GridHEALTH.id – Kelainan ginjal pada anak memang menyeramkan. Siapapun tak ingin mengalaminya.
Pun taka da satu pun orangtua yang ingin anaknya mengalaminya.
Tapia pa mau dikataka, kelainan ginjal pada anak biasa dialami siapa saja dan kapan saja tanpa pandang bulu.
Sekarang yang harus kita ketahui adalah bagaimana cara mendeteksinya, supaya bisa diketahui sejak dini sehingga penanganannya bisa dilakukan sedini mungkin.
Baca Juga : Setop! Bercanda Tarik Kursi Ternyata Bisa Bikin Lumpuh Selamanya!
Harapannya supaya penanganan dan pengobatannya maksimal dan optimal. Siapa tahu, bisa disembuhkan.
Nah, cara mendeteksi kelainan ginjal pada anak menurut dr. Endang Lestari, S.pA dari RSAB Harapan Kita, Jakarta, dengan teknologi canggih terkini.
Salah satunya, kata Endang yang merupakan dokter anak subspesialisasi nefrologi, dengan bantuan USG dokter bisa menemukan kecurigaan adanya kelainan/gangguan pada ginjal dan sistem kemihnya.
Pada pembengkakan ureter, salah satu atau kedua ginjal janin tampak membesar.
Baca Juga : Terkenal Untuk Detok, Ini Manfaat Jahe yang Belum Banyak Diketahui
Pada beberapa kasus, misalnya hidronefrosis, ada beberapa dokter yang berani melakukan tindak penanganan saat bayi masih dalam kandungan.
Baca Juga : Diet Gagal Melulu, Hindari 10 Kesalahan Dalam Berdiet Berikut Ini
Meski biasanya tindakan baru dilakukan oleh dokter ginjal anak setelah bayi lahir.
USG umumnya digunakan untuk memastikan kondisi ginjal bayi. Setelah itu barulah dilakukan tindakan yang disesuaikan berdasarkan kondisi yang ditemui. Apakah lewat operasi, terapi, atau penyedotan cairan saja.
Sayangnya, ada juga gangguan ginjal bawaan yang tidak terdeteksi saat di dalam kandungan. Gangguan ini umumnya baru terdeteksi sesudah si bayi lahir dengan memperlihatkan tanda-tanda, di antaranya 2 hari tidak BAK, kesulitan kencing, atau ada benjolan di samping kanan/kiri perutnya.
Jika menemukan ciri-ciri tersebut biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut atau merujuk ke dokter anak yang mendalami ginjal guna mendapat pemeriksaan dan penanganan semestinya.
Sementara pada usia balita, kelainan ginjal bawaan umumnya baru bisa terdeteksi saat anak menunjukkan gejala.
Baca Juga : Satu Hari Pasca Kuret Akibat Keguguran Arumi Bachsin Kembali Bertugas, Begini Cara Perawatan Kuret yang Baik
Di antaranya sakit kala kencing, kencingnya sedikit-sedikit, kencingnya keruh, atau keluhan kencing yang dibarengi dengan naiknya suhu tubuh.
Sebagai penanganan pertama biasanya akan diberi obat untuk tenggang waktu 2 minggu. Jika gejala-gejala menghilang berarti tidak ada masalah berarti.
Namun perlu dicermati dengan saksama bila gejala serupa muncul kembali beberapa hari kemudian, atau meski sudah diobati kondisinya tak kunjung membaik.
Yang bersangkutan perlu penanganan spesifik berupa pemeriksaan ginjal untuk mengetahui apakah ada penyumbatan, mengalami pengecilan, atau ada tidaknya infeksi ginjal.
Sementara pada usia sekolah, anak dicurigai mengalami kelainan ginjal bawaan kalau anak mengeluh perutnya sering sakit.
Dari keluhan yang terlalu sering ini biasanya dokter akan melakukan USG. Nah, dari pemeriksaan inilah akan terlihat apakah anak memiliki dua ginjal sebagaimana mestinya atau mungkin malah hanya satu.
Baca Juga : Kandungan Urine di Kolam Renang Umum Setara 20 Galon Lebih, Dampaknya Bisa Rusak Jantung & Paru-paru!
