Find Us On Social Media :

Sadis, Penyintas AIDS Sekaligus TBC di Bekasi Mendapat Perlakuan Diskriminatif Keluarga

Kurniawan, Penyintas Aids berbagi testimoni dalam Peringatan Hari Aids Sedunia dan HUT Dharmawanita di Kantor Bupati Bone Bolango, Jumat (2/11/2022).

GridHEALTH.id - Inilah kisah nyata penyintas HIV aids yang berjuang melawan sakitnya meski mendapatkan diskriminasi dari keluarga.

Dijelaskan pada laman nhs.uk (22/4/2021), bahwa HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang bisa merusak sel-sel dalam sistem kekebalan dan melemahkan kemampuan seseorang untuk melawan infeksi dan penyakit sehari-hari.

Sedangkan AIDS (acquired immune deficiency syndrome) adalah nama yang digunakan untuk menggambarkan sejumlah infeksi dan penyakit yang berpotensi mengancam jiwa yang terjadi ketika sistem kekebalan seseorang telah rusak parah oleh virus HIV.

Sementara AIDS tidak dapat ditularkan dari 1 orang ke orang lain, sedangkan virus HIV bisa.

Kurangnya edukasi ini, membuat sebagian orang justru merasa ketakutan saat teriveksi virus ini.

Bahkan, orang terdekat yang harusnya jadi pendukung justru merasa tak ingin tertular.

Sama halnya dengan kisah nyata penyintas HIV aids yang juga berjuang lawan sakit lainnya.

Penyintas Aids, Kurniawan mengisahkan perjuangan dirinya melawan sakit yang diidapnya.

Kurniawan mengaku diidentifikasi HIV di Rumah Sakit Umum Bekasi, Jawa Barat. Saat pertama kali diperiksa, Kurniawan dinyatakan telah stadium Aids.

"Pada waktu itu HB saya tinggal 2, ditambah lagi infeksi TBC," kata Kurniawan.

Pria yang kerap disapa Wawan ini sekarang mengaku sudah jauh lebih baik.

Baca Juga: Kisah Penyintas Keempat di Dunia yang Bisa Sembuh dari HIV AIDS

Dirinya juga sudah dinyatakan smebuh dari penyakit TBC.

Wawan terinfeksi virus HIV lewat jarum suntik. Kala itu, Ia mengatakan sempat jadi pecandu narkoba.

"Jarum suntik itu dipakai bergantian dan saya terpapar," ucap dia.

Wawan memiliki lima orang teman sesama pemakai narkoba, dan mereka telah meninggal dunia.

"Jadi yang tersisa hidup itu tinggal saya," imbuh dia.

Kurniwan jadi salah satu kisah nyata penyintas HIV aids yang mendapat stigma negatif dari keluarga.

"Saya mendapat perlakuan diskriminatif dengan cara dipisahkan alat makan, bahkan tempat tidur," lanjut dia.

Akhirnya dia memutuskan pergi ke satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khusus mendampingi para penderita HIV.

Wawan akhirnya diberikan penguatan informasi dan cara hidup setelah menderita Aids.

Kemudian, ia berobat ke Rumah Sakit Aloei Saboe untuk melanjutkan pengobatannya.

Bahkan dirinya kini telah bertugas sebagai mitra LSM di RS Aloei Saboe.

Baca Juga: Kisah Penyintas HIV, 21 Tahun Hidup Berdampingan dengan HIV Aids

Tugasnya mendampingi para orbit (penderita HIV-AIDS) untuk dukungan psikososial dan moral.

"Jadi kalau ada orbit baru mengetahui statusnya, saya memberikan motivasi kepada orbit itu," jelas dia.

Dia berpesan agar semua orang harus menerapkan triple eliminasi.

Pertama, 90 persen orang yang belum mengetahui status kesehatannya agar segera memeriksa status HIV nya.

Kedua, 90 persen orang yang sudah mengetahui status HIV agar segera mendapatkan pengobatan.

Selanjutnya, 90 persen orang yang sudah mendapatkan pengobatan HIV agar melakukan pemeriksaan secara mendalam.

Hal itu bertujuan mengetahui seberapa besar keberhasilan pengobatannya.

Kurniawan ini jadi salah satu orang yang memiliki kisah nyata penyintas HIV aids dengan kurangnya dorongan dari keluarga.

Maka dari itu, keluarga sebaiknya jadi salah satu lingkungan yang mendukung kesembuhan dari para pengidap HIV aids ini.(*)

Baca Juga: Kisah Dokter Hewan Cantik yang Dampingi Suami Penderita HIV AIDS 9 Tahun Tak Terinfeksi, anaknya Meninggal