GridHEALTH.id - Aktor senior Henky Solaiman (78) meninggal dunia, Jumat (15/5/2020).
Hal itu diketahui setelah beberapa insan film Indonesia mengungkapkan kabar duka iu di media sosial. Salah satunya artis peran Ade Firman Hakim.
"Iya (meninggal). Jadi, saya dapat kabar di grup WhatsApp Demi Film Indonesia katanya Om Henky meninggal di rumahnya hari ini jam 16.40," kata Ade saat dihubungi Kompas.com, Jumat (15/5/2020).
Namun Ade Firman juga belum bisa menjelaskan lebih detail tentang kepergian aktor kelahiran 30 Agustus 1941 tersebut.
Yang jelas Ade Firman Hakim mengaku sudah tahu bahwa Henky Solaiman mengidap penyakit kanker usus.
Sebab beberapa waktu lalu, Verdi Solaiman pernah mencari donor darah untuk transfusi ayahnya.
Baca Juga: Idap Kanker Usus, Henky Solaiman Tidak Mau Jalani Operasi, Mengapa?
Pada Maret 2020 lalu, Henky diketahui menjalani operasi karena kanker usus yang dideritanya sejak beberapa bulan lalu.
Henky Solaiman mengetahui bahwa dia mengidap kanker usus sejak Januari 2020.
Demi menyembuhkan penyakitnya, Henky Solaiman mundur dari sinetron Dunia Terbalik yang dibintanginya selama 2,5 tahun.
Berdasar penjelasan Centers for Disease Control and Prevention kanker usus merupakan kanker yang dimulai di usus besar (kolon) atau rektum (ujung usus besar).
Baca Juga: Update PSBB DKI Jakarta; Kabar Gembira untuk Anak-anak, Kembali ke Sekolah 13 Juli 2020
Tumor ganas ini biasanya menyerang mereka yang berumur 50 ke atas.
Belum ada yang dapat memastikan apa yang sebenarnya jadi penyebab utama kanker usus besar.
Tapi ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena kanker usus besar.
Satu hal yang pasti, perubahan tertentu pada DNA bisa menyebabkan sel-sel tubuh normal berubah mengganas dan memicu kanker.
Baca Juga: Pangkas Kalori Hingga 75%, Air Fryer Jadi Alat Masak Paling Diburu Penyuka Gorengan
Berdasarkan penelitian terbaru, sering mengonsumsi makanan yang menyebabkan inflamasi atau peradangan bisa meningkatkan risiko tumbuhnya polip di usus besar.
Polip merupakan gumpalan kecil sel-sel atau disebut adenoma dan bisa menjadi cikal bakal munculnya kanker usus besar.
Ahli epidemiologi di Universitas Emory, Georgia, Robert Bostick, mengungkapkan, makanan yang paling tinggi peradangan adalah daging merah dan daging olahan.
Kemudian, makanan berlemak, termasuk susu berlemak, juga bersifat pro-inflamasi.
Baca Juga: Pria Ini Gunakan Celana Dalam untuk Cegah Virus Corona, Alasannya Bikin Polisi Melongo
Sementara itu, makanan yang anti-inflamasi adalah sayuran dan buah-buahan, juga susu tanpa lemak, sedangkan makanan dari unggas dan ikan bersifat netral.
Penelitian melibatkan 1.955 orang dengan melakukan kolonoskopi untuk melihat pertumbuhan polip. Peserta penelitian adalah mereka yang belum pernah didiagnosis semua jenis kanker.
Hasil kolonoskopi mendapati 496 peserta memiliki adenoma atau polip. Peneliti kemudian membandingkan hasil kolonoskopi dengan pola makan sehari-hari.
Baca Juga: Pria Ini Punya Hobi Benturkan Kepalanya ke Pohon Setiap Hari, kok Tidak Geger Otak Ya?
Menurut Bostick, mereka yang memiliki polip adalah orang-orang yang sering mengonsumsi makanan pro-inflamasi.
Penelitian menunjukkan, orang yang sering mengonsumsi makanan yang pro-inflamasi, seperti daging merah dan daging olahan, 56 persen lebih berisiko memiliki polip di usus.
Bostick pun menyarankan mereka yang memiliki polip usus untuk segera mengubah pola makan dengan banyak makan sayur dan buah-buahan atau makanan anti-inflamasi. Hal ini untuk mengurangi risiko kanker usus.
Baca Juga: Puasa Ramadan Mampukan Membuat Tubuh Kita Kuat #Hadapi Corona?
"Perkembangan polip menjadi kanker usus besar berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Jangan sampai hal itu terjadi," kata Bostick.
Untuk itu, berkaca pada yang terjadi terhadap Henky Solaiman, adabaiknya kita mulai membatasi asupan makanan inflasi seperti daging merah dan daging olahan.
Hal ini dilakukan demi terhindar dari risiko kanker usus juga penyakt lainnya yang bisa saja terjadi.(*)
#berantasstunting
#hadapicorona
Source | : | tribunnews,CDC |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar