GridHEALTH.id - Kuteks banyak digemari karena bisa mempercantik penampilan kuku dengan aneka warna.
Tapi sayangnya, kuteks juga mengandung bahan kimia yang bisa menganggu hormon di dalam tubuh manusia.
Melansir Kompas.com, kandungan bahan kimia berbahaya di dalam kuteks dinamakan triphenyl phopshte atau TPHP.
Baca Juga : Diet Mediterania Diprediksi Jadi Diet Terbaik 2019, Ini Alasannya
Penelitian yang dilakukan The Environmental Working Group dan Duke University mengatakan, TPHP biasa digunakan untuk membuat plastik dan untuk penghambat api dalam furnitur yang menggunakan busa.
Dalam penelitian ini, peneliti menguji urin dari 26 wanita sebelum dan sesudah menggunakan kuteks.
Peneliti mencari Diphenyl Phosphate (DPHP), zat kimia yang dibuat oleh tubuh ketika memetabolisme TPHP.
Hasilnya, 2-6 jam setelah memoles kuteks, urin 24 dari 26 wanita ini mengandung DPHP yang lebih tinggi dibanding sebelum menggunakan kuteks.
TPHP dapat mengganggu hormon manusia. Pada hewan, TPHP dapat mengganggu proses reproduksi dan perkembangan.
Meski demikian, perusahaan kosmetik tetap menggunakannya karena zat tersebut membuat kuteks lebih fleksibel dan awet.
Hasil dari penelitian itu menunjukkan, wanita memiliki TPHP lebih tinggi dibanding pria karena kaum wanita banyak menggunakan produk berbahan kimia.
Di sisi lain, tidak hanya kandungan TPHP saja, aroma yang dikeluarkan saat menggunakan pewarna kuku ini pun berisiko jika terhirup terus-menerus.
Menurut dr. Michael F Roizen, M.D. dan Mehmet C Oz, M.D, seorang penulis buku 'YOU: The Owner's Manual for Teens: A Guide to a Healthy Body and Happy Life' yang dilansir dari Grid.ID, tidak sedikit bahan kimia beracun yang terkandung dalam sebuah pewarna kuku.
Baca Juga : Konsumsi Timun Ternyata Bisa Turunkan Kadar Gula Darah, Cari Harus Tahu Aturan Makannya
Phthalates yang digunakan sebagai pelarut untuk warna, dianggap cukup berbahaya untuk sistem saraf.
Adapun benzofenon yang terkandung di dalamnya dapat menyebabkan kanker.
Oleh karena itu, dr Roizen dan Oz juga menyarankan agar tidak mengganti kuteks beberapa kali dalam seminggu.
"Jika perlu menggunakan cairan penghapus pewarna kuku, hindari yang mengandung aseton tinggi. Penggunaan aseton yang berlebihan sakan memberi dampak negatif dan berakibat fatal bagi mata, saraf, bahkan paru-paru," ujar dr Roizen dan dr Oz.
Lalu bagaimana cara menggunakannya agar aman?
Menggunakan cat kuku dan pembersihnya bebas bahan kimia
Menurut Ahli Kuku, Lynn Dray, sebagian besar bahan kimia jahat telah dihilangkan dari kuteks, sehingga wanita sekarang bisa menggunakannya selama yang ia mau.
"Namun, Anda harus tetap harus memeriksa cat kuku yang bebas dari bahan formaldehyde (pengawet), toluene (pelarut), paraben (pengawet sintetis) dan camphor (yang memberikan hasil akhir yang mengkilap dan mencegah retak).
Kami sarankan unutk menghapus cat kuku setidaknya setiap tujuh hari dengan penghilang non-aseton, karena aseton bisa sangat mengeringkan pelat kuku, menyebabkan pengelupasan dan kelemahan. Kuku jari tangan tumbuh 3mm sebulan, sehingga butuh waktu empat hingga enam bulan untuk pulih dari kerusakan ini,” ujar Gray, yang dilansir dari Telegraph.co.uk.
Istirahatkan kuku
“Cat kuku sering kali dapat menyebabkan kuku Anda menguning, mengelupas, atau mengering,” kata pakar kaki dan pendiri merek kecantikannya sendiri, Margaret Dabbs.
Dabbs juga mengatakan bahwa orang berkulit putih ternyata mempunyai kuku yang lebih rentan rusak daripada mereka yang berkulit lebih gelap.
Terlebih pada bagian kuku kaki mereka yang tumbuhnya lebih lambat dari kuku jari.
"Kuku di kaki Anda membutuhkan waktu dua kali lebih lama untuk tumbuh daripada kuku Anda, jadi memberi mereka kesempatan untuk bernapas adalah hal yang vital, jika tidak, butuh waktu sembilan bulan bagi mereka untuk pulih dari kerusakan.”
Jangan hirup
Jangan hirup bau kuteks yang muncul setelah diaplikasikan.
Bau tersebut bisa merupakan indikasi bahwa kuteks mengandung bahan yang berbahaya. Jadi, lakukan di ruang dengan ventilasi yang baik.
Baca Juga : 5000 Bayi di Indonesia Berisiko Alami Tuli Kongenital Atau Tuli Sedari Lahir, Bagaimana Mencegahnya?
Source | : | Kompas.com,Grid.ID,telegraph.co..uk |
Penulis | : | Rosiana Chozanah |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar