Find Us On Social Media :

Studi : Berhenti Merokok Bikin Kebahagiaan Meningkat dan Usir Stres

Ketika seseorang berhenti merokok dan tidak lagi terpapar nikotin, kesehatan mentalnya membaik yang membuatnya lebih bahagia.

GridHEALTH.id - Terlepas dari kesalahpahaman umum bahwa nikotin dalam rokok membuat perokok rileks, mereka yang berhasil berhenti dilaporkan telah mengurangi depresi, kecemasan dan stres serta memiliki pandangan hidup yang lebih positif dibandingkan dengan mereka yang terus merokok.

Penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang berhenti merokok, berarti orang tersebut memutus siklus penghentian nikotin,sehingga menyebabkan kesehatan mental membaik.

Sebabnya saat merokok, akibat paparan nikotin, tidak jarang keadaan psikologis perokok berfluktuasi sepanjang hari.

Rasa tenang atau sejahtera dari rokok segera diikuti oleh tanda-tanda seperti suasana hati yang tertekan, kecemasan, dan kegelisahan.Perokok cenderung salah mengartikan gejala ini dan menyalahkannya pada stres atau faktor lain.

Penting diketahui, merokok telah menjadi penyebab berbagai penyakit dan gangguan fisik, termasuk kanker, kebutaan, masalah jantung, diabetes, penyakit gusi, dan impotensi.

Baca Juga: Merokok Ternyata Dapat Menyebabkan Diabetes Tipe 2, Hasil Studi

Baca Juga: Jantung di Dalam Ransel, Kisah Wanita dengan Jantung Buatan Seharga 1,5 Milyar Rupiah

Organisasi Kesehatan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) memperkirakan pada Juli 2020 lalu, tembakau membunuh hampir enam juta orang setiap tahun, jumlah yang akan meningkat menjadi delapan juta setiap tahun pada tahun 2030.

Sekitar empat dari setiap lima kematian akan terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, kata laporan itu.

 

Baca Juga: Mitos dan Fakta Tentang Obat Pengencer Darah yang Perlu Dipahami

Baca Juga: Orangtua Wajib Tahu, ASI dan Suplemen Tak Dapat Menggantikan Imunisasi

Meskipun terjadi penurunan prevalensi merokok di beberapa negara, secara keseluruhan jumlah orang yang merokok saat ini lebih besar daripada tahun 1980 karena pertumbuhan populasi, menurut sebuah makalah yang diterbitkan bulan November 2020 lalu dalam Journal of American Medical Association (JAMA). (*)

#berantasstunting #hadapicorona #bijakGGL