Find Us On Social Media :

Pasien dengan Gejala Covid-19 Ringan Alami Penurunan Kemampuan Kognitif, Studi

Covid-19 dengan gejala yang ringan menyebabkan penurunan kemampuan kognitif.

GridHEALTH.id – Infeksi Covid-19 dengan gejala yang ringan disebut tetap memiliki kemungkinan untuk mengalami penurunan kemampuan otak.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Oxford Inggris menemukan, para pasien Covid-19 ringan dan tidak memiliki gejala long covid lainnya, masih mungkin mengalami penurunan memori otak 6-9 bulan setelah sembuh.

Covid-19 yang mempengaruhi kemampuan kognitif seseorang, membuat penyintasnya sulit untuk berkonsentrasi, pelupa, dan kelelahan, dikutip dari Reuters, Kamis (20/01/2022).

Studi tersebut diikuti oleh 136 partisipan. Para partisipan yang pernah dinyatakan positif Covid-19 dan tidak mengalami gejala infeksi berat, diminta untuk menyelasaikan tes untuk mengetahui kemampuan memori dan kognitifnya.

Baca Juga: Kasus Omicron Naik, Presiden Jokowi Sarankan WFH Diberlakukan Lagi

Para peneliti menemukan bahwa partisipan secara signifikan mengalami kesulitan untuk mengingat pengalaman pribadinya.

Mereka sulit untuk mengingat-ingat kejadian yang pernah terjadi dan kondisinya dikenal dengan nama memori episodik.

Partisipan yang ikut dalam studi tersebut juga mengalami penurunan kemampuan konsentrasi, daripada orang yang tidak terinfeksi, sembilan bulan setelah pulih dari Covid-19.

“Yang mengejutkan adalah bahwa meskipun para penyintas Covid-19 kami tidak merasakan gejala apa pun pada saat pengujian, mereka menunjukkan penurunan perhatian dan ingatan,” kata Dr Sijia Zhao dari Departemen Psikologi Ekperimental, Universitas Oxford.

Baca Juga: Syarat Vaksinasi Booster Ibu Hamil dan Menyusui, Harus Lolos Satu Hal Ini

“Penemuan kami mengungkapkan bahwa orang dapat mengalami beberapa konsekuensi kognitif kronis selama berbulan-bulan,” sambungnya.

Tapi jangan khawatir, para peneliti mengatakan kalau seiring berjalannya waktu orang-orang yang mengalami memori episodik dan sulit berkonsentrasi, kondisinya akan kembali membaik setelah 6-9 bulan.

Peserta yang terlibat dalam penelitian itu juga diminta untuk menjalani tes kemampuan kognitif lainnya, termasuk kerja memori dan perencanaan, hasilnya cukup baik.

Stephen Burgess dari Unit Biostatistik MRC di Universitas Cambridge menyoroti jumlah partisipan yang terlibat. Dia menyebutkan kalau studi itu tidak dilakukan secara acak.

“Namun, terlepas dari ini, perbedaan antara kelompok Covid-19 dan non-Covid dalam hal beberapa ukuran khusus kemampuan kognitif yang dilihat dalam penelitian ini sangat mencolok,” ujarnya.

“Terlepas dari keterbatasan penelitian non-acak, tampaknya tidak mungkin hasil ini dapat dijelaskan oleh perbedaan sistematis antara kelompok yang tidak terkait denagn infeksi Covid-19,” sambungnya.

Dampak Covid-19 dengan kesehatan dan kesejahteraan hidup pasien masih terus dieksplorasi. Dokter di UEA melaporkan peningkatan jumlah orang yang mengalami insomnia dan kecemasan karena Covid-19, dilansir dari The National News, Kamis (20/01/2022).

Dr Hady Jerdak, seorang spesialis tidur di Harley Street Medical Centre mengatakan, hampir 30% pasien yang datang kepadanya mengalami coronasomnia.

Coronasomnia merupakan gangguan tidur yang berkaitan dengan pandemi Covid-19.

Baca Juga: Stok Vaksin Covid-19 Booster Capai 130 Juta Dosis, di Jakarta Sepi Peminat, Nasional Baru 300,239,385 Dosis yang Disuntikan

Diperkirakan sekitar 100 juta orang di seluruh dunia menderita insomnia setelah sembuh dari Covid-19 atau dikenal dengan kondisi long covid.

“Disfungsi tidur terlihat pada penderita Covid-19, baik dirawat di rumah sakit atau dirawat di rumah,” kata Dr Pawan Kumar Srivastava, konsultan penyakit dalam di NMC Specialty Hospital, Dubai.

“Studi yang dilakukan secara global telah menunjukkan 20 hingga 34% pasien memiliki gangguan tidur yang bertahan setelah pemulihan selama berbulan-bulan,” sambungnya.

Dia menjelaskan, penelitian mengenai long Covid-19 yang dialami oleh pasien menunjukkan sekitar 70 persen dari mereka sulit tidur di malam hari.

Baca Juga: Tidak Ada Bukti Ilmiah Kuat Anak dan Remaja Sehat Perlu Divaksin Booster