GridHEALTH.id - Hipertensi palsu atau terselubung acap kali didapatkan dalam pengukuran tekanan darah di rumah sakit atau klinik.
Hipertensi terselubung adalah keadaan dimana tekanan darah normal saat diukur di klinik, namun pemantauan di rumah rerata tekanan darahnya >135/85 mmHg.
Baca Juga: Ikan Gabus Solusi Luka Cepat Kering Pasca Sesar, Ini Buktinya
Hipertensi terselubung ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan risiko stroke dan komplikasi seperti gagal jantung dan gagal ginjal.
Sedangkan hipertensi palsu ditandai dengan tingginya tekanan darah pada pengukuran di klinik atau rumah sakit, namun pada hasil Pengukuran Tekanan Darah di Rumah (PTDR) rerata tekanan darahnya normal yaitu ≤ 135/85 mm Hg.
Batasan untuk hipertensi dengan PTDR memang lebih rendah dibandingkan pengukuran di klinik.
Baca Juga: Buah Memang Kaya Serat, Tapi Ada Lo, yang Justru Bikin Sembelit!
Jadi PTDR dapat digunakan untuk memantau tekanan darah pada pasien hipertensi yang mendapat pengobatan maupun tidak; menilai efektivitas pengobatan, dan sebagai dasar penyesuaian dosis.
Kelebihan PTDR, dengan melakukan PTDR diharapkan kesadaran pasien akan kesehatannya meningkat sehingga kepatuhan untuk konsumsi obat juga membaik.
Kenapa PTDR harus ditekankan kepada masyarakat? Karena hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, menunjukan prevalensi stroke berdasarkan diagnosis pada penduduk berusia ≥15 tahun adalah 10,85%3.
Sedangkan menurut data Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada 2016, stroke menempati peringkat ke-2 sebagai penyakit tidak menular penyebab kematian dan peringkat ke-3 penyebab utama kecacatan di seluruh dunia.
Hipertensi merupakan penyebab utama stroke di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Untuk itulah, mencegah dan mengobati hipertensi penting dilakukan dalam upaya mencegah terjadinya stroke.
Pengukuran Tekanan Darah di Rumah Solusi Mencegah Stroke Bagi Pasien Hipertensi dan Bukan.
Menurut dr. Eka Harmeiwaty, SpS, dokter spesialis saraf (Neurologist), “Hipertensi adalah faktor risiko paling sering menyebabkan terjadinya stroke iskemik dan stroke hemoragik. Angka prevalensi hipertensi pada orang dewasa di Indonesia meningkat dari 25,8% di tahun 2013 menjadi 34,1% di tahun 2018. Artinya, saat ini 3 di antara 10 penduduk Indonesia yang berusia 18 tahun ke atas adalah penderita hipertensi”, paparnya.
Ia menambahkan, ”Berdasarkan Indonesian Stroke Registry yang dilakukan di 18 rumah sakit pada 2014, hasilnya menunjukkan dari 5.411 pasien stroke, 67% adalah stroke iskemik dan 33% stroke hemoragik perdarahan1. Angka ini berbeda dengan data global yang menyebutkan insidens stroke iskemik adalah 80-85% dan stroke hemoragik 15-20%”.
Baca Juga: Tidak Melulu Kurang Serat, Deretan Penyakit Ini Juga Bisa Sebabkan Sembelit
Hipertensi menyebabkan stroke iskemik dan stroke hemoragik melalui mekanisme yang berbeda.
Tekanan darah yang tinggi akan merusak elastisitas pembuluh darah di otak, dinding pembuluh darah menebal dan mempermudah terbentuknya plak.
Keadaan ini akan membuat lumen pembuluh darah menyempit dan tersumbat. Akibatnya otak tidak bisa mendapat suplai oksigen dan nutrisi yang akan menyebabkan kerusakan hingga kematian sel saraf di otak.
Selain itu hipertensi kronis akan menyebabkan penipisan dinding pembuluh darah arteri yang lebih kecil, dan menyebabkan terbentuknya gelembung yang bisa pecah sewaktu-waktu.
Darah yang keluar dari pembuluh darah akan menekan sel saraf di sekitarnya dan menyebabkan kerusakan.
Baca Juga: Creambath Saat Hamil Tak Bisa Sembarangan, Bisa Bahayakan Janin!
Tubuh mempunyai kemampuan mengabsorbsi darah, sehingga bila perdarahan tidak luas pemulihannya akan lebih baik dari stroke penyumbatan.
Namun bila perdarahan luas akan berakibat fatal.
Gejala stroke selalu muncul mendadak, hanya progresivitasnya bisa bertahap atau langsung parah.
Gejala yang muncul berhubungan dengan fungsi bagian otak yang terkena, namun yang paling sering ditemukan adalah kelumpuhan ekstremitas satu sisi, kesemutan, wajah mencong dan pelo.
Gejala stroke bisa pula berupa gangguan bahasa, gangguan memori, gangguan penglihatan, gangguan menelan, suara sengau, gangguan koordinasi dan gangguan keseimbangan, perubahan perilaku juga bisa terjadi karena stroke dan acapkali diangap sebagai gangguan jiwa.
Oleh karena itulah, dr Eka menekankan kepada kita semua, terkhusus pasien hipertensi yang rawan terkena stroke, ”Dalam upaya pencegahan stroke, target tekanan darah pagi hari dengan PTDR adalah <135/85 mmHg. PTDR sebaiknya dilakukan pada pagi dan malam hari. Pada pagi hari dilakukan 1 jam setelah bangun tidur, pasien telah buang air kecil, sebelum sarapan dan sebelum minum obat. Bila melakukan olah raga harus beristirahat dulu selama 30 menit."
"Sedangkan PTDR pada malam hari pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum tidur. Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal 2 kali setiap pemeriksaan dengan interval 1-2 menit. Untuk diagnosis hipertensi diambil dari rerata dari hasil pengukuran kedua pemeriksaan dalam waktu minimal 3 hari atau lebih (sangat dianjurkan selama 7 hari) yang berurutan."
Masih menuruit dr. Eka, "Selama pengukuran yang bersangkutan tidak boleh berbicara atau mengobrol dan sangat dianjurkan menggunakan alat pengukur yang tervalidasi. Pengukuran dilakukan di lengan, bukan di pergelangan tangan kecuali untuk orang dengan obesitas, bila tidak tersedia ukuran cuff yang sesuai.”
Penting juga diketahui, 25% stroke yang terjadi merupakan stroke berulang. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian obat anti hipertensi secara bermakna dapat mengurangi risiko stroke dan stroke yang berulang untuk pasien pasca stroke dengan tekanan darah > 140/90 mmHg.
Ada beberapa golongan obat antihipertensi yang direkomendasikan untuk pencegahan stroke primer ataupun sekunder karena dapat mengurangi variasi tekanan darah dan bekerja dalam 24 jam atau lebih, diantaranya adalah golongan Calcium Channel Blocker (CCB).
Salah obat yang termasuk golongan CCB untuk mencegah stroke adalah Nifedipine dengan teknologi OROS.
Asal tahu saja, dengan teknologi Osmotic Controlled Release Oral Delivery System (OROS), obat cukup diminum satu sehari dan pelepasan dosis obat stabil selama 24 jam.(*)
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar