GridHEALTH.id –Sepertinya hampir semua orang pernah mengalami sakit kepala dan flu.
Karenanya kedua penyakit ini disebut penyakit yang umum terjadi.
Padahal sakit kepala dan flu itu bukan penyakit. Itu adalah sebuah warnring dari tubuh yang memberitahukan kepada kita bahwa ada sesuatu yang menyerang atau tidak beres di dalam tubuh kita.
Hal itu pula yang terjadi pada McKennah Carter (20).
Melansir Intisari.id dari dailymail.co.uk pada Selasa (3/12/2019), Carter mengelami sakit kepala dan flu hingga berhari-hari, bahkan hingga sebulan.
Baca Juga: Selain Begadang, 10 Kebiasaan Umum Ini Tanpa Disadari Dapat Membahayakan Ginjal
Sadar sakitnya sudah lama, Carter memeriksakan kondisi sakitnya ke dokter.
Dokter melakukan pemeriksaan. Entah karena penyakitnya yang dahulu taoi sudah dintakan sembuh, kanker, dokter pun melakukan pemeriksaan MRI padanya.
Hasilnya mengejutkan, dari CTS scan otaknya, dokter menemukan bahwa dia memiliki lima tumor otak, dengan yang tersebar berukuran satu inci.
Penting diketahui, pada tahap awal tumor otak tidak menimbulkan gejala yang jelas.
Gejala seperti sakit kepala akan terasa jelas ketika tumor sudah berkembang dan menekan saraf.
Misalnya, sering terbangun karena sakit kepala bisa menjadi pertanda tumor otak.
Berikut ini sakit kepala yang mengarah pada tumor otak dilansir dari WebMD antara lain:
1. Sakit kepala yang membuat kita terbangun di pagi hari
2. Sakit kepala yang selalu berubah posisinya
3. Sakit kepala yang tidak hilang meski konsumsi obat penghilang rasa sakit
4. Sakit kepala yang berlangsung selama berhari-hari dan berminggu-minggu
Selain itu, sakit kepala karena tumor otak juga diikuti gejala lainnya. Mulai penurunan berat badan, penglihatan kabur, kejang, gangguan pendengaran, mati rasa dan sebagainya.
Informasi lengkap mengenai gejala tumor otak bisa KLIK DI SINI.
Pada kasus Carter, dari hasil pemeriksaan, dokter malah menyebutkan selain tumor otak ada 5 buah di kepalanya, kanker sudah menyebar ke hati, paru-paru, dan tulangnya.
Carter didiagnosis menderita kanker kulit stadium empat (jenis paling mematikan) yang telah menyebar dari tahi lalat di punggungnya (kasusnya dulu).
“Saya tak bisa berkata-kata,” ungkap Carter.
“Dokter mengungkapkan bahwa kanker itu tidak hanya menyebar ke otak saya, tetapi ke hati, paru-paru, tulang, dan kelenjar getah bening.”
Walau masih terkejut, Carter tidak menyerah.
Sejak itu, dia mulai menerima radioterapi untuk membunuh sel-sel kanker. Hanya saja tumor tetap ada dan kondisinya memburuk.
Pada Desember 2018 lalu, Carter terpaksa menjalani operasi otak pertamanya untuk mengangkat tumor yang mulai berdarah.
Baca Juga: Seledri Lalapan Khas Sunda Membuat Rambut Bayi Lebat dan Hitam
Februari, ia melakukan operasi keduanya untuk menghilangkan satu tumor yang memberi tekanan pada saraf optiknya dan memengaruhi penglihatannya.
Tetapi pada bulan April, dokter mengatakan kepadanya bahwa perawatannya tidak berhasil dan tumor di hatinya terus tumbuh.
Mereka mengatakan padanya untuk bersiap menghadapi yang terburuk.
“Untuk pertama kalinya, saya merasa saya benar-benar bisa mati.”
Baca Juga: Bukan Hanya Asap Rokok, Asap Pembakaran Sampah 350 Kali Lipat Lebih Berbahaya dan Mematikan!
Sebagai upaya terakhir, Carter mendaftar untuk uji klinis terapi limfosit infiltrasi tumor (TIL) pada bulan Oktober 2019 kemarin.
Perawatan ini melibatkan pengangkatan sel T pasien (sel yang melawan kanker yang dilepaskan oleh sistem kekebalan), lalu menumbuhkannya dalam jumlah besar di laboratorium.
Setelah dipanen selama dua minggu, mereka kemudian dipindahkan kembali ke tubuh pasien.
Dalam jumlah yang lebih tinggi, sel T lebih kuat melawan tumor agresif.
Diketahui cara ini menghentikan perkembangan tumor pada sekitar 16 persen pasien. Walau kemungkinannya yang tipis, Carter tetap positif.
“Semua hal yang terjadi pada saya membuat saya menjadi orang yang lebih kuat, lebih berani, dan lebih damai.”
Hingga kini, Carter masih menjalani perawatan untuk berusaha bisa sembuh.(*)
Source | : | WebMD,dailymail.co.uk,intisari.id,GridHealth.ID |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar