GridHEALTH.id - Dylan Carr mengalami kecelakaan di ruas Tol JORR Cikunir, Bekasi, Jawa Barat.
Akibat kecelakaan tersebut, Dylan Carr harus diberikan perawatan intensif, bahkan menurut ayah Dylan, Terrence Carr menginformasikan bila Dylan terpaksa harus dibuat koma, atau induced coma.
Melansir laman WebMD, induksi koma biasanya dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pembengkakan otak.
Setelah menjalani induksi koma, pasien biasanya akan menjalani tindak pembedahan (operasi) untuk mengurangi tekanan dan pendarahan pada otak, serta mendapat beberapa obat-obatan untuk mengurangi rasa sakit.
Baca Juga: Viral Polisi Paksa Berhenti Sopir Ambulans Akibat Suara Sirine, Begini Aturan Soal Sirine Ambulans
Namun siapa sangka kecelakaan tragis yang membuat Dylan Carr menjalani operasi pengangkatan tengkorak akibat pembengkakan otak itu menyebabkan pecah tangis para sahabatnya.
Semua cerita tersebut hampir ditulis di semua media. Tapi tak banyak yang tahu apa yang terjadi pada Dylan Carr paska kecelakaan yang dialaminya itu.
Malah itu yang bisa membuat kita mengelus dada dan geleng-geleng kepala.
Karena hanya karena masalah administrasi Dylan Carr yang sudah berdarah-darah malah muntah darah, sesampainya di rumah sakit malah dicuekin.
Dylan Carr tidak mendapat penanganan segera.
Dylan Carr saat itu dikira petugas rumah sakit tidak bisa membayar biaya tindakan yang akan diberikan rumah sakit kepadanya.
Baca Juga: Aziz Thekool Orang Pertama Indonesia yang Melakukan Tatto Bola Matanya Sendiri, Modalnya Sosmed!
"Gue juga cuma diceritain doang, awalnya gue masuk jam berapa, mestinya langsung masuk di operasi. Tapi enggak dioperasi soalnya pada takut enggak bayar," kata Dylan dalam Vlog Aish TV, seperti dikutip Kompas.com, Rabu (4/12/2019).
"Ya sudah gue digeletakin doang katanya," ujar Dylan lagi kepada sahabatnya Ammar Zoni.
Padahal, menurut Dylan, saat itu ada banyak temannya yang bersedia menjamin pembayaran operasi Dylan.
Sayang pihak rumah sakit masih belum percaya.
"Ujung-ujungya, yang paling keras ngomongnya Om Maldo, gue diceritain nih, katanya 'kayak gimana pun pokoknya anak ini langsung di operasi, berapa uang muka, saya bayar dulu'," kata Dylan menirukan perkataan Maldo.
Meski diperlakukan seperti itu, Dylan enggan memberitahu nama rumah sakit yang dimaksud.
Dylan hanya berkata bahwa akhirnya dia langsung dioperasi begitu dipindah ke rumah sakit kedua.
"Habis itu dipindah ke rumah sakit kedua, baru di operasi," ucap Dylan.
Mengenai kejadian tersebut, melansir persi.or.id, jika kita merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien, BAB II Kewajiban Rumah Sakit, Bagian Kesatu Umum, Pasal 2 butir 1, disebutkan dengan jelas bahwa, Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban:
(b) Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
(c) Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
Melansir hukumonline.com, dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (“UU Rumah Sakit”) juga dikenal istilah gawat darurat.
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 2 UU Rumah Sakit.
Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf c UU Rumah Sakit, rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya.
Jadi, seharusnya korban kecelakaan yang mengalami keadaan gawat darurat tersebut harus langsung ditangani oleh pihak rumah sakit untuk menyelamatkan nyawanya.
Nah, apabila rumah sakit melanggar kewajiban yang disebut dalam Pasal 29 UU Rumah Sakit, maka rumah sakit tersebut dikenakan sanksi admisnistratif berupa (Pasal 29 ayat (2) UU Rumah Sakit); teguran, teguran tertulis; atau denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.(*)
Source | : | Kompas.com,WebMD,Hukumonline.com,persi.or.id |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar