Find Us On Social Media :

Pemerintah Pantau Pergerakan Masyarakat Jelang Ramadan, Berharap Omicron Bisa Dikendalikan

Menjelang Ramadan, pemerintah terus memantau tren dan pola tersebut serta optimis dapat menekan transmisi varian Omicron.

GridHEALTH.id - Selama dua tahun terakhir, pandemi Covid-19 memengaruhi kehidupan masyarakat, sehingga muncul pertanyaan apakah pandemi ini akan berakhir.

Pada akhir Desember 2021 lalu, dengan menurunnya kasus infeksi baru di Indonesia dan sedikitnya penderita yang perlu dirawat di rumah sakit, sejumlah pihak mengatakan bahwa Indonesia telah siap masuk ke tahap endemi.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, sejauh ini, Indonesia telah mengalami dua gelombang dalam perkembangan kasus Covid-19.

Melihat pemetaan secara global, terdapat banyak negara yang sudah mencapai gelombang keempat Covid-19, di mana jumlah kasus positif pada gelombang ini dapat mencapai tiga sampai enam kali lipat jika dibandingkan dengan tiga gelombang sebelumnya.

“Tentunya Indonesia pun tak luput dari peningkatan ini, melihat sifat virus Covid-19 yang tidak mengenal batas wilayah.

Saat ini pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mempersiapkan enam pilar transformasi untuk menangani Covid-19, yaitu transformasi layanan dasar kesehatan, transformasi sektor kesehatan, transformasi sistem kesehatan, pendanaan, transformasi sumber daya manusia, serta teknologi kesehatan,” ujar Budi Gunadi pada Asian Insights Conference 2022 DBS Bank yang engangkat tema “Economy and Environment: Towards a Revolutionary Future” secara daring. (24/02/2022)

Dalam kesempatan yang sama Sesditjen Kesehatan Masyarakat dan Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi  menjelaskan bahwa jika dibandingkan dengan gelombang kasus varian Delta pada pertengahan 2021, di mana puncak kasus positif mencapai angka 56.000, saat ini pemerintah melihat adanya tren peningkatan jumlah kasus dengan varian Omicron yang sudah menyentuh angka 64.700 pada pertengahan Februari 2022.

Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Akan tetapi, pemerintah terus memantau tren dan pola tersebut serta optimis dapat menekan transmisi varian Omicron.

Sedangkan pakar mikrobiologi Universitas Indonesia Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D mengatakan, varian Omicron yang mulai tersebar pada November 2021 tidak memiliki relasi dengan varian Delta yang muncul pada gelombang kedua. 

Baca Juga: Kemenkes Sebutkan, 80 Balita Meninggal Akibat Covid-19 Sejak Omicron Datang

Baca Juga: Waspada, Osteoporosis Tak Hanya Menyerang Lansia, Tapi Juga Orang Muda

Namun varian tersebut memiliki jumlah mutasi yang lebih banyak dibandingkan dengan virus-virus sebelumnya sehingga Omicron dapat beradaptasi dengan lingkungan yang menyebabkan penularan terjadi lebih cepat.

Kendati demikian, tidak seluruh mutasi dapat menguntungkan virus. Pada kasus Omicron, justru dengan adanya mutasi tersebut, varian ini tidak menimbulkan morbiditas atau gejala klinis yang berat.

“Pada dasarnya, risiko infeksi memiliki rumus, yaitu keganasan virus dikalikan dengan dosis virus, kemudian dibagi dengan kekebalan.

Kekebalan tersebut terbentuk dari vaksinasi maupun infeksi alami ketika seseorang terpapar virus. Berdasarkan atas studi yang dilakukan oleh FKM UI, Kementerian Kesehatan, dan LBM Eijkman, lebih dari 70% populasi masyarakat Indonesia telah memiliki antibodi, walaupun belum pernah dinyatakan positif Covid-19 maupun tervaksinasi, dan 90% dari populasi yang telah terkena Covid-19 dan tervaksinasi telah memiliki antibodi tersebut.

Maka, hal ini menunjukkan bahwa kekebalan terhadap virus telah terbentuk dalam masyarakat Indonesia,” tambah Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D.

Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D memaparkan bahwa dengan berkaca dari negara-negara lain, prediksi puncak kasus Covid-19, khususnya varian Omicron, muncul dalam dua sampai tiga bulan sejak kasus pertama terdeteksi.

Sehingga, diharapkan pola yang sama juga terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu memantau pergerakan masyarakat, terutama menjelang bulan Ramadan dan lebaran untuk mengurangi kerumunan.

Apabila hal tersebut berhasil dijalankan bersama upaya-upaya lainnya, maka diperkirakan bahwa Indonesia akan mencapai puncak kasus Covid-19 pada Maret 2022.

Siti Nadia Tarmizi berpandangan bahwa transisi dari fase pandemi menuju endemi bukanlah keputusan sepihak, melainkan membutuhkan pemberitahuan secara resmi dari WHO.

Baca Juga: 6 Kesalahan Sering Dilakukan, Bisa Melemahkan Sistem Kekebalan Tubuh

Baca Juga: 4 Pengobatan Rumahan Untuk Mendapatkan Kembali Indra Penciuman Secara Alami Pasca Sembuh dari Covid-19

Oleh karena itu, saat ini yang dapat dilakukan adalah mengadakan kebijakan-kebijakan yang menyeimbangkan kepentingan kesehatan dan juga kepentingan ekonomi, sehingga Indonesia dapat tetap bertumbuh secara finansial.

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara dan Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof. Tjandra Yoga Aditama mengatakan, Virus Covid-19 akan selalu ada dengan kemungkinan akan bermutasi ke varian-varian lain di masa yang akan datang.

Oleh karena itu, perlu untuk tetap diwaspadai. Walaupun jumlah kematian akibat Omicron lebih rendah dari varian Delta dan gejala yang ditimbulkan tidak separah gelombang-gelombang sebelumnya, namun korban jiwa tetap ada.

“Mengingat setiap nyawa masyarakat Indonesia berharga, maka diperlukan upaya maksimal dari pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang adaptif terhadap keadaan dengan mempertimbangkan saran-saran para ahli sehingga dapat mengatur laju penularan,” ujarnya. (*)

Baca Juga: Radang Tenggorokan Akibat Infeksi Bakteri Perlu Segera Ditangan

Baca Juga: 5 Cara Super Cepat Ini Untuk Mengatasi Stres Selain Bermeditasi