecil

Akan tetapi, studi terbaru yang dipimpin oleh ahli saraf di Harvard Medical School (HMS) menunjukkan hal sebaliknya. Studi ini ini menemukan tipe sel penciuman merupakan yang paling rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.

Tim peneliti mengungkapkan bagian yang rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2 adalah sel-sel pendukung penciuman, bukan neuron sensori penciuman.

Menurut hasil studi terbaru ini, neuron sensori penciuman tidak mengekspresikan gen yang mengkodekan protein reseptor ACE2.

ACE2 merupakan reseptor atau "pintu" yang memungkinkan virus SARS-CoV-2 untuk masuk ke dalam tubuh sel. 

Sel-sel pendukung di epitel penciuman bisa kehilangan fungsinya untuk sementara waktu akibat infeksi SARS-CoV-2.

Kondisi ini secara tidak langsung menyebabkan perubahan pada neuron sensori penciuman.

Perubahan inilah yang dinilai dapat menyebabkan gejala anosmia atau kehilangan indera penciuman pada pasien Covid-19. 

Baca Juga: Studi: Diet Ketogenik Bisa Turunkan Risiko Kanker Paru-paru

Baca Juga: Divonis Diabetes Jangan Kecil Hati, Bisa Panjang Umur Dengan Cara Ini

"Virus corona baru ini mengubah indera penciuman paisen bukan dengan menginfeksi neuron secara langsung, tapi dengan memengaruhi fungsi sel-sel pendukung," jelas salah satu peneliti senior dan associate professor di bidang neurobiologi dari Blavatnik Institute di HMS Sandeep Robert Datta, seperti dilansir Health 24. 

Datta mengungkapkan bahwa sebagian besar gejala anosmia pada pasien Covid-19 tidak bersifat permanen. Ketika infeksi sudah diatasi, neuron penciuman tampaknya tidak perlu digantikan atau dibentuk dari awal. 

"Tapi kita membutuhkan lebih banyak data dan pemahaman yang lebih baik mengenai mekanisme mendasarinya untuk mengonfirmasi kesimpulan ini," jawab Datta. 

Tim peneliti berharap temuan ini dapat menjadi dasar untuk menemukan terapi atas kondisi tersebut.

Selain itu, temuan ini juga diharapkan dapat membantu dalam pengembangan diagnostik Covid-19 berbasis penciuman yang lebih baik. 

"Kehilangan penciuman dapat memberikan konsekuensi psikologis yang serius dan dapat menjadi masalah kesehatan masyarakat besar bila kita memiliki populasi dengan kehilangan indera penciuman permanen yang terus bertambah," kata Datta. 

Studi terbaru ini memang berhasil membawa pemahaman yang lebih baik terkait SARS-CoV-2 dan anosmia. Akan tetapi, hasil dari studi ini berbasis observasi tak langsung.

Baca Juga: Wajib Tahu, Mitos Tentang Demam Berdarah Dengue yang Perlu Diluruskan

Baca Juga: Ingin Kulit Wajah Glowing Wanita Ini Pakai Masker Darah Haid

Mantan profesor HMS William A Haseltine menilai, biopsi pada jaringan terinfeksi yang menunjukkan bahwa virus benar-benar menginfeksi dan mereplikasi di sel-sel berkelanjutan akan lebih membantu. 

"Sebuah observasi mengenai kerusakan dan perbaikan pada jaringan akan lebih menarik," jelas Haseltine.

Salah satu organisasi yang menawarkan harapan bagi orang yang kehilangan bau adalah AbScent, sebuah badan amal Inggris yang fokus melakukan terapi untuk anosmia.

"Saat ini, ada tiga kali lipat orang yang melakukan terapi bau dibanding sebelum Covid-19 muncul," kata Chrissi Kelly, pendiri AbScent dilansir IFL Science, Senin (20/07/20).

Kelly mengatakan, organisasinya mulai terhubung dengan lebih banyak orang sejak bulan Maret.

"Saya pertama kali dihubungi lewat media sosial pada bulan Maret. Pertama dari Iran, kemudian Italia, dan Spanyol. Sekarang kami memiliki lebih dari 7.000 anggota dalam kelompok (Facebook) kami."

Terapi bau pada dasarnya adalah bentuk fisioterapi untuk indera penciuman. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas saraf di hidung sehingga dapat merespons rangsangan bau dengan lebih baik.

Baca Juga: Bisa Mengurangi Stres, Berikut 6 Manfaat Berpelukan bagi Kesehatan

Baca Juga: Merasa Lemas dan Lamban Sepanjang Hari, Waspadai Kelebihan Gula 

Kelly menerangkan, terapi bau yang dilakukan memanfaatkan sejumlah aroma berbeda dari minyak atsiri seperti mawar, lemon, cengkeh, dan kayu putih.

Aroma itu diendus pasien selama 20 detik setiap dua kali sehari hingga minimum empat bulan.

Baca Juga: 3 Hal Tak Disadari Penyebab Ketiak Jadi Hitam, Ini Solusinya 

Baca Juga: Wow, Sering Berhubungan Intim Ternyata Bisa Keluarkan Batu Ginjal!

Minyak atsiri dapat diganti dengan zat beraroma kuat lain yang mungkin dimiliki di rumah seperti kopi, rempah-rempah, dll. Kelly mengatakan, kuncinya adalah melatih indera penciuman. (*)

#berantasstunting #hadapicorona