Find Us On Social Media :

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa Minta Definisi Kematian Korban Covid-19 Dipersempit, Epidemiolog: 'Rakyat Lagi yang Akan Menanggung Beban'

Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa ingin definisi kematian korban Covid-19 dipersempit, beda dengan ketentuan WHO.

GridHEALTH.id – Menjadi sorotan nasional karena kasus kematiannya tertinggi di Indonesia, melebihi Jakarta bahkan ketentuan WHO, tampaknya membuat Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa ingin definisi kematian korban Covid-19 diubah.

Dikutip dari Liputan 6, tambahan pasien positif Covid-19 masih signifikan di Jawa Timur. Ada tambahan pasien positif Covid-19 sebanyak 379 orang pada Sabtu, 19 September 2020.

Dengan demikian, total kasus positif Covid-19 di Jawa Timur mencapai 40.372 orang.Tambahan harian terbanyak pasien positif Covid-19 di Surabaya yang mencapai 58 orang, Kabupaten Jombang sebanyak 39 orang dan Kabupaten Sidoarjo sebanyak 31 orang.

Sementara itu, pasien sembuh meningkat 429 orang di Jawa Timur. Total pasien sembuh dari Covid-19 mencapai 32.822 orang di Jawa Timur. Tambahan harian pasien sembuh dari Covid-19 terbanyak di Surabaya yang mencapai 190 orang, di Kabupaten Sidoarjo sebanyak 40 orang, dan Kabupaten Gresik sebanyak 27 orang.

Di satu sisi, pasien meninggal karena Covid-19 bertambah 20 orang di Jawa Timur. Di Surabaya, ada tambahan pasien meninggal sebanyak empat orang menjadi 1.013 orang dan Kabupaten Sidoarjo bertambah dua orang menjadi 403 orang. Jumlah kasus suspek mencapai 7.405 orang dan pasien dirawat sebanyak 4.608 orang.

Dikutip dari Kompas.com (06/09/2020), provinsi Jawa Timur menjadi wilayah yang paling besar angka kematiannya.

Baca Juga: Gugus Tugas Covid-19 Pusat Minta Jawa Timur Kaji Penyebab Tingginya Angka Kematian

Baca Juga: Studi: Di Antara Beragam Gejala Covid-19 yang Terus Bermunculan, Kehilangan Indra Pencium Jadi Gejala Paling Khas

Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, mengatakan kecepatan penyebaran virus di provinsi ini sudah tak terbendung.

"Jawa Tengah dan Jawa Timur ini kasus kematiannya 70% lebih tinggi dari kasus rata-rata nasional bahkan di banding DKI Jakarta," jelas Dicky Budiman dikutip dari BBC News Indonesia (06/09/2020).

 

Pada Kamis (17/09/2020), Tim Task Force Jawa Timur bentukan Kemenkes melakukan koordinasi dengan jajaran Pemprov Jatim). Tim dipimpin oleh Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian Kesehatan, dr. H. M Subuh MPPH. Sedang Pemprov Jatim dikomandani oleh Gubernur Khofifah Indar Parawansa.

Dalam kesempatan ini M. Subuh mengungkapkan bahwa kehadirannya ke Provinsi Jawa Timur adalah guna menyampaikan dan melaksanakan pesan dari Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto.

"Berdasarkan Instruksi Presiden RI untuk berkolaborasi dan membantu dalam penurunan angka penularan, penurunan angka kematian dan meningkatkan angka kesembuhan di wilayah Jawa Timur dalam waktu 2 minggu ke depan," tutur Subuh dalam rilis di situs resmi Kemenkes, dikutip dari kumparan, Senin (21/09/2020).

''Kita harus berusaha dalam 2 minggu ke depan terjadi penurunan angka penularan, peningkatan angka kesembuhan, penurunan angka kematian di 9 provinsi termasuk wilayah Jawa Timur," sambungnya.

Ketiga poin tersebut dapat ditekan terkhusus pada penurunan angka kematian. Seperti diketahui angka kematian di Jatim menjadi yang tertinggi di Indonesia.

Baca Juga: Catat, 5 Hal Seputar Alat Kontrasepsi IUD Ini Ternyata Hanya Mitos!

Baca Juga: Hamil 'Bayi Pelangi', Antara Gembira dan Waswas, Ini yang Perlu Dilakukan Agar Kehamilan Sehat

Khofifah juga sempat meminta Menkes untuk meninjau definisi kematian corona. Subuh pun menanggapi usul tersebut. Bahkan ada tanda-tanda Kemenkes mengabulkan.

''Penurunan angka kematian harus kita intervensi dengan membuat definisi oprasional dengan benar, meninggal karena Covid-19 atau karena adanya penyakit penyerta sesuai dengan panduan dari WHO, dan juga dukungan BPJS Kesehatan dalam pengajuan klaim biaya kematian pasien disertai Covid-19," tutur Subuh.

Menanggapi hal tersebut Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan rasa terima kasih karena Task Force Kemenkes telah terjun langsung untuk mengawal dan membantu Jawa Timur dalam menangani  Covid-19.

Dengan adanya klasifikasi diharapkan adanya pendataan yang benar dan sinkronisasi data yang aktual antara pusat dan daerah, baik data kematian pasien yang memang disebabkan oleh Covid-19 dan kasus kematian karena Covid-19.

Sebelumnya, melalui video conference, laman WHO yang ditayangkan ke seluruh dunia pada 03 Mei 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperluas definisi kematian akibat Covid-19.

Pasien yang meninggal dunia meski masih berstatus suspek terinfeksi corona, dengan atau tanpa penyakit penyerta, akan ditetapkan sebagai kasus kematian Covid-19.

Tampaknya Khofifah ingin mempersempit definisi ini sehingga bakal berbeda dengan ketentuan WHO, dan bila  permintaan Khofifah dikabulkan pemerintah, keluarga pasien terancam menanggung beban tambahan bila pemerintah benar-benar mempersempit definisi kematian Covid-19.

Baca Juga: Peneliti Temukan Obat Malaria yang Lebih Efektif Menyembuhkan Penyakit

Baca Juga: Benarkah Dampak Diet Keto Ternyata Bikin Miss V Jadi Lebih Bau?

Selain dirundung duka, keluarga pasien bakal terbebani biaya. Termasuk biaya pemulasaran jenazah yang sebelumnya ditanggung pemerintah.

“Jika definisi kematian diubah, keluarga pasien harus bayar. Dampaknya malah membebani masyarakat,” kata epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, dikutip dari Koran Tempo (21/09/2020).

Satu-satunya cara untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian, kata Dicky, adalah dengan mengejar jumlah pengetesan tes Covid-19 sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Baca Juga: Fakta Tentang Obat Diet, Bikin Kekurangan Gizi Hingga Menguras Kantong

Baca Juga: Perawatan Gigi Untuk Ibu Hamil Perlu Karena Gigi Berlubang Bisa Memicu Keguguran

Ia mencontohkan Jawa Timur yang jumlah penduduknya hampir 40 juta, paling tidak harus melakukan pengetesan dengan CPR hingga 60.000 sehari. (*)

#berantasstunting #hadapicorona