GridHEALTH.id - Daging ayam merupakan daging unggas terfavorit yang dikonsumsi masyarakat Tanah Air.
Tapi awas, zaman sekarang banyak yang nakal, memilih daging ayam bukanlah perkara mudah.
Baca Juga: Keluarganya Vegetarian, Bayinya Sakit-Sakitan, Diperiksa Dokter Ternyata Mengalami Gizi Buruk
Mendeteksinya dengan hanya sekali melihat tentu tak bisa dijadikan patokan.
Membedakan daging ayam segar dengan ayam tiren juga patut menjadi hal yang harus diutamakan.
Jangan seperti seperti Weni (37) warga Lorong Kedukan Darat, Kecamatan Sebrang Ulu I Palembang, yang mengalami nasib sial karena ayam tiren.
Awal mula kejadiannya pada Juni 2019 lalu. Melansir Tribunsumsel.com (Selasa, 4 Juni 2019 16:25), Weni memasan 88Kg ayam kepada Nila (40), warga Lorong Kedukan Laut, yang sehari-hari berjualan ayam di pasar 4 Ulu Palembang.
Singkat cerita, ayam yang diberikan kepada Weni oleh Nila itu adalah ayam tiren alias ayam mati kemarian (bangkai).
Tentu Weni komplen kepada Nila. Eh, Weni malah dihakimi secara verbal dan fisik. Akibatnya korban mengalami luka fisik di dagu dan bibirnya.
Sambil membawa barang bukti berupa ayam tiren yang diterimanya, Weni bersama temannya kemudian membuat laporan ke Polresta Palembang, Selasa (4/6/2019).
Baca Juga: Jangan Sepelekan! Kebiasaan Pagi Hari Ini Bisa Sebabkan Kanker, Mana yang Sering Dilakukan?
Kejadian di atas adalah pelajaran berharga bagi kita semua sebagai konsumen.
Direktur Halal Center Fakultas Peternakan UGM, seperti dilansir dari Sajiansedap.com, Nanung Danar Dono PhD menyebutkan, setidaknya ada delapan ciri ayam tiren yang bisa diamati.
Menurut Nanung, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah penampilan warna kulitnya.
Kulit ayam sehat berwarna kuning muda segar, sedangkan kulit ayam tiren berwarna putih kelabu kusam.
Selain warna, tekstur kulit juga bisa membedakan mana daging ayam segar dan mana ayam tiren.
Kulit ayam sehat ketika diraba akan terasa halus dan lembut dengan lubang pori bekas cabutan bulu yang menutup rapat.
Sementara kulit ayam tiren terasa kasar saat diraba dan nampak pori-pori bekas cabutan yang tidak menutup rapat.
"Ketiga perhatikan lipatan sendinya. Jika dilipat atau ditekuk, sendi-sendi ayam sehat lentur, sedangkan pada ayam tiren terasa kaku dan tidak elastis," tambah Nanung.
Nanung mengatakan, ciri lain ayam tiren adalah warna dagingnya.
Hal ini bisa dapat terlihat ketika kulit ayam dikelupas.
Jika ayam sehat maka warnanya merah muda segar karena darah keluar maksimal.
Sementara ayam tiren berwarna merah tua kecokelatan karena darah tidak keluar maksimal.
Selain itu, ketika ditekan maka permukaan daging ayam sehat terlihat lentur elastis dan kembali ke posisi normal.
Sedangkan daging ayam tiren cenderung cekung atau lebam serta tidak elastis atau tidak kembali ke posisi normal.
"Bisa juga dilihat dari harga. Harga ayam sehat tentu normal, sedangkan harga ayam tiren sangat murah, bisa separuh atau bahkan bisa kurang dari separuh harga normal," bebernya.
Nanung menjelaskan, aroma daging ayam sehat memiliki harum normal, sedangkan daging ayam tiren berbau busuk.
Daging ayam tiren berbau busuk karena darah tidak keluar dan menjadi timbunan makanan yang berlimpah bagi bakteri pembusuk.
"Lalu perhatikan juga bekas sembelihan di leher. Bekas sembelihan pada ayam sehat nampak terbuka lebar, sedangkan pada ayam tiren nampak sempit dan rapih, seperti bekas kertas yang digunting, sangat rapi," pungkasnya.
Selain itu, melansir litbang.pertanian.go.id, perhatikan juga; dagaging ayam tiren beraroma agak amis, berwarna kebiru-biruan, pucat dan tidak segar.
Kalau dipegang kulitnya licin dan mengkilat, karena pakai formalin.
Terdapat bercak-bercak darah pada bagian kepala atau leher ayam, dan biasanya harganya lebih murah.
Hal ini penting diperhatikan, karena ayam tiren tidak layak konsumsi, selain pastinya tidak halal, juga bisa merugikan kesehatan manusia yang mengonsumsinya.
Daging ayam tiren banyak mengandung bakteri merugikan kesehatan, juga penyebab kanker.(*)
Source | : | sajiansedap.com,Tribunsumsel.com,litbang.pertanian.go.id |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar