GridHEALTH.id - Beberapa waktu lalu peneliti di China mengumumkan klorokuin fosfat dapat dijadikan obat untuk pasien virus corona (Covid-19).
Dilansir dari tribunnews.com (20/2/2020), klorokuin fosfat sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.
Pasalnya klorokuin fosfat sempat dijadikan obat malaria yang sempat mewabah di tanah air.
Alhasil temuan tersebut membuat para peneliti di Indonesia menguji tanaman kina yang diketahui memiliki kandungan klorokuin fosfat juga.
Dalam studi vitro baru-baru ini, Guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjajaran, Keri Lestari mengungkapkan klorokuin fosfat dapat memblokir infeksi Covid-19.
Meski begitu, ternyata penggunaan klorokuin fosfat, obat malaria, untuk mengobati virus corona masih menjadi perdebatan.
Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sampai membantahnya.
Baca Juga: Anies Ajak Warga DKI Jakarta Terapkan 4 Langkah Masif Cegah Covid-19
Disisi lain, Pakar Farmakologi & Clinical Research Supporting Unit, FKUI, dr Nafrialdi juga masih meragukan klorokuin fosfat untuk mengobati virus corona.
Pasalnyamayoritas penderita Covid-19 dinyatakan sembuh dengan sendirinya.
"Walaupun tidak pakai klorokuin, banyak pasien corona yang sembuh. Jadi, bagaimana menyimpulkan bahwa sembuhnya karena klorokuin?," kata dr Nafrialdi dilansir dari Kompas.com (12/3/2020).
Baca Juga: Awas! Kutu Mudah Bersarang Di Kulit Kepala Anak, juga di Rambut Kemaluan
Menurutnya masyarakat jangan terburu-buru menetapkan klorokuin fosfat sebagai obat untuk mengobati virus corona.
Sebab, hingga saat ini belum ada uji klinis yang meyakinkan tentang klorokuin yang diklaim dapat sembuhkan Covid-19.
"Lagi pula ini (klorokuin) belum di-approve oleh WHO. Jadi kalau terlalu awal dianjurkan (untuk dikonsumsi) bisa bermasalah nanti," ungkap dr. Nafrialdi.
Baca Juga: Angka Kejadian dan Korban Virus Corona Covid-19 Meningkat di Indonesia, BNPB Siap Bertanggung Jawab
Apalagi faktanya, klorokuin fosfat sebagai obat malaria ternyata tidak selalu mempan membunuh parasit yang disebabkan penyakit ini.
dr Nafrialdi mengatakan obat ini bahkan tidak lagi digunakan di Papua, sebab banyak kasus resisten malaria di sana.
"Bagi malaria yang sensitif, mungkin masih bisa mengobat. Tetapi untuk kasus malaria seperti di Papua, sudah tidak mempan dengan klorokuin. Makanya, sebagian besar obat ini tidak lagi dipakai," jelas dia.
Baca Juga: Kulit Gatal dan Memerah? Hati-Hati Tungau Bersarang Di Kasur
Dr Nafrialdi menegaskan malaria tidak bisa disamakan dengan penyakit Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona.
"Tidak bisa diidentikkan. Malah kami tidak tahu kalau klorokuin bisa untuk (melawan) virus. Karena klorokuin itu tujuannya untuk membunuh parasit, bukan untuk meningkatkan imunitas," jelas dr Nafrialdi.
Baca Juga: 4 Kulit Buah yang Bisa Bikin Kulit Wajah Menjadi Cerah dan Glowing
Terkait dengan temuan akan ekstrak kina tersebut, dr Nafrialdi juga menyatakan kemungkinan itu hanya sinyal awal.
Dalam artian, bisa jadi obat ini bisa menjadi vaksin virus corona, tetapi bisa juga tidak.
Baca Juga: Mati Gaya di Ranjang Karena Pil KB Tidak Benar, Justru Tambah Bergairah
"Itu mungkin hanya sinyal awal, tapi jangan langsung diterjemahkan bisa langsung dipakai. Kalau ditanggapi masyarakat, mereka bisa langsung beli kina. Padahal itu mungkin bisa (obati corona), mungkin tidak," jelas dia.(*)
Baca Juga: Bukan Virus yang Sebabkan Penyakit dari Berbagi Makanan, Tapi Bakteri
#berantasstunting
Source | : | Kompas.com,tribunnews |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar