Find Us On Social Media :

Kisah Dokter Hewan Cantik yang Dampingi Suami Penderita HIV AIDS 9 Tahun Tak Terinfeksi, anaknya Meninggal

Inilah kisah nyata penyintas HIV aids hingga memiliki komunitas

GridHEALTH.id - Inilah kisah dramatis realita yang terjadi di Jawa Barat, tepatnya di Sumedang. Seorang dokter hewan cantik setia dampingi suaminya yang HIV AIDS karena jarum suntik narkoba, tapi berakhir cerai.

Namun, dirinya bisa membangun komunitas HIV AIDS membantu ODHA, walau bukan penyintas HIV/AIDS.

Awal cerita dimulai dokter hewan cantik ini dengan kisahnya yang menceritakan, kurangnya edukasi dan pemahaman tentang HIV, membuat orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) sering kali mendapatkan perlakuan diskriminatif.

Padahal, penularan HIV tidaklah semudah yang dikira oleh banyak orang.

Tak sedikit dari mereka para ODHA yang berjuang untuk kesembuhannya sendirian.

Keluarga yang jadi salah satu pondasi untuk berjuang pun kerap kali tidak nyaman dengan para ODHA ini.

Dirinya sendiri menurut Rizti Agralina Barmana, seorang istri dengan suami HIV AIDS.

Perempuan kelahiran Sumedang, 7 April 1978 ini mampu bertahan selama 9 tahun mendampingi sang suaminya yang positif Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Rizti Agralina Barmana yang berprofesi sebagai dokter hewan ini mampu memotivasi sang suami untuk menjalani hidup secara sehat hingga saat ini.

Baca Juga: Inilah Kisah Seorang Penyintas HIV yang Sempat Diusir oleh Keluarga

Akhirnya Bercerai

"Sebelum bercerai pada tahun 2013, saya mendampingi suami yang divonis HIV itu selama 9 tahun," ujar Rizti kepada Kompas.com di Waroeng Kopi Boehoen, Sumedang kota, Selasa (30/11/2020) malam.

Rizti mengungkapkan, bahwa suaminya tersebut terinveksi HIV akibat jarum suntik narkoba yang digunakan sebelum menikah.

"Setelah menikah baru ketahuan positif HIV. Awal ketahuannya, saat itu, ada teman dekatnya yang meninggal, kemudian dia sakit berat."

"Karena dulu saling berbagi jarum suntik narkoba, saya sarankan periksa dan hasilnya ternyata memang positif HIV," tutur Rizti.

Rizti menyebutkan, kabar buruk tersebut menjadi momen terberat dalam hidupnya.

Terlebih, anak semata wayangnya yang masih berusia 2 tahun juga dipanggil Tuhan Yang Maha Esa karena terjatuh hingga meninggal.

"Saat itu, anak satu-satunya meninggal karena kecelakaan," tutur Rizti.

Rentan terhadap HIV dari suami, Rizti nekat melakukan hubungan tanpa alat kontrasepsi karena ingin memiliki momongan.

"Saking ingin punya anak lagi, saya berhubungan tanpa alat kontrasepsi. Tentu saja, ini bukan hal yang baik untuk dicontoh. Dan tiap empat bulan setelah berhubungan, saya tes HIV."

"Tapi Alhamdulillah, tiap tes itu, saya selalu negatif (HIV), waktu itu juga dokter heran karena hasil tes saya itu selalu negatif," kata Rizti.

Hingga akhirnya, Rizti justru bercerai dengan suami yang selama ini ditemaninya sejak mengidap HIV 9 tahun lamanya.

Baca Juga: Kasus HIV/AIDS di Gresik Meningkat, Hubungan Sesama Jenis Penyumbang Terbanyak

Membangun Komunitas

Rizti menyebutkan, pengalaman pahit hidup yang membuatnya memiliki sumber kekuatan untuk tetap menjalani hidup dengan penuh syukur.

Berkaca dari hal ini pula, Rizti akhirnya memutuskan untuk membentuk Komunitas Pita Merah.

Komunitas yang konsen membantu anak yatim piatu penderita HIV AIDS, ODHA maupun OHIDA untuk tetap semangat menjalani hidup.

Juga konsen terhadap berbagai permasalahan perempuan.

"Saya diberi cobaan begitu berat sekaligus anugerah tak terhingga, sehingga saya berpikir, hidup saya ini harus berguna bagi orang lain. Dari sini, saya bersama teman lainnya kemudian membentuk Komunitas Pita Merah," tutur Rizti.

Dalam komunitas Pita Merah ini, Rizti banyak menemukan kasus yang memprihatinkan lantaran banyak orang yang jauh dari perkotaan membuat minimnya informasi soal HIV/AIDS ini.

"Di Sumedang ini contohnya, saya menemukan kasus, pasangan suami istri yang mengidap HIV. Nyawa mereka tak tertolong karena minimnya informasi seputar HIV yang mereka terima."

"Mirisnya, karena minimnya informasi ini, pengidap HIV di wilayah pelosok ini menularkan penyakitnya ini kepada anak yang dilahirkannya. Padahal, penularan HIV kepada anak ini sangat bisa diminimalisasi jika saat proses kelahirannya dilakukan secara benar, misal melalui proses operasi sesar," kata Rizti.

Selain itu, banyak ditemukan kasus HIV yang banyak ditemukan bersama komunitasnya, yaitu berasal dari pasangan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).

Saat ini, kata Rizti, Komunitas Pita Merah yang dibentuknya ini sudah konsen di tiga daerah di Jawa Barat, diantaranya: Sumedang, juga ada di Sukabumi dan Kabupaten Indramayu.

Itulah kisah nyata penyintas HIV Aids yang temani sang suami hingga miliki komunitas.(*)

Baca Juga: Anak Kembali Jadi Korban, Kali Ini Seorang Bocah Asal Medan yang Harus Terdampak HIV Setelah Dijual Sebagai Budak Seks