GridHEALTH.id - Kalah dengan berbagai pemberitaan vaksin Covid-19 asal Cina, diam-diam Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mencatat kemajuan signifikan dalam produksi vaksin sejenis yang diproduksi di dalam negeri.
Lembaga ini mengatakan progres pengembangan Vaksin Merah Putih virus corona Covid-19 sudah mencapai 55% dari skala laboratorium.Eijkman akan mulai melakukan uji praklinik kandidat vaksin itu pada hewan pada November 2020 jika semua berjalan lancar."Sudah sekitar 55% dari skala laboratorium. Diharapkan akan segera melakukan uji praklinik atau uji pada hewan bulan depan (November) Awal tahun bisa diserahkan ke Bio Farma," kata Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof.Dr. Amin Soebandrio, PhD, SpMK (K) mengutip Antara, Rabu (14/10/2020).Amin berharap pada awal 2021, Eijkman dapat menyerahkan bibit vaksin Merah Putih tersebut kepada PT Bio Farma, yang akan memformulasikan bibit vaksin agar bisa disiapkan untuk uji klinis pada manusia.Eijkman mengembangkan vaksin dengan platform sub unit protein rekombinan. Antibodi yang dihasilkan setelah vaksinasi akan bekerja untuk mencegah terjadinya penempelan virus pada sel manusia, dan pelepasan materi genetik virus ke dalam sel manusia.
Baca Juga: Demi Manusia, 500 Ribu Ikan Hiu Akan Musnah Demi Kandungan Vaksin Virus Corona
Baca Juga: Nafsu Makan Meningkat Saat Haid, Ketidakseimbangan Hormon Jadi PenyebabEijkman menggunakan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 yang bersirkulasi di Indonesia sebagai dasar informasi genetik untuk pengembangan vaksin Merah Putih itu.
Eijkman berhasil melakukan amplifikasi gen penyandi protein S dan N dari virus SARS-CoV-2 isolat Indonesia. Eijkman telah melakukan transfer gen S dan N dari vektor pembawa ke vektor ekspresi galur sel mamalia.
Saat ini Eijkman menunggu sel-sel mamalia tersebut menghasilkan antigen berupa protein rekombinan yang diharapkan.
Dalam hal ini, antigen adalah zat yang dapat merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi sebagai bentuk perlawanan terhadap virus SARS-CoV-2.Eijkman memilih pengembangan vaksin dengan platform subunit protein rekombinan karena relatif lebih aman yang mana tidak menggunakan virus hidup sebagai vektor.Biaya produksi dari pengembangan vaksin dengan platform subunit protein rekombinan juga relatif rendah, dan teknologinya sudah dikuasai oleh banyak negara termasuk negara-negara berkembang termasuk Indonesia."Jadi walaupun teknologinya bukan teknologi kuno, teknologi yang agak lebih baru tetapi sudah dikuasai oleh banyak negara dan hasilnya juga relatif mudah dipanen dan relatif lebih aman karena tidak menggunakan virus hidup sebagai vektor," ujar Amin.
Baca Juga: 5 Alasan Jitu Kenapa Penyandang Diabetes Disarankan Minum Teh
Baca Juga: WHO : Tak Etis Bila Herd Immunity Dipakai Menghadapi Virus Corona
Baca Juga: Manfaat Buah Nectarine, Tingkatkan Kesehatan Mata Hingga Cegah KankerAmin menuturkan vaksin berbasis protein rekombinan yang menyasar receptor-binding domain (RBD) dari virus SARS-CoV-2 itu dianggap lebih manjur karena bisa membangkitkan kekebalan tapi di sisi lain juga reaksi yang dikhawatirkan yakni "antibody enhancement" bersifat minimal atau bahkan tidak ada sama sekali. (*)