GridHEALTH.id - WHO mendefinisikan bahwa diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering dari biasanya, tiga kali atau lebih dalam satu hari.
Perlu diketahui jika menderita diare kurang dari 14 hari, penderita mengalami diare akut, dan jika lebih dari 14 hari, sudah dipastikan penderita mengalami diare kronis/persisten. Selain itu ada 3 derajat dehidrasi diare yang tak kalah pentingnya untuk diketahui;
1. Diare tanpa dehidrasi, ciri-cirinya jika pada balita, ia tetap aktif, memiliki keinginan untuk minum seperti biasa, mata tidak cekung, dan turgor atau tingkat kelenturan kulit kembali segera. Namun,balita akan kehilangan cairan <5% dari berat badan.
2. Diare dehidrasi ringan/sedang, biasanya balita mengalami gelisah atau rewel, mata cekung, rasa haus meningkat, turgor kembali lambat, dan kehilangan cairan 5-10% dari berat badan.
3. Diare dehidrasi berat, ditandai dengan lesu/lunglai, mata cekung, malas minum, turgor kembali sangat lambat > 2 detik, dan kehilangan cairan >10% dari berat badan.
Secara umum, penyebaran diare biasa terjadi melalui infeksi (kuman-kuman penyakit) seperti bakteri, virus, dan parasit.
Baca Juga: Studi: Rajin Konsumsi Probiotik Bantu Cegah Diare Akibat Antibiotik
Baca Juga: Korban Bertambah, Pemerintah Bentuk Gugus Tugas Protokol Kesehatan Penanganan Virus Corona
Biasanya menyebar melalui makanan/minuman yang tercemar atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Penyebaran bisa juga terjadi karena menurunnya daya tahan tubuh yang disebabkan kurangnya asupan ASI kepada bayi sampai 2 tahun atau lebih.
Asal tahu saja, di dalam ASI terdapat antibodi yang dapat melindungi bayi dari kuman penyakit. Kurang gizi/malnutrisi terutama anak yang gizi buruk akan mudah terkena diare.
Pada usia balita, bila sering terjadi diare, anak bisa mengalami trauma, apalagi kalau lingkungannya kurang mendukung.
Misalnya, karena bolak-balik buang air besar, bahkan sampai mengotori rumah, lalu mendapat teguran, anak ini bisa trauma karena dimarahi dan merasa bersalah. Anak bisa juga kesal atau kesakitan karena harus bolak-balik ke kamar mandi untuk dibersihkan.
Padahal, penyebab munculnya diare belum tentu dari dirinya, tetapi dari lingkungan yang buruk.
Padahal, yang paling penting soal penyebaran diare adalah tergantung pada perilaku dan faktor lingkungan.
Penyakit diare adalah penyakit yang berbasis lingkungan yang faktor utamanya dari kontaminasi air atau tinja yang berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat.
Untuk mengatasi penyakit diare, berikut tindakan pencegahan dehidrasi yang bisa dilakukan di tingkat rumah tangga jika balita mengalami diare;
Baca Juga: Akibat Anak Hidungnya Tersumbat, Orangtua Sedot Ingus , Bisa Merusak Rongga Hidung!
- Jika masih ASI, berikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya. Jika anak mendapat susu selain ASI, kurangi pemberian susu tersebut dan tingkatkan pemberian ASI.
- Pemberian oralit untuk mencegah dehidrasi sampai diare berhenti.
- Memberikan obat Zinc yang tersedia di apotek, Puskesmas, dan rumah sakit. Diberikan sekali sehari selama 10 hari berturut-turut meskipun diare sudah berhenti.
Zinc dapat mengurangi parahnya diare, mengurangi dursi dan mencegah berulangnya diare 2 sampai 3 bulan ke depan.
- Memberikan cairan rumah tangga, seperti sayur, kuah sup, dan air mineral.
Baca Juga: WHO Ingatkan Jangan Ada Satu Negarapun Klaim Bebas Corona, Sindir Indonesia?
Baca Juga: Sering Sendawa? Waspadai Adanya Gejala Penyakit Ini!
- Segera membawa balita diare ke sarana kesehatan. (*)
#berantasstunting
Source | : | kemenkes.go.id,Warta Korta |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar