GridHEALTH.id – Belum lama ini nama Indonesia kembali harum di kancah ilmiah pelajar internasional.
Setelah dua siswi SMAN 2 Kota Palangkaraya Kalteng diganjar penghargaan medali emas di Seoul, Korea Selatan.
Baca Juga: Dari Rambut Rontok Sampai Dermatitis Seboroik, Ini Dampaknya Kalau Tidak Menjaga Kebersihan Helm
Dua siswi ini bernama Aysa Aurealya Maharani dan Anggina Rafitri ini berhasil meraih Gold Medals pada ajang World Invention Creativity (WICO) di Seoul, Korea Selatan.
Keduanya mengenalkan akar bajakah tunggal yang tumbuh di tanah Kalteng.
"Akar bajakah tunggal ini ada di tanah Kalteng, bisa menyembuhkan kanker payudara. Tidak diketahui banyak mayarakat secara luas," papar Aysa, membuka pembicaraan saat berbincang dengan Kalteng Pos, Kamis (1/8/2019).
Hasil lab membuktikan kandungan akar bajakah antara lain saponin, alkoloid,steroid, terpenoid, flavonoid, tanin, dan phenolic yang dapat menyembuhkan tumor ganas.
"Kandungan dalam akar bajakah tersebut membuktikan bahwa akar bajakah ini dapat menyembuhkan kanker payudara," kata Aysa.
"Orang-orang pedalaman ini meyakinkan bahwa akar bajakah bisa menyembuhkan kanker payudara, banyak orang-orang terdahulu membuktikan," tegasnya meyakinkan.
Proses pembuatannya pun tidak sulit, akar bajakah dikeringkan terlebih dahulu.
Dapat secara manual dengan sinar matahari ataupun dikeringkan melalui oven.
Baca Juga: Gelar Acara Baby Shower, Posisi Tidur Istri Ahok, Puput Nastiti Devi Perlu Diperhatikan
Selanjutnya ditumbuk menggunakan alat tumbuk manual atau bisa juga dengan menggunakan blender.
Penelitian tim ini dilakukan selama kurang lebih tiga bulan.
Uji coba yang dilakukan Aysa dan Anggina pertama kali dilakukan pada tikus putih.
Hasilnya selama sekitar dua minggu sel tumor yang ada ada tikus putih menghilang.
"Bahkan tikus tersebut dapat tumbuh besar dan berkembang biak, sel tumor yang sebelumnya positif menjadi nol sentimeter," kata Anggi.
Hasil inilah yang akhirnya dikemas menjadi sebuah karya ilmiah dan ikut lomba pada ajang Youth National Science Fair 2019 (YNSF) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung.
Dengan capaian tersebut mereka berhasil membuktikan bahwa generasi muda suku dayak Kalteng juga memiliki kualitas.
Kesuksesan Aysa Aurealya Maharani dan Anggina Rafitri di kancah internasional ini langsung menjadi buah bibir dan menjadi berita yang viral.
Baca Juga: Studi: Puasa Untuk Kesehatan 3 Hari Memperbarui Sistem Kekebalan Tubuh
Tak lama setelah viral berita tentang akar bajakah tersebut, banyak bermunculan pedagang dadakan akar bajakah dengan iming-iming obat kanker, juga ampuh obati kanker payudara.
Munculnya pedagang akar akar bajakah ini pun menjadi viral.
Pertanyaannya, apakah benar penemuan dua remaja siswi SMA yang meraih penghargaan Gold Medals pada ajang World Invention Creativity (WICO) di Seoul, Korea Selatan, yang mengangkat akar bajakah itu adalah obat? Dan sudah bisa dijadikan salah satu terapi pengobatan kanker, khususnya kanker payudara?
Padahal yang namanya obat itu struktur farmakologisnya harus diketahui secara pasti.
Inilah yang harus kita pahami bersama.
Untuk kita ketahui, obat baru ditemukan prosesnya tidak cukup dalam waktu tiga bulan.
Tapi membutuhkan waktu yang sangat panjang alias lama, bisa bertahun-tahun.
Sebab, melansir Seminar Pesat 2019 dalam sesi Cerdas Menggunakan Obat yang dibawakan oleh dr. Purnawati, SpA(K) dari Yayasan Orangtua Peduli (YOP), sebuah obat harus melalui uji laboratorium yang panjang; identifikasi zat aktif, seleksi zat aktif, pengujian calon obat.
Lalu harus mengantongi ijin otorisasi untuk bisa melakukan langkah selanjutnya, yaitu percobaan klinis sebagai obat baru yang diinvestigasi.
Nah, dalam uji klinis ini melibatkan manusia.
Uji klinis sebuah obat harus melalui empat fase. Tujuannya tidak lain supaya memastikan obat tersebut aman, memastikan obat tersebut efektif, dan memastikan dosis minimalnya.
Fase I: melakukan uji ke sejumlah kecil pasien (20-80 objek) untuk: mengetahui reaksi tubuh manusia terhadap obat, besarnya dosis (dimulai dari dosis terkecil), cara pemberian, efek sampingnya.
Fase II: melakukan uji ke ratusan orang, untuk: mengetahui efektivitas (obat memperkecil tumor atau memperbaiki hasil tes darah si kanker?)
Fase III: menguji ke ratusan-ribuan orang - statistik representative; kelompok obat vs placebo. Memperkuat informasi safety.
Fase IV (postmarketing trial); mencatat ESO pasca pemasaran obat; mengetahui keunggulan si obat.
Hal ini semua harus tegak dengan azas kehati-hatian.
Beda dengan suplemen, apalagi jamu.
Suplemen dan juga jamu dengan nama lain herbal, tidak menjalani uji klinis, tidak diketahui cara kerjanya, tidak diketahui keamanannya, juga tidak diketahui kandungan aktif-nya.
Selain itu, mengenai akar bajakah yang sekarang ini sedang heboh, menurut Abdul Karim, pegawai Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng yang biasa masuk hutan, melansir Banjarmasin Post, mengimbau warga agar tidak sembarangan mengonsumsi akar tersebut.
Menurutnya akar bajakah ada ratusan jenis. "Ada jenis akar bajakah yang beracun. Ini yang harus diketahui oleh pencari akar bajakah untuk obat," ujarnya.
Malah dosen Program Studi Biologi FMIPA ULM Witiyasti Imaningsih menyatakan terlalu dini mengatakan akar bajakah bisa jadi obat kanker.
"Langkah pengujian yang dilakukan belum selengkap uji obat kanker. Baru uji in vitro. Hanya mendeteksi senyawa kimia dan kandungan antioksidannya," kata dia, Kamis (15/8).
Baca Juga: Dampak Negatif Deterjen, Bisa Sebabkan Banyak Masalah Kesehatan Hingga Mencemarkan Lingkungan
Apalagi jenis akar bajakah banyak. “Perbedaan varietas juga berpengaruh terhadap khasiatnya. Sangat mungkin kandungan fitokimianya berbeda juga," paparnya.(*)
Source | : | kompas,Banjarmasin Post.co.id,Pesat 2019 Jakarta |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar