4. Masalah kesehatan terkait perubahan hormon
Sekitar satu tahun sebelum operasi, pasien akan menjalani terapi hormon. Laki-laki yang ingin menjalani operasi transgender perlu menempuh terapi estrogen untuk memunculkan ciri reproduksi feminin.
Sementara itu, perempuan yang ingin menjalani prosedur ini akan mendapatkan prosedur testosteron guna mendapatkan efek sebaliknya.
Baca Juga: Virus Demam Babi Afrika Menyerang Bali, Ratusan Ternak Mati, Bahayakah Bagi Manusia ?
Kedua hormon ini tidak luput dari efek samping. Terapi estrogen bisa meningkatkan risiko pembentukan gumpalan darah pada paru-paru dan pembuluh darah di area kaki. Kondisi ini tentu dapat memicu komplikasi saat pelaksanaan operasi.
Sementara itu, terapi testosteron bisa meningkatkan tekanan darah, penurunan respons tubuh terhadap insulin, dan perubahan abnormal pada jaringan lemak. Perubahan ini tentu memicu peluang munculnya obesitas, hipertensi, serta diabetes di kemudian hari.
5. Masalah psikologis atau kesehatan mental
Direktur ARIF, Chris Hyde, mengatakan, ada ketidakpastian tentang apakah mengubah organ intim seseorang adalah hal yang baik atau buruk.
"Masih ada sejumlah besar orang-orang yang menjalani operasi ganti kelamin tetapi tetap trauma, sering sampai pada titik melakukan bunuh diri," katanya.
ARIF yang memberi saran kepada NHS di West Midlands tentang bukti perawatan kesehatan, menemukan bahwa sebagian besar penelitian medis tentang pergantian organ intim tidak dirancang dengan baik.
Melihat penjelasan tersebut dengan segala risikonya, tak heran Millen Cyrus tidak berminat melakukan operasi ganti kelamin.(*)
#berantasstunting
Source | : | WebMD,Grid.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar