GridHEALTH.id – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) masih tinggi di Indonesia.
Mengutip dari laman Sehat Negeriku Kementerian Kesehatan, hingga minggu ke-17 tahun 2024, tercatat 88.593 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan 621 kasus kematian di Indonesia.
Berdasarkan laporan, dari 456 kabupaten/kota di 34 provinsi, kematian akibat DBD terjadi di 174 kabupaten/kota di 28 provinsi.
Memasuki musim kemarau, masyarakat pun diminta untuk semakin waspada.
Pasalnya, musim kemarau diperkirakan akan meningkatkan frekuensi gigitan nyamuk.
Berdasarkan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak kemarau akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024.
Pada Juli 2024, kemarau diprediksikan terjadi di sebagian pulau Sumatera, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Kalimantan Barat, dan sebagian Kalimantan Utara.
Sedangkan pada Agustus 2024, kemarau diprediksi terjadi di sebagian Sumatera Selatan, Jawa Timur, sebagian besar pulau Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian besar pulau Sulawesi, Maluku, dan sebagian Pulau Papua.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Imran Pambudi menyampaikan, nyamuk akan sering menggigit ketika suhu meningkat saat musim kemarau.
“Jadi, kita dapat penelitian, waktu suhunya 25 derajat Celcius itu nyamuk menggigitnya 5 hari sekali. Tapi, kalau suhunya 20 derajat celcius, nyamuk akan menggigit 2 hari sekali. Ini dapat meningkatkan potensi kasus terjadi saat Juli dan Agustus saat suhu udara tinggi,” kata Direktur dr. Imran Pambudi saat temu media yang dilakukan secara luring di Kantor Kemenkes.
dr. Imran melanjutkan, kasus DBD di Indonesia mengalami pemendekan siklus, yang mengakibatkan peningkatan Incidence Rate (IR) dan penurunan Case Facility Rate (CFR).
Baca Juga: Musim Kemarau dan DBD, Musim Kemarau Meningkatkan Gigitan Nyamuk
“Terjadi pemendekan siklus tahunan dari 10 tahun menjadi 3 tahun bahkan kurang, yang disebabkan oleh fenomena El Nino,” kata dr. Imran.
Sebagai informasi, kasus DBD berhasil diturunkan sekitar 35% pada 2023 dan awal 2024.
Kendati demikian, pada minggu ke-22 2024, kasus DBD kembali mengalami kenaikan mencapai 119.709 kasus.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan total kasus DBD pada 2023 yang mencapai 114.720 kasus.
“Jumlah kasus DBD saat ini sudah lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kasus di tahun 2023,” jelas dr. Imran.
Meskipun kasus DBD meningkat, jumlah kasus kematian akibat DBD menunjukkan penurunan. Pada 2023, jumlah kematian akibat DBD mencapai 894 kasus, sedangkan pada 2024 minggu ke-22 terdapat 777 kasus kematian.
“Kunci penangananya yang saya lihat di DKI ini, begitu terdeteksi demam berdarah langsung masuk rumah sakit untuk diopname karena kalau pulang akan susah dilakukan monitoring, monitoring kebocoran cairannya itu susah. Itulah kunci untuk menurunkan case facility rate seminimal mungkin,” kata Direktur dr. Imran.
dr. Imran menjelaskan, berdasarkan data distribusi kasus DBD sesuai kelompok umur dalam tiga tahun terakhir, kelompok umur 15 hingga 44 tahun merupakan kelompok yang paling banyak terkena DBD dalam tiga tahun terakhir. Sedangkan, untuk kasus kematian akibat DBD dalam tujuh tahun terakhir, kelompok umur 5 hingga 14 tahun merupakan yang paling rentan.
“Kalau kita melihat dari kasusnya kita bisa lihat anak-anak memang lebih rentan untuk menjadi lebih buruk kondisinya,” lanjut dr. Imran.
Pada 2024, terdapat lima kabupaten/kota dengan jumlah kasus DBD tertinggi, yaitu Bandung, Depok, Tangerang, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur. Sementara itu, terdapat lima kabupaten/kota dengan jumlah kasus dengan IR tertinggi, yaitu Kendari, Gianyar, Kutai Barat, Klongkong, dan Tomohon.
Kasus kematian DBD terbanyak pada 2024 terjadi di lima kabupaten/kota, yaitu Bandung, Klaten, Subang, Kendal, dan Jepara. Sedangkan CFR tertinggi terdapat di lima kabupaten/kota yaitu Tidore Kepulauan, Purworejo, Mandailing, Barru, dan Surakarta.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Makanan Gizi Lengkap Keluarga Sehat, Ampuh untuk Meningkatkan Trombosit Saat DBD
dr. Imran menyampaikan, Kemenkes melakukan enam strategi nasional penanggulangan dengue sebagai respons kenaikan kasus DBD. Pertama, penguatan manajemen vektor yang efektif, aman, dan berkesinambungan. Kedua, peningkatan akses dan mutu tata laksana dengue.
Ketiga, penguatan surveilans dengue yang komprehensif serta manajemen KLB yang responsif. Keempat, peningkatan pelibatan masyarakat yang berkesinambungan. Kelima, penguatan komitmen pemerintah, kebijakan manajemen program, dan kemitraan. Keenam, pengembangan kajian, invensi, inovasi, dan riset sebagai dasar kebijakan dan manajemen program berbasis bukti.
Cara mencegah DBD saat musim kemarau
Musim kemarau sering kali meningkatkan risiko penyebaran DBD karena meningkatnya populasi nyamuk Aedes aegypti.
Berikut adalah beberapa langkah sederhana yang dapat membantu mencegah DBD saat musim kemarau:
1. Membersihkan genangan air: Hapus genangan air di sekitar rumah seperti vas, pot bunga, atau ember yang bisa menjadi sarang nyamuk.
2. Menggunakan kelambu: Pasang kelambu di tempat tidur untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk saat tidur.
3. Menggunakan repelan nyamuk: Gunakan repelan nyamuk yang mengandung DEET saat beraktivitas di luar ruangan.
4. Mengenakan pakaian tertutup: Kenakan pakaian yang menutupi tubuh, terutama saat berada di luar rumah pada waktu yang rentan terhadap gigitan nyamuk.
5. Menguras bak mandi dan kolam renang: Pastikan bak mandi dan kolam renang tidak mengalami genangan air yang berpotensi menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini, Anda dapat membantu melindungi diri dan keluarga dari risiko DBD saat musim kemarau.
Semoga bermanfaat! (*)
Baca Juga: Kasus DBD di Jakarta Mulai Menurun, Begini Cara Mudah Memberantas Sarang Nyamuk Selain Fogging