Kista pada ginjal juga merupakan kasus kelainan ginjal bawaan yang sering terdeteksi di usia sekolah tanpa sengaja.
Misalnya, saat melakukan pemeriksaan untuk penyakit lain, kebetulan terdeteksi ada kista pada ginjalnya.
Menurut Endang, jika kistanya besar akan diambil, tapi jika kecil akan dibiarkan selama tidak menimbulkan masalah.
Bentuk kelainan/gangguan berikutnya adalah adanya sumbatan pada saluran kemih akibat kelainan ginjal bawaan.
Entah itu sumbatan antara saluran kemih dengan ginjal ataupun saluran kemih dengan kandung kemih. Kondisi ini biasanya terdeteksi kala anak mengalami infeksi saluran kemih.
Baca Juga : Ibu Hamil dengan Mata Minus Apa Iya Tidak Dapat Melahirkan Normal?
Seseorang yang mengalami infeksi saluran kemih biasanya akan mengalami beberapa gejala berikut, di antaranya perut bagian bawah sering terasa sakit, air seni berwarna keruh, anyang-anyangan (kencing sedikit-sedikit disertai perasaan tidak enak), sakit sewaktu buang air kecil atau keluhan lainnya, disertai demam tinggi yang tiada kunjung mereda meski sudah diberi obat penurun panas.
Semua keluhan tadi, kata Endang, bila bisa teratasi dengan obat, berarti bukan kelainan ginjal bawaan.
Sebaliknya, jika sudah diobati tidak kunjung membaik atau sembuh namun beberapa hari kemudian kambuh kembali, tidak bisa dipungkiri lagi yang bersangkutan mengalami kelainan ginjal bawaan.
Jadi, antara yang bawaan dan bukan bawaan memang tipis sekali perbedaannya.
Penanganan Kelainan Ginjal pada Anak Tak Melulu Harus Operasi.
Dalam kasus kelainan ginjal bawaan, penanganannya akan dilakukan secara bertahap.
Pertama, menangani komplikasinya dulu. Jika ada infeksi saluran kemih, infeksinya akan segera diatasi sambil dicari terus apa penyebabnya.
Kedua, setelah penyebabnya ditemukan tentu langkah selanjutnya adalah tindakan untuk menangani penyebabnya.
Bila akibat sumbatan, tentu akan diupayakan untuk menghilangkan sumbatan tersebut. Begitu juga kalau disebabkan oleh klep di kandung kemih yang tidak baik, akan dibuatkan klep baru. Demikian pula jika menemukan permasalahan lain.
Yang pasti tidak selamanya kelainan ginjal bawaan harus dituntaskan di meja operasi. Logikanya, bila masih bisa ditangani dengan cara/terapi nonbedah, kenapa harus memilih jalur operasi yang jelas-jelas tidak murah.
Contohnya, masalah refluks akibat kurang berfungsinya klep di kandung kemih. Kelainan stadium 1 atau 2 biasanya bisa ditangani dengan obat.
Selama proses pengobatan diharapkan terjadi proses pematangan/penyempurnaan klep tersebut secara alamiah.
Baca Juga : Gangguan Mata Rentan Dialami Ibu Hamil, Inilah Penyebab dan Solusinya
Nah, seiring bertambahnya usia anak dan selesai pula terapi obat tadi, dokter akan mengevaluasi kembali.
Jika penanganannya terlambat dan kurang tepat hingga infeksinya menjadi parah, besar kemungkinan anak akan mengalami gagal ginjal.
Kalau sudah begini tidak ada cara lain kecuali harus menjalani transplantasi ginjal atau cuci darah (hemodialisis).
Baik dialisis yang dilakukan dengan bantuan mesin khusus di rumah sakit maupun peritonial dialisis (cuci darah melalui perut) yang bisa dilakukan mandiri di rumah secara berkala setiap beberapa jam sekali.
Sebaliknya, jika sejak awal mendapat penanganan cepat dan infeksinya segera diatasi, ke depannya anak dengan kelainan ginjal dapat hidup normal tanpa keluhan apa pun. (*)
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar