GridHEALTH.id - Ingin Masuk Era New Normal? Kemampuan Tes Covid-19 Indonesia Paling Buruk, Tenaga Medis pun Gamang
Ya, itulah kondisi dan kenyataannya di negara Indonesia.
Apakah kita sudah tahu jika kenyataannya sekarang ini Indonesia masih bergelut dengan kenaikan kasus Covid-19 setiap hari.
Dan masalahnya tetap, minimnya pemeriksaan.
Sebagai perbandingan, di antara 5 negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, kemampuan tes Covid-19 Indonesia paling buruk.
Berdasarkan data aktual Worldometers per Senin (18/5/2020), India dan Pakistan memeriksa 1,6 orang per 1.000 penduduk; Brazil memeriksa 3,4 orang per 1.000 penduduk; dan Amerika memeriksa 33 orang per 1.000 penduduk.
Indonesia sendiri hanya sanggup memeriksa 0,6 orang per 1.000 penduduk.
Karenanya tidak heran di Asia Tenggara saja Indonesia tertinggal jauh dari negeri jiran Malaysia.
Malaysia sudah mampu memeriksa 13 orang per 1.000 penduduk, dan Filipina yang memeriksa 2 orang per 1.000 penduduk.
Dengan kondisi seperti itu, pemerintah Indonesia sudah menggaungkan masuk era alias fase new normal.
Baca Juga: Baru Sebulan Dibuka, Puluhan Ribu Warga Kota Jilin Di China Terdeteksi Positif Virus Corona
Sebenarnya untuk melihat kelayakan masuk fase new normal, WHO sudah mempunyai panduan juga persyaratannya yang bisa diakses semua orang di dunia.
Pandua tersebut tertuang dalam enam poin. Itu semua menitikberatkan pada tanggung jawab penuh pemerintah, bukan semata kesadaran masyarakat untuk melakukan pola hidup bersih dan sehat.
1. Negara harus memiliki bukti bahwa penularan Covid-19 dapat dikendalikan.
2. Kapasitas sistem layanan kesehatan termasuk rumah sakit dipastikan sanggup mendeteksi, mengisolasi, memeriksa, dan melacak serta mengarantina orang-orang yang kemungkinan berhubungan dengan pasien Covid-19.
3. Risiko merebaknya wabah sanggup ditekan di lingkungan yang berisiko tinggi, seperti rumah-rumah para lansia hingga tempat-tempat berkerumun.
4. Sistem pencegahan di tempat-tempat kerja dapat diukur secara pasti, melalui physical distancing, ketersediaan fasilitas cuci tangan, dan etika batuk/bersin.
5. Risiko penularan kasus impor dapat ditangani.
6. Komunitas-komunitas/warga bisa “bersuara” (soal pandemi) dan dilibatkan dalam transisi menuju new normal.
Baca Juga: Achmad Yurianto Geram Ucapannya Dipelintir: 'Berita Kok Enggak Sejalan dengan yang Saya Sampaikan'
Baca Juga: Covid-19 Melanda, Dokter Kulit Hitam di Amerika Ini Mengambil Langkah Dramatis di Atas Kapal Pesiar
Tapi asal tahu saja, panduan tersebut sebetulnya ditujukan untuk negara-negara Eropa, karena beberapa negara di sana mulai menunjukkan tanda-tanda membaik berdasarkan kajian ilmiah, seperti Spanyol, Italia, Jerman, Perancis, dan Swiss.
Di Indonesia sendiri, skenario new normal ini berpotensi menciptakan peningkatan kasus Covid-19 lagi dan berimbas pada tenaga medis, khususnya para perawat.
"Ini yang menjadi perhatian kami. Kami sudah punya prediksi, khawatir ada banyak eskalasi kasus. Jika kasus meningkat, maka kami-kami juga yang menjadi ujung tombak," ujar Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah ketika dihubungi Kompas.com pada Senin (18/5/2020).
"Menjadi kegamangan tersendiri (bagi perawat) karena itu tadi, berarti masih lama kami akan bertugas seperti hari ini," lanjut dia.
Perawat bersama dokter dan tenaga medis lain merupakan kalangan yang paling rentan dengan risiko terpapar Covid-19.
Mereka bekerja sekitar 8 jam sehari dan selama itu harus menggunakan APD dari ujung kepala sampai kaki.
Baca Juga: Jelang Akhir Ramadhan, Bolehkah Jabat Tangan saat Bayar Zakat di Tengah Pandemi Corona?
Baca Juga: Ternyata Warga Korsel pun Bandel, Gym Tetap Buka Saat Pandemi Covid-19, Walhasil 8 Orang Terinfeksi
Belum lagi, mereka berhubungan langsung dengan pasien suspect maupun positif Covid-19 di tempat paling terpapar.
Asal tahu saja, hingga saat ini data PPNI menyebutkan, 20 perawat pasien Covid-19 telah meninggal dunia, 59 saat ini positif Covid-19, dan 68 perawat kini tengah dirawat sebagai pasien suspect maupun positif Covid-19.
"Tingkat kematian tenaga medis Indonesia ternyata sekitar 6,5 persen (dari total kematian akibat Covid-19), data dari The Conversation," ujar Harif.
"Itu tinggi sekali, sementara negara lain (rata-rata global kematian tenaga medis) 0,3 persen. Artinya, memang kita merasa tidak dilindungi kalau demikian caranya," lanjutnya.
Jumlah itu diperkirakan bakal meningkat seiring dengan potensi lonjakan kasus Covid-19 akibat penerapan new normal jika tak dibarengi protokol kesehatan.
Baca Juga: Siap-siap di Karantina Pakai Uang Pribadi Jika Nekat Masuk Jakarta Selama PSBB
Tak ada garansi new normal diimbangi dengan protokol ketat
Harif menyebutkan, hingga hari ini, praktis para perawat sudah hampir 3 bulan para perawat tak bisa pulang ke rumah karena menjalani tugas ini.
"Sementara orang lain bisa pulang kampung, mudik, ketemu keluarga, sementara mereka semakin jauh harapannya untuk bisa kembali seperti semula," kata Harif.
Kegamangan itu makin terasa dengan potensi terjadinya lonjakan kasus Covid-19 akibat new normal yang digaungkan pemerintah.
Pasalnya, menurut Harif, tak ada jaminan bahwa pelaksanaan new normal kelak akan berlangsung optimal, dengan protokol kesehatan diterapkan secara ketat di mana-mana.
Terlebih, bukan hanya new normal, pemerintah juga akan melakukan pengurangan PSBB, sesuatu yang diklaim oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy kemarin, berbeda dengan pelonggaran PSBB.(*)
#brantasstunting
#HadapiCorona
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kegamangan Tenaga Medis di Tengah Skenario The New Normal Indonesia...",
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar