GridHEALTH.id - Imbauan larangan mudik bagi para perantau yang ditetapkan oleh pemerintah kerap kali tak diindahkan oleh sebagian masyarakat.
Meski Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan surat edaran larangan mudik, masih banyak masyarakat yang merantau di kota lain untuk pulang ke kampung halamannya.
Baca Juga: Simak, Ini Aturan Teknis Pengendalian Transportasi Mudik yang di Terbitkan Kemenhub
Alhasil, beberapa pemerintah daerah pun menerapkan karantina bahkan tak segan-segan membawa para pemudik berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) ini ke sebuah tempat yang jarang dijamah manusia.
Seperti yang terjadi di Sragen, Jawa Tengah, sebuah rumah kosong yang konon tak ditempati selama 10 tahun kini disulap menjadi lokasi karantina bagi para pemudik yang nekat pulang kampung.
Nuansa angker langsung terasa begitu memasuki bangunan khusus bekas dinas sinder atau mandor tebudi kompleks bekas Pabrik Gula Sido Wurung atau lebih dikenal dengan Kedoeng Banteng, Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen.
Rumah angker itu disiapkan pemerintah desa dan tim Satgas Covid-19 Desa Sepat bagi para pemudik yang tidak tertib menjalani karantina mandiri di rumah.
Kepala Desa Sepat, Mulyono mengatakan, tiga pemudik tersebut merupakan warga Desa Sepat.
Baca Juga: Pantas Dijadikan Menu Takjil Buka Puasa, Kandungan Kolak Pisang Ini Bisa Kalahkan Semangku Es Buah
Mereka baru pulang mudik masing-masing dari Jakarta, Lampung dan Kalimantan.
Karena dianggap tidak tertib saat menjalani karantina mandiri di rumahnya masing-masing, ketiganya dijemput tim Satgas Covid-19 Desa Sepat untuk menjalani karantina di rumah tersebut.
Baru beberapa hari menjalani karantina di rumah hantu, ketiga pemudik meminta dipulangkan ke rumahnya masing-masing.
Baca Juga: Menu Sahur yang Enak, Sehat, dan Bergizi di Masa Pandemi Covid-19
"Dua hari mereka nangis-nangis terus. Tiap malam malam katanya didatangi dan dibayang-bayangi hantu di rumah hantu," kata Mulyono, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (25/4/2020).
Melihat hal ini, beberapa warganet yang membaca kisah tersebut bukannya bersimpati pada para ODP tersebut melainkan mengomentari hal lain terkait rumah angker tersebut di berbagai media sosial.
Melihat kondisi rumah angker yang tak bertuan itu, sebagian warganet mengkhawatirkan psikis para pemudik yang konon dibayangi makhluk halus.
"Corona enggak, mati jantungan iya," tulis seorang warganet di Twitter.
Menempati rumah kosong yang lama tak ditempati, tak ubahnya membuat adrenalin terpacu.
Baca Juga: Donald Trump Beri Saran Suntikkan Cairan Disinfektan Demi Bunuh Virus Corona dalam Tubuh
Dilansir dari laman Mayo Clinic, adanya respon fight or flight yang muncul saat merasa ketakutan akibat makhluk halus merujuk pada reaksi fisiologis yang timbul akibat suatu pemicu stres, baik secara mental maupun fisik.
Bahkan respons ini dapat menimbulkan risiko penyakit jantung.
Ketakutan atau stres saat berada di rumah angker nan menyeramkan dapat menyebabkan peningkatan produksi hormon adrenalin.
Baca Juga: Wakil Ketua DPR dan Wanita ini Sebut Sembuh dari Covid-19 Berkat Minum Herbavid-19
Hal ini menyebabkan pembuluh darah menyempit sehingga jantung harus bekerja lebih keras dan lebih cepat untuk memompa darah.
Jika sudah mempunyai masalah pada jantungnya dan mengalami ketakutan saat tinggal di rumah angker tersebut, maka peningkatan hormon adrenalin dapat membahayakan kesehatannya.
Baca Juga: Hasil Penelitian Terbaru Covid-19 Diumumkan Jokowi, Iklim Tropis Indonesia Membunuh Virus
Tak hanya itu, sebuah penelitian dari Leiden University Belanda menunjukkan bahwa seseorang yang menempati ruma angker dapat meningkatkan risiko pembekuan darah.
Selain maslah fisiologis, munculnya sikap agresif, antisosial, dan emosi negatif bisa timbul ketika orang mengalami ketakutan berlebih.
Baca Juga: Hanya Lakukan 3 Hal Sepele di Rumah , Pasien Covid-19 Ini Sembuh Dari Infeksi
Melihat hal ini, pantas saja para warganet mencemaskan kesehatan mental para pemudik berstatus ODP yang menempati rumah angker di Sragen tersebut. (*)
#hadapicorona #berantasstunting
Source | : | Kompas.com,Mayo Clinic,ncbi |
Penulis | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Editor | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Komentar