GridHEALTH.id - Curah hujan belakangan cukup tinggi mengguyur sejumlah kota yang ada di Indonesia.
Antara Oktobe dan November, merupakan musim pancaroba atau peralihan dari kemarau ke penghujan.
Memasuki musim hujan
Miming Sepudin selaku Koordinator Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menyebutkan musim hujan akan terjadi hingga Januari 2023.
Tercatat pada Dasarian II selama Oktober 2022, sebanyak 51,1 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim penghujan dan yang lainnya akan mengalami hal serupa pada awal November.
Terdapat sejumlah wilayah dengan potensi curah hujan tinggi sampai Desember 2022, di antaranya Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung.
Selain itu, juga di Bengkulu, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
"Pada periode Januari-Februari 2023, potensi curah hujan bulanan dengan kriteria tinggi berpotensi di sebagian wilayah, yaitu Aceh, Sumatera Selatan, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat hingga Jawa Timur, Yogyakarta, Kalimantan Barat dan Timur, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, Papua Barat, dan Papua," jelas Miming, dalam keterangan pers yang diterima oleh GridHEALTH.id, Selasa (25/10/2022).
Penyakit musim hujan
Dengan intensitas curah hujan tinggi, masyarakat harus siap menghadapi berbagai jenis masalah.
Mulai dari banjir, hingga gangguan kesehatan yang bisa timbul setelahnya, seperti diare atau infeksi kulit.
Baca Juga: Aneka Obat untuk Mengatasi Diare pada Bayi, Jangan distop
"Penyakit diare dan infeksi kulit merupakan dua penyakit yang sering kali menjadi ancaman saat terjadi bencana banjir," kata dr Ulul Albab, Sp.OG, Sekertaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).
"Pentingnya menjaga kesehatan dapat membantu mencegah terjadinya berbagai penyakit saat banjir," sambungnya.
Lebih lanjut dokter Ulul juga menyarankan agar masyarakat mempersiapkan jenis obat-obatan yang sekiranya akan dibutuhkan dan mempersiapkan diri dengan mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga, hingga perlengkapan lainnya.
"Apabila mengalami gejala penyakit penyerta di musim hujan, segera melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan terdekat, agar bisa segera mendapatkan penanganan secara cepat dan tepat" ujarnya.
"Mencegah lebih baik daripada mengobati, salah satu upaya pencegahan penyakit pasca banjir dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)," sambungnya.
Kerjasama Kalbe, IDI, dan BMKG
Dampak yang ditimbulkan dari banjir cukup besar bagi masyarakat. Selain dengan memberikan edukasi kesehatan, Kalbe juga menyalurkan donasi berupa kebutuhan pokok, pemeriksaan kesehatan, dan bantuan obat untuk 10.000 kepala keluarga yang terdampak.
Donasi tersebut diberikan di berbagai titik bencana di Indonesia, dengan total lebih dari Rp1.000.000.000.
"Kalbe Farma konsisten berupaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Selama tahun 2021, Kalbe Consumer Health telah berdonasi untuk korban bencana banjir di Tasikmalaya, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, banjir bandang di Sumedang, serta berbagai titik banjir lainnya," kata General Manager Comercial Kalbe Consumer Health, Kusianto Pramono.
Bersama IDI, Kalbe juga memberikan donasi berupa MCK umum di Desa Sunterjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Pada fase pra-bencana, Kalbe Consumer Health bersama dengan IDI dan BMKG, kemudian melakukan edukasi terkait potensi ancaman bencana, potensi ancaman kesehatan jika terjadi banjir, dan tips untuk tetap sehat.
Baca Juga: 4 Manfaat Buah Mengkudu, Membantu Mengatasi Kadar Gula Darah Tinggi
Kemudian ada juga fase bencana, apabila terjadi bencana berksala besar dan terdapat pengungsi lebih dari 100 kepala keluarga.
Pada fase tersebut, dilakukan pemberian bahan pokok dan air bersih, pemeriksaan kesehatan, dan obat seperti Entrostop untuk mengatasi diare serta Kalpanax untuk infeksi kulit.
Data Kementerian Kesehatan 2020, cakupan pelayanan penderita diare di Indonesia hanya sekitar 28,9%.
Angka kejadian pada balita paling tinggi di Nusa Tenggara Barat (61,4%) dan terendah di Sulawesi Barat (4%). Sementara di DKI Jakarta, sebesar 42,7%.
Pelayanan diare yang terbilang rendah, menyebabkan kematian 530 balita usia 29 hari-11 bulan dan 201 anak yang berusia 12-59 bulan pada 2020. (*)
Baca Juga: Simak Perbedaan Panu, Kudis dan Kurap Serta Cara Mengobatinya