Find Us On Social Media :

Mengklarifikasi Kabar Miring yang Beredar Akan Perjanjian Pandemi (Pandemic Treaty)

Pandemic treaty tidak dimaksudkan untuk hilangnya otoritas kesehatan sebuah negara.

2. Proses Negosiasi Tertutup

Ada klaim bahwa proses negosiasi Perjanjian Pandemi dilakukan secara tertutup tanpa partisipasi publik.

Namun, kenyataannya, negosiasi melibatkan 194 negara anggota WHO dan berbagai pemangku kepentingan, termasuk badan PBB dan organisasi non-pemerintah.

WHO juga telah mengadakan dengar pendapat publik untuk memperoleh masukan tambahan.

3. Larangan Penggunaan Obat Tradisional di Indonesia

Isu lain yang disoroti adalah dugaan bahwa Perjanjian Pandemi akan mengakibatkan larangan penggunaan obat tradisional di Indonesia.

Prof. Wiku dan Kementerian Kesehatan RI menegaskan bahwa tidak ada pasal dalam perjanjian yang mengatur larangan semacam itu.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pun tidak mencantumkan denda sebesar Rp500 juta terhadap penggunaan obat herbal, seperti yang diklaim oleh beberapa narasi.

4. Potensi Pemberian Otoritas Absolut kepada WHO

Terakhir, ada klaim bahwa Perjanjian Pandemi akan memberikan WHO otoritas absolut yang mengikat secara hukum atas seluruh pemerintahan di dunia.

Prof. Wiku menjelaskan bahwa peran WHO adalah mendukung negara-negara anggotanya dalam mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Baca Juga: Bagaimana Posisi Indonesia Menanggapi Pandemic Treaty dan Peran WHO?