GridHEALTH.id - Beberapa orang ini jadi kisah nyata penyintas HIV aids yang berjuang sembuhkan penyakitnya.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan penyakit.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi di mana HIV sudah pada tahap infeksi akhir.
Ketika seseorang sudah mengalami AIDS, tubuh tidak lagi memiliki kemampuan untuk melawan infeksi yang ditimbulkan.
Dengan menjalani pengobatan tertentu, pengidap HIV bisa memperlambat perkembangan penyakit ini, sehingga pengidap HIV bisa menjalani hidup dengan normal.
Sering kali, pengidap merasa menyerah dengan penyakit yang bersarang dalam tubuhnya tersebut.
Namun, berbeda dengan kisah nyata penyintas HIV aids dari beberapa orang ini.
Sean McKenna berjuang sembuhkan penyakit HIV
Sean McKenna (56) ini jadi salah satu orang dengan HIV (ODHIV) didiagnosis pada tahun 1992.
Dirinya minum 22 pil sehari dan berurusan dengan diare, nyeri sendi, dan HPV.
Dirinya bukan sekadar ODHIV, tetapi juga penyandang disabilitas yang tidak bekerja selama lebih dari 20 tahun.
Baca Juga: Gejala Infeksi HIV pada Anak, di Indonesia 12 Ribu Lebih Dibawah 14 Tahun Terinfeksi
McKenna sendiri telah selamat dari pneumonia pneumocystis dan penyakit komplikasi terkait HIV lainnya yang telah membunuh banyak rekannya.
Pada tahun 1996, McKenna selamat dari rawat inap PCP keduanya dan memakai obat antiretroviral, yang dikenal sebagai ARV.
Kondisinya tidak lagi mengancam jiwa, tetapi ia sendiri menderita gejala yang persisten, beberapa melemahkan dan akibatnya ia tidak bisa melakukan pekerjaan penuh waktu.
Banyak teman-temannya yang sudah meninggal atau terlalu sakit untuk bersosialisasi, dan tanpa pekerjaan, ia sering menghabiskan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan tanpa interaksi sosial yang berarti.
Pada saat terjadi epidemi AIDS, ia pernah menghadiri sekitar delapan pemakaman dalam sebulan.
Sekarang, McKenna mengatakan ada lebih banyak dukungan untuk orang yang hidup dengan HIV.
“Pada awalnya, orang-orang akan sering berkunjung untuk memeriksa keadaan saya, tetapi sekitar akhir 90-an, banyak orang yang meninggal karena AIDS, dan kemudian tidak ada lagi yang mengunjungi saya,” kenangnya.
McKenna mengaku bahwa dia mulai “tercerahkan” pada tahun 2012, ketika aktivis HIV terkemuka Spencer Cox meninggal setelah dia berhenti meminum obatnya.
“Orang-orang tidak mau memperhatikan saya pada awalnya. Mereka ingin berpikir bahwa ARV telah menyelesaikan segalanya,” katanya. Dan sedihnya, hampir tidak ada layanan untuk korban jangka panjang bahkan di New York City, AS.
Luigi Ferrer reka meninggalkan karir demi komunitas
Luigi Ferrer (60), telah didiagnosis HIV sejak 1985, bekerja penuh waktu dan hanya minum satu pil sehari.
Baca Juga: Sharing Ibu dengan HIV, Berjuang Buktikan Tak Tulari Suami dan Anak
Dia tidak mencari pengobatan atau minum obat dan terus mengejar gelar Ph.D. dalam oseanografi.
Luige Ferrer tidak memiliki gejala apa pun selama delapan tahun, tetapi berubah pada tahun 1993 ketika ia menderita infeksi ringan.
“Itu dimulai dengan bronchitis,” ujar.
“Ada hari-hari di mana saya rindu berada di laut untuk menyelam. Tapi saya tidak merasa punya pilihan: saya direkrut untuk pekerjaan ini. Pada saat itu, saya tidak pernah berpikir saya masih berada di sini untuk melakukan ini, “ ujar Ferrer yang kesehatannya sebagian besar sudah stabil sejak 1996.
Dalam pekerjaan layanan AIDS pertamanya, Ferrer berbagi kantor dengan kelompok dukungan dan advokasi biseksual setempat.
Saat ini ia juga menjadi dewan BiNet USA, jaringan biseksual nasional.
Scoot Kramer yang bagikan kisahnya pada generasi muda
Seperti Ferrer, Kramer menghabiskan beberapa tahun dalam penolakan setelah diagnosisnya.
Pada tahun 2005, ia memutuskan untuk meninggalkan kariernya sebagai desainer grafis dan menjadi pekerja sosial, khususnya untuk membantu orang lain yang didiagnosis dengan HIV.
Baca Juga: Sadis, Penyintas AIDS Sekaligus TBC di Bekasi Mendapat Perlakuan Diskriminatif Keluarga
Ia menghabiskan waktu berbicara dengan pria gay yang lebih muda tentang HIV dan seks yang aman.
Kramer mengatakan tidak ada kesadaran yang cukup tentang virus, mencatat bahwa Miami, AS, memiliki tingkat infeksi tertinggi di negara ini.
Itulah beberapa kisah nyata penyintas HIV/AIDS yang memiliki cerita masing-masing selama berjuang lawan penyakit mematikan tersebut.
Baca Juga: Kisah Penyintas Keempat di Dunia yang Bisa Sembuh dari HIV AIDS