GridHEALTH.id - Garda depan dalam perang melawan virus corona yang tak kasat mata saat ini adalah tenaga medis.
Mereka berjibaku di medan laga, di rumah sakit, dalam berperang melawan virus corona cov2 alias Covid-19.
Mereka harus rela berpisah dengan keluarga tercinta, demi bisa memenangkan peperangan ini.
Keselamatan pasien yang sangat banyak di rumah sakit adalah harga mati bagi mereka.
Hal itu pula yang dialami seorang perawat bernama Nurul Hidayati (29), yang bertugas menjadi perawat untuk ruangan isolasi corona di RS Raja Ahmad Tabib, Kepulauan Riau.
Dirinya berperang melawan virus corona, sementara itu sang bunda di rumah sedang sakit jantung.
Menjadi garda depan melawan virus corona yang menyerbu Indonesia sekarang ini diakuinya sangat berat.
Baca Juga: Diare , Gejala Lain Positif Virus Corona yang Perlu Diwaspadai
Dengan jujur dia mengatakan dirinya menangis karena takut.
Apalagi berada di alam APD itu menyiksanya sepanjang waktu. Gerah, panas, berat, dan susah bergerak adalah makanan hari-harinya
Baca Juga: Fakta Berkumur Dengan Air Garam Atau Cuka Bisa Menyembuhkan Covid-19?
Melalui sambungan telepon kepada NOVA, ia menangis menceritakan betapa sulit pekerjaannya.
"Ini bukan pekerjaan mudah untuk dilakukan. Ini berat. Saya dihantui rasa takut saat ditugaskan.
"Tapi, ya, memang saya sadar kalau ini adalah tugas saya, demi Indonesia. Saya kuat," katanya dengan suara serak.
Ia memang tidak bisa menolak tugasnya ini.
Mau enggak mau, Nurul memang harus menjalaninya, walaupun sangat berat untuk dilalui, terlebih ia harus meninggalkan ibunya yang sedang sakit jantung di rumah.
Baca Juga: IDI Desak Indonesia Harus Lockdown, Jokowi: 'Setiap Negara Berbeda-beda'
“Dia khawatir dengan keadaan saya. Tapi, saya berusaha untuk meyakinkan dia kalau semua akan baik-baik saja. Lalu, mama bilang, ‘Ya sudah, itu memang tugas mu, tapi kabari kami, ya’,” jelasnya.
Orangtua Nurul sudah merelakan anaknya pergi bertugas.
“Setiap hari saya selalu telepon orangtua untuk mengabari kondisi saya, agar mereka tidak cemas dengan saya. Setiap hari. Saya juga bilang ke mereka agar mereka tidak keluar rumah, agar tidak terinfeksi,” pungkasnya.
Bukan hanya meninggalkan orangtua di rumah yang membuatnya berat, tetapi juga pekerjaannya sendiri.
"Setiap hari saya harus memakai sepatu boots dan itu berat. Saya juga harus memakai hazmet suit dan kacamata googles. Seragam perlindungan itu membuat saya memang risih. Tubuh saya merasa kurang nyaman memakai baju, karena baju itu sangat panas,” jelasnya.
Suhu udara untuk perawatan pasien corona memang harus dibuat negatif.
Kata Nurul itu untuk menghambat penyebaran virus dan kuman.
Tapi, berada di balik baju APD standar merawat pasien infeksi virus membuatnya berkeringat dan panas/
Nuru pun mengakui jika ia pun risih dengan perlengkapan yang dipakainya.
Baca Juga: Ibunda Jokowi Meninggal Dunia di Usia 77 Tahun, Sempat Jalani Tindakan Operasi 2 Tahun Lalu
Tapi apa mau dikata, Nurul sadar dirinya harus mentaati protap dengan baju APD tersebut.
Demi menjaga dirinya tidak terinfeksi.
“Untungnya, pasien saya kondisinya terlihat sehat. Dia juga tenang selama dirawat. Jadi, saya merasa tidak terlalu berat dengan tugas saya ini. Cuma, ya itu, rasa takut akan tertular terus menghantui saya setiap hari, walaupun saya sudah memakai alat perlindungan diri dengan sebaik-baiknya,” jelasnya.
Dirinya pun berharap jangan ada lagi pasien yang terinfeksi corona.
Berdiam di rumah, adalah satu upaya sederhana meringankan pekerjaan tim medis.(*)
#berantasstunting
#HadapiCorona
Artikel ini telah tayang di Nova.id dengan judul "EKSKLUSIF: Perawat Pasien Corona di Kepulauan Riau Akhirnya Curahkan Hatinya: Ruangan Isolasi Panas"
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar