GridHEALTH.id – Setelah mengetahui kamus kecil kedokteran yang mengulas mengenai apa itu Barium, uji Bernstein, CT Scan, Endoskopi, EEG, ECG, Metode Enzyme Immunoassay Dot, Intubasi.
Sekarang kita bahas kamus kecil istilah medis, apa itu Laparoskopi, Manometri, Parasentesis, Rontgen, tes TUBEX, MRI, USG, uji widal, secara sederhana dan jelas.
Semoga kamus kecil ini bisa memberi manfaat bagi kita, para orangtua selaku kalangan awam.
Baca Juga : Werewolf Syndrome, Kisah Bocah Langka di India yang Tubuhnya Dipenuhi Rambut
Manometri
Adalah pemeriksaan medis menggunakan alat yang disebut manometer.
Sebuah tabung dengan alat pengukur tekanan gas dalam cairan dimasukkan ke dalam kerongkongan. Dengan ini dokter bisa menilai apakah kontraksi kerongkongan dapat mendorong makanan secara normal atau tidak.
Parasentesis
Parasentesis adalah prosedur memasukkan jarum ke dalam rongga perut dan mengambil cairannya.
Dalam keadaan normal, rongga perut di luar saluran pencernaan hanya mengandung sejumlah kecil cairan.
Baca Juga : Ciri Khas Sakit Demam Berdarah Dengue dan Obat Tepat Untuk Mengatasinya
Cairan bisa terkumpul dalam keadaan-keadaan tertentu, seperti perforasi/kebocoran lambung atau usus, penyakit hati, kanker atau pecahnya limpa.
Nah, dalam kondisi-kondisi seperti itulah parasentesis digunakan untuk memperoleh contoh cairan yang diperlukan untuk pemeriksaan. Atau sekadar membuang cairan yang berlebihan. Yang pasti, pemeriksaan fisik (biasanya disertai dengan pemeriksaan USG) dilakukan sebelum parasentesis untuk memperkuat dugaan bahwa rongga perut mengandung cairan yang berlebihan.
Selanjutnya daerah kulit (biasanya tepat di bawah pusar) dibersihkan dengan larutan antiseptik dan pasien dibius lokal.
Melalui kulit dan otot dinding perut, dimasukkanlah jarum yang dihubungkan dengan tabung suntik ke dalam rongga perut dimana cairan terkumpul.
Baca Juga : Alami Depresi, Justin Bieber Rajin Olahraga Setelah Menikahi Hailey Baldwin
Baca Juga : Kebakaran Hutan di Riau, Dampaknya Mulai Gangguan Pernapasan Hingga Cacat Janin
Rontgen
Merupakan pemeriksaan medis menggunakan sinar X. Penggunaan sinar akan menghasilkan foto negatif yang memperlihatkan bagian dalam organ tubuh yang tidak terlihat secara kasat mata.
Di antaranya untuk mengevaluasi kondisi tulang, apakah patah atau tidak.
Namun perlu diwaspadai mengingat radiasi rontgen bisa membahayakan jika terlalu sering.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa seseorang sepanjang hidupnya tidak boleh lebih dari 500x menjalani pemeriksaan yang satu ini.
Ada juga anggapan dalam setahun maksimal 3x melakukan rontgen.
Baca Juga : Curhatan Sutopo Kepala BNPB, Kenakan Spinal Brace Demi Tulang Belakang yang Bengkok Akibat Kanker Paru
Tes TUBEX
Merupakan tes aglutinasi yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel berwarna.
Untuk meningkatkan sensitivitas, digunakanlah antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D.
Tes ini sangat akurat dalam mendiagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM namun tidak mendeteksi antibodi IgG.
Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX® ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal.
Baca Juga : Dikira Yoghurt, Kakek 90 Tahun Ini Makan Setengah Kaleng Cat Tembok
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Merupakan gambaran potongan bagian tubuh tertentu menggunakan daya magnet superkuat mengelilingi bagian tubuh tersebut.
Berbeda dengan CT Scan, MRI tidak menggunakan sinar X. Salah satu kelebihannya, MRI sama sekali tidak berbahaya karena hanya menggunakan medan magnet kuat dan radiasi yang non-ionizing dalam jalur frekuensi radio.
Kelebihan lainnya, adalah kualitas/resolusi gambar yang dihasilkan lebih baik dibanding CT Scan hingga amat berguna untuk scanning otak dan tulang belakang.
Meski untuk kondisi tertentu, semisal cacat tulang, CT Scan dianggap lebih berguna. Yang juga harus digarisbawahi, pasien dengan benda asing dalam tubuhnya, seperti logam berupa serpihan peluru atau implant, maupun tulang buatan dari titanium, tentu saja tidak boleh menjalani pemeriksaan MRI.
Soalnya, benda-benda logam tadi tentu menghasilkan medan magnet yang kuat hingga akan mengacaukan pemeriksaan.
USG (Ultrasonografi)
Pada dasarnya, prinsip USG sama dengan teknologi deteksi kapal selam yang menggunakan sonar/gelombang suara berfrekuensi tinggi.
Gelombang suara inilah yang kemudian diarahkan ke organ tubuh yang hendak dievaluasi.
Asalkan dapat memantulkan gelombang suara frekuensi tinggi, setiap organ dalam tubuh sebetulnya dapat diperiksa menggunakan USG. Dari jantung, hati, kantong empedu, pankreas, ginjal, kandung kemih, sampai rahim.
Akan tetapi ada pula organ yang tidak bisa tertangkap, yaitu organ yang berisi rongga udara karena kurang mampu memantulkan gelombang suara berfrekuensi tinggi. Di antaranya paru-paru, lambung, dan usus.
Pemeriksaan USG dapat mendeteksi berbagai kelainan, seperti pembengkakan atau penyusutan organ secara detail.
Baca Juga : Studi : Beras Hitam Jauh Lebih Sehat Untuk Penderita Diabetes
Dari tumor berdiameter 5 mm, batu pada kandung empedu ataupun ginjal, bahkan sampai nanah pada organ tertentu dalam tubuh.
Tak hanya itu. USG juga ampuh untuk mendeteksi adanya cairan, perdarahan ataupun kebocoran dalam organ dalam tubuh. Bahkan perkembangan teknologi terkini, selain mencapai 4 dimensi, USG sekarang bisa dimanfaatkan sebagai tuntunan saat melakukan biopsi/pengambilan jaringan dalam organ tubuh.
Tentu saja pemeriksaan USG tak bisa dilakukan sembarang orang. Melainkan harus yang benar-benar terampil dan harus memiliki sertifikat khusus untuk itu.
Uji Widal
Uji Widal merupakan metode serologi baku yang rutin digunakan sejak 1896. Uji Widal dipakai untuk memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama hingga terjadi aglutinasi.
Teknik aglutinasi/penggumpalan ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test).
Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan. Sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.
Sayangnya pemeriksaan ini sering menimbulkan kerancuan hingga berpeluang mengakibatkan kesalahan diagnosis.
Baca Juga : 4 Pemain Cedera dalam Manchester United VS Liverpool, Ternyata Cedera Ini Kerap 'Hantui' Pemain Bola!
Dalam penelitian didapatkan infeksi virus yang sering menjadi penyebab demam pada anak dan orang dewasa ternyata juga dibarengi dengan peningkatan hasil widal yang tinggi pada minggu pertama.
Dengan kata lain, interpretasi uji Widal harus memerhatikan beberapa faktor, antara lain stadium penyakit, faktor penderita seperti status imunitas dan status gizi yang dapat memengaruhi pembentukan antibodi, gambaran imunologis masyarakat setempat (apakah termasuk daerah endemis atau nonendemis), faktor antigen dan sebagainya.
Kelemahannya, sulitnya melakukan interpretasi hasil, membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan terhadap penderita demam tifoid.
Meski hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi).
Baca Juga : 5 Bahan Alami Ini Terbukti Ampuh Hilangkan Selulit Setelah Melahirkan
Itulah mengapa, meski telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point).
Pada uji Widal seharusnya ditentukan pula titer dasar (baseline titer). Pada anak sehat di daerah endemis, seperti Indonesia, akan didapat peningkatan titer antibodi O dan H. (*)
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar