GridHEALTH.id – Menurut WHO, Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada irisan, atau organ, atau tempat yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri saat dilakukannya proses operasi, yang terjadi dalam waktu 30 hari-120 hari setelah operasi.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Bagaimana Nasib Rakyat Miskin Pemegang Kartu Indonesia Sehat?
Beberapa kasus SSI yang relatif ringan dapat diobati dengan cepat.
Tapi jika dibiarkan dan tidak mendapatkan penanganan sesuai standar medis yang benar, maka infeksi yang terjadi dapat memburuk.
Mengharuskan pasien menjalani operasi ulang, atau malah berujung pada kematian.
Bisa jadi kondisi itu yang terjadi pada kasus Aldi di Malang (11/2016), setelah operasi patah tulang akibat jatuh dari motor, beberapa waktu kemudian Aldi harus rela kakinya yang dioperasi tersebut diamputasi karena membusuk.
Melansir Kompas.com (12/11/2016, 12:59 WIB), Aldi yang merupakan anak kedua dari pasangan Slamet dan Suratin jatuh dari atas motor pada 10 Juni di depan rumahnya di Jalan KH Malik Dalam, Kelurahan Buring, Kecamatan Kedung Kandang, Kota Malang.
Akibatnya, ia mengalami patah tulang di bagian kaki kirinya. Kemudian ia dibawa ke Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar. Lalu dioperasi.
Kepala Bidang Pelayanan Medis pada Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar, Saifullah Azmiragani mengatakan, sudah tidak ada pilihan lain selain memotong kaki bocah yang masih duduk di kelas V Madrasah Ibtidaiyah (setara SD) itu.
"Dari klinisnya sudah menghitam. Tidak semua penyakit itu bisa diatasi karena dokter juga punya keterbatasan. Itu memang risiko yang harus dihadapi," katanya saat menerima kedatangan Aldi di ruang IGD Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar.
Kasus lainnya yang sempat heboh adalah yang menimpa Inne Firmawati (23) asal Cibinong, Bogor, Jawa Barat.
Baca Juga: Ternyata Stres Bisa Sebabkan 10 Penyakit Ini, Salah Satunya Bisa Sebabkan Kematian Dini
Melansir poskotanews.com (7 Agustus 2015, 16:36 WIB), Inne Firmawati diberitakan mengalami luka infeksi usai operasi sesar di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong Kabupaten Bogor. Jahitan bekas operasinya terbuka.
Untuk kedua kasus di atas tidak ada keterangan resmi apakah SSI atau bukan.
Namun, seperti yang telah disebutkan di atas, SSI adalah infeksi pada irisan, atau organ, atau tempat yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri saat dilakukannya proses operasi, yang terjadi dalam waktu 30 hari-120 hari setelah operasi.
Nah, yang harus kita ketahui bersama adalah, sebenarnya pencegahan SSI ini sudah ada dan bisa dilakukan.
Malah World Health Organization (WHO), Centres for Disesase Control (CDC) dan American College of Surgeons (ACS), telah mengatur pencegahan terjadinya SSI.
Itu semu atertuang dalam Global Guidelines for the Prevention of Surgical Site Infection.
Guidelines pencegahan SSI tersebut dikeluarkan oleh WHO pada bulan November 2016, terdiri dari 29 jenis rekomendasi yang meliputi 23 topik pencegahan SSI sebelum – selama dan setelah operasi.
Di Indonesia sendiri, pencegahan dan pengendalian infeksi sudah diatur di Peraturan Menteri Kesehatan (PMK), nomor 27.
Salah satunya dengan merekomendasikan surgical bundle sebagai pedoman untuk dikerjakan disetiap prosedur pembedahan yang harus dipertimbangkan oleh tenaga kesehatan.
Baca Juga: Hati-hati, Hand Sanitizer Jenis Ini Bisa Bikin Anak Iritasi Mata
Mengenai hal ini GridHEALTH.id dibantu oleh Johnson & Johnson, beruntung bisa sharing langsung dengan Prof. David John Leaper, DSc, MD, ChM, FRCS, FACS, FLS, salah satu pendiri dan mantan Presiden dari Surgical Infection Society di Eropa serta Ketua dari NICE Guideline Development Group of SSI.
Menurut Prof. Leaper, SSI ini adalah masalah serius dan besar, tidak boleh dianggap remeh.
Satu hal yang musti kita ingat, bakteri ada dimana-mana, dan bakteri bisa menyebabkan infeksi. Bakteri diobati dengan antibiotik. Tapi sayangnya superbugs, bakteri kebal antibiotic, sudah teripta.
Semua luka operasi, baik kecil, besar, apapun bentuknya, berisiko SSI.
Nah, infeksi SSI disebabkan oleh bakteri. “Karenanya, lebih baik kita mencegah supaya SSi tidak terjadi, daripada mengobatinya. Apalagi SSI itu sebenarnya bisa dihindari,” tegas Prof. Leaper.
Prof Leaper menjelaskan, ”Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya SSI berdasarkan guidelines WHO dan NICE adalah mempersiapkan kulit sebelum melakukan prosedur operasi pada lokasi bedah.”
Baca Juga: Hati-hati, 5 Gangguan Mata ini Disebabkan Polusi di Musim Kemarau
Caranya, lanjut Prof. Leaper, menggunakan preparat alkohol yang mengandung klorheksidin.
Guideline yang sama juga merekomendasikan untuk menggunakan benang antimikroba yang dilapisi oleh triclosan antiseptic.
Sudah ada bukti Level 1 A bahwa benang antimikroba secara signifikan dapat mengurangi risiko SSI.
Catatan penting dari Prof. Leaper, walau sudah ada guidelines untuk SSI dari WHO, CDC, NICE, juga pemerintah Indonesia, untuk memastikan agar ini terus berlanjut dibutuhkan komitmen yang kuat dan kolaborasi dari semua sektor, termasuk pemerintah, sektor swasta dan tenaga kesehatan untuk menegakkan Global Guidelines for the Prevention of Surgical Site Infection.
Masih menurut Prof. Leaper, ingat SSI bisa mengakibatkan pasien menjalani rawat inap lebih lama, bisa hingga 7-10 hari, bahkan lebih.
Juga, pasien bisa kehilangan produktivitasnya, “Belum lagi biaya yang dikeluarkan sangat besar, bisa hingga $ 400 bahkan $ 30.000, dan ini bukan biaya sedikit.”
Baca Juga: Sembuhkan 'Sakit Mata' atau Iritasi Mata Merah Ini di Rumah
Mengingat masalah SSI ini masalah semua pihak, tak terkecuali swasta, PT Johnson & Johnson telah melakukan berbagai inisiatif untuk mengurangi risiko terjadinya SSI di sejak tahun 2017.
Program yang telah dilakukan dalam tiga tahun terakhir ini adalah; melakukan pertemuan awal dengan beberapa pihak terkait, yaitu; PERDALIN; Surgical Infection Society Indonesia; Infection Prevention Control Nurse (IPCN) di rumah sakit perwakilan Kementerian Kesehatan; menyelenggarakan simposium yang berjudul “The Journey of SSI Prevention Symposium” di Jakarta dan Medan, serta melakukan sosialisasi terkait WHO Guidelines tentang cara pencegahan SSI ke seluruh tenaga kesehatan di Indonesia.
Baca Juga: Anak Hobi Berenang, Hati-hati Kandungan Urine di Kolam Renang Bisa Bikin Iritasi Mata
”Kami berharap bahwa edukasi yang telah kami lakukan secara berkelanjutan terkait dengan pencegahan SSI dapat dilakukan secara merata di Indonesia dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait pencegahan SSI terhadap masyarakat umum maupun para tenaga kesehatan,” papar Devy Yheanne, Country Leader of Communications and Public Affairs PT Johnson & Johnson, yang berharap besar kasus SSI dapat menurun di Indonesia.(*)
Source | : | Kompas.com,GridHealth.ID,poskotanews.com |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar