Find Us On Social Media :

Penambahan Kasus Terendah di Seluruh Eropa, Swedia Ternyata Tak Pernah Terapkan Lockdown, Ini Rahasia Suksesnya

Meskipun Swedia tidak pernah menerapkan lockdown, namun kasus aktif Covid-19 termasuk rendah karena warganya patuh menjaga jarak.

GridHEALTH.id - Dikutip dari Reuters (09/09/2020), tanpa menerapkan lockdown Swedia kini mencatatkan rekor penambahan kasus positif terendah sejak awal pandemi. Dari 120 ribu warga yang di tes, hanya 1,2% yang dinyatakan positif.

Asal tahu saja, Swedia merupakan salah satu negara di Eropa yang tidak menerapkan lockdown sejak awal pandemi virus corona meluas.

"Tujuan dari pendekatan kami adalah agar masyarakat itu sendiri memahami kebutuhan untuk mengikuti rekomendasi dan pedoman yang ada,” kata Direktur Jenderal Badan Kesehatan Swedia Johan Carlson.

Langkah pemerintah Swedia yang tidak menerapkan lockdown sempat menuai banyak kritik karena jumlah warga yang meninggal akibat Covid-19 tinggi. Namun kini, kebijakan Swedia itu mendapat pujian salah satunya dari WHO.

Carlson mengatakan Pemerintah Swedia sejak awal pandemi telah merancang pedoman yang mudah dipahami dan dipertahankan untuk jangka waktu yang lama.

“Tidak ada trik lain sebelum ada tindakan medis, terutama vaksin. Penduduk Swedia telah mengambil kebiasaan baru ini dengan sepenuh hati,” imbuh Carlson.

Baca Juga: Pendiri Kompas Gramedia Group Jakob Oetama Wafat, Gaya Hidup Sehat yang Selalu Dikenang, Penyuka Tahu Tempe yang Selalu Makan Tepat Waktu

Baca Juga: Uji Klinis Vaksin covid-19 Asal Inggris Ditunda Setelah Seorang Relawan Sakit Setelah Disuntik

Seorang peneliti dari Institut Karolinska, Swedia, juga mengatakan kebijakan jaga jarak berhasil menekan penyebaran virus corona.

Selain itu, ia menduga jika masyarakat Swedia memiliki tingkat kekebalan yang tinggi sehingga jumlah penularan di sana sedikit.

"Strategi kami konsisten dan berkelanjutan. Kami mungkin memiliki risiko penyebaran yang lebih rendah di sini dibandingkan dengan negara lain. Saya pikir kami mendapat banyak manfaat dari itu sekarang," kata profesor epidemiologi Institut Karolinska, Jonas Ludvigsson.

Dikutip dari CNN Indonesia (18/04/2020), Pemerintah Swedia memang hanya memberikan rekomendasi untuk menjaga jarak (physical distancing), bukan menerapkan lockdown.

Keputusan ini berbeda dengan mayoritas negara Eropa lainnya dan tak sedikit yang menganggapnya kontroversial.Walau terkesan santai, namun sebenarnya pemerintah Swedia memberikan tanggung jawab yang besar kepada penduduknya untuk membantu mengurangi penyebaran virus corona.Sebenarnya keputusan tersebut memiliki alasan yang kuat. Misalnya alasan tidak menutup sekolah adalah untuk menjaga kapasitas fasilitas kesehatan.

Baca Juga: Pusing Warganya Banyak yang Bandel, Italia Rekrut Ribuan Pengawas Physical Distancing

Baca Juga: Mengenal Ganglion,  Tumor Jinak yang Sering Tumbuh di Area Sendi

Anders Tegnell, ahli epidemiologi Swedia, dalam wawancaranya dengan BBC (04/04/2020) menyampaikan bahwa jika sekolah ditutup maka kapasitas fasilitas kesehatan akan berkurang hingga 20 sampai 25%.

Hal ini karena para tenaga kesehatan harus menemani anak-anak mereka di rumah, karena tidak disarankan untuk menitipkan mereka ke kakek-nenek mereka untuk mencegah penularan.Dalam wawancaranya, Tegnell juga menyampaikan efek lockdown dan menutup sekolah akan berdampak luas ke isu non-kesehatan.

Dirinya memprediksi bahwa dengan diliburkannya sekolah maka memberi dampak pada jumlah lulusan, terutama di sektor kesehatan yang terganggu, karena jumlah lulusan kesehatan akan terganggu.Tak diterapkannya lockdown juga berlandaskan oleh kepercayaan pemerintah Swedia terhadap masyarakatnya yang terpelajar dan berpendidikan.

Baca Juga: Kondisi Prediabetes Bisa Menjadi Diabetes Bila Tidak Ditangani Dengan Cepat dan Tepat

Baca Juga: Tanya Jawab Seputar Diet Rendah Kalori, Diet Paling Sehat Untuk Turunkan Berat Badan

Hingga saat ini, tercatat jumlah kasus Covid-19 di Swedia sebanyak 85.707 orang. Sementara jumlah pasien meninggal mencapai 5.838 orang. (*)

#berantasstunting #hadapicorona