GridHeALTH.id - Peneliti Universitas Tulane telah mengembangkan obat baru yang efektif terhadap kasus malaria yang tidak parah, menurut hasil dari uji klinis yang diawasi FDA yang diterbitkan dalam edisi terbaru The Lancet Infectious Diseases.
Hasilnya signifikan karena para ahli kesehatan masyarakat telah lama memperingatkan bahwa parasit yang bertanggung jawab untuk sebagian besar kasus malaria, Plasmodium falciparum, sedang mengembangkan resistensi terhadap pengobatan yang banyak digunakan.
Maka obat-obatan baru diperlukan untuk membangun pertahanan sekunder terhadap galur parasit yang resistan terhadap obat.
Obat, yang disebut AQ-13, mampu membersihkan parasit yang bertanggung jawab atas penyakit dalam waktu seminggu, sesuai dengan efektivitas rejimen pengobatan yang paling banyak digunakan.
"Hasil uji klinis sangat menggembirakan," kata Dr. Donald Krogstad, penulis senior dan profesor kedokteran tropis di Sekolah Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Tropis Universitas Tulane, dikutip dari Science Daily (09/03/20).
"Dibandingkan dengan rekomendasi lini pertama saat ini untuk pengobatan malaria, obat baru ini memberikan hasil yang lebih baik," imbuh Krogstad.
Baca Juga: Calon Ibu Kota Baru Diserang Wabah Malaria, Warga Penajam Waspada
Baca Juga: Penyebab Glaukoma Ternyata Bukan Cuma Diabetes, Ini Penjelasannya
Nyamuk yang terinfeksi oleh parasit menyebarkan malaria, menyebabkan lebih dari 200 juta penyakit di seluruh dunia dan lebih dari 400.000 kematian setiap tahunnya.
Selama beberapa dekade, klorokuin digunakan untuk mengobati malaria sampai Plasmodium falciparum mengembangkan resistensi.
Sekarang, kombinasi obat - artemether dan lumefantrine - adalah pengobatan utama untuk malaria meskipun resistensi juga berkembang terhadap kombinasi obat di beberapa negara.
Para peneliti merekrut 66 pria dewasa di Mali dengan malaria tanpa komplikasi, yang didefinisikan sebagai malaria yang tidak mengancam jiwa.
Setengahnya diobati dengan AQ-13 dan setengah lainnya menerima artemeter dan lumefantrine. Kedua kelompok obat memiliki tingkat kesembuhan yang sama.
Namun, lima peserta dalam kelompok AQ-13 meninggalkan penelitian atau mangkir dan dua peserta dalam kelompok artemeter / lumefantrine mengalami kegagalan pengobatan terlambat dengan kekambuhan infeksi asli mereka.
Para peneliti berharap untuk memperluas pengujian obat ke lebih banyak peserta, termasuk wanita dan anak-anak, sebelum dapat secara luas direkomendasikan sebagai pengobatan baru.
Baca Juga: Iri Pada Teman yang Jarang Sakit? Contek Gaya Hidup Sehatnya Seperti Ini
Baca Juga: 6 Ciri Asuransi Kesehatan yang Baik, Paling Penting Sangat Mudah Bila Ada Klaim
Krogstad mengatakan bahwa bioteknologi yang sama yang membantu tim mengembangkan obat baru juga telah mengidentifikasi obat serupa yang juga menjanjikan terhadap parasit yang resistan terhadap obat. (*)
#berantasstunting
The
Source | : | Science Daily,WebMD,The Lancet |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar