GridHEALTH.id – Pada 2018,, menurut International Diabetes Federation (IDF) Indonesia menjadi negara ke-7 dengan jumlah penyandang diabetes terbanyak di dunia, yakni mencapai sekitar 10 juta penduduk.
Diabetes tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikelola dengan baik. Salah satunya dengan pengendalian glukosa darah, yang terbukti dapat menurunkan risiko komplikasi pada penyadang diabetes mellitus tipe 1 maupun diabetes mellitus tipe 2.
Dalam praktik klinik sehari-hari, pemeriksaan kadar glukosa darah, baik glukosa darah puasa (GDP), glukosa darah post-prandial (GDPP), maupun sewaktu dan HbA1c lazim dilakukan untuk menilai kendali glikemik penyandang diabetes mellitus.
Pada umumnya pemeriksaan dilakukan di laboratorium pada pagi hari, pada rentang waktu tertentu atau pada saat penyandang berobat di klinik.
Pola tersebut sebetulnya tidak dapat memberikan informasi yang akurat mengenai gambaran variabilitas glukosa darah harian yang sesungguhnya dari seorang penyandang diabetes mellitus. Misalnya, kadar glukosa darah sebelum dan setelah makan siang maupun makan malam.
Maka dari itu, pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM) yang terstruktur dengan alat glukometer yang baik diperlukan karena dapat memberikan informasi mengenai variabilitas kadar glukosa darah harian penyandang diabetes.
Baca Juga: 4 Alasan Mengapa Terlalu Banyak Gula Buruk Bagi Kesehatan Kita
Baca Juga: Menkes Budi Gunadi Minta Semua RS Prioritaskan Rawat Tenaga Kesehatan Terinfeksi Covid-19
PGDM adalah pemeriksaan gulkosa darah berkala yang dilakukan dengan menggunakan glukometer oleh penyandang diabetes sendiri atau keluarganya.
PGDM dapat memberikan informasi tentang variabilitas gula darah harian seperti glukosa darah setiap sebelum makan, satu atau dua jam setelah makan, atau sewaktu-waktu pada kondisi khusus.
PGDM semestinya dilakukan oleh penyandang diabetes maupun keluarga pasien yang telah mendapatkan edukasi dari tenaga kesehatan terlatih.
Sebabnya kesalahan cara menggunakan glukometer dapat menghasilkan nilai glukosa darah atau gula darah yang tidak akurat hingga 91-97%.
Maka penting bagi pasien untuk memperhatikan kualitas glukosa meter yang akan dibeli. Untuk diketahui faktor kualitas glukosa meter meliputi tingkat akurasi alat, kualitas strip tes, serta kemampuan alat dalam menyesuaikan pada kondisi hematokit atau jumlah sel darah merah dalam darah pasien.
Sebab tiap alat memiliki kemampuan yang berbeda untuk menyesuaikan kegunaan dengan kondisi hematokit pasien yang ekstrim, seperti anemia atau dehidrasi berat.
Alat ukur gula darah yang berkualitas seharusnya dapat menghindari gangguan saat pembacaan kadar glukosa, meskipun adanya zat lain yang terkandung dalam darah.
Baca Juga: Terpaksa Menyimpan Telur di Kulkas? Hindari Menyimpan di Bagian Pintu
Baca Juga: Studi: Di Indonesia Hanya 13,2% Lansia yang Tergolong Sehat & Bugar
Selain itu, glukosa meter berkualitas juga harus mampu beradaptasi jika melakukan tes pada ketinggian tertentu dan tahan terhadap gangguan suhu serta kelembapan udara.
Yang tidak kalah penting adalah pengguna harus mengerti prosedur penggunaan dan perawatan alat, agar hasil tes gula darah tetap akurat.
Baca Juga: Bus Bisa Jadi Klaster Baru, Ini Bukti Penyebaran Covid-19 Terjadi di Dalam Bus Ber-AC
Baca Juga: Siklus Haid Tidak Teratur? Coba Cek, Mungkin Akibat 4 Hal Ini
Melansir Buku Pedoman Pengelolaan-Glukosa Darah Mandiri tahun 2019 yang diterbitkan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), penelitian menunjukkan PGDM dapat memperbaiki pencapaian kendali glukosa darah, menurunkan morbilitas, mortalitas, serta menghemat biaya kesehatan jangka panjang yang terkait dengan komplikasi akut maupun kronik diabetes mellitus. (*)
#berantasstunting #hadapicorona #bijakGGL