GridHEALTH.id - Pengalaman seorang dokter terkait pengecekan suhu tubuh yang dilakukan di beberapa tempat seiring mewabahnya virus corona (Covid-19) sempat viral di media sosial.
Hal ini dikarenakan sang dokter menilai alat termometer tembak yang digunakan bermasalah.
Lewak akun Twitter pribadinya @oxfara, dokter yang diketahui bernama dr Shela Putri Sundawa pun menceritakan pengalamannya itu.
Cerita bermula ketika ia diukur suhu tubuhnya dengan termometer tembak di sebuah kantor di Jakarta.
Hasil termometer itu menunjukan bahwa dr Shela memiliki suhu tubuh 31,5 derajat celsius dan dianggap normal oleh petugas.
Mau datang ke kantor orang dicek suhu pake termometer tembak
— dr. Shela Putri Sundawa (@oxfara) March 16, 2020
“Ok bu, silahkan boleh masuk”
“Suhu saya berapa pak?”
“31,5 Bu. Normal, ga demam”
????
"31,5 Bu. Normal, ga demam," tulis cuitannya.
Alhasil dr Shela pu merasa heran dengan pernyataan sang petugas.
Baca Juga: Penggunaan Masker Menurut WHO; Perlindungan Palsu Bagi Orang Sehat
Baca Juga: Mengenai New Normal Mahfud MD Tegaskan 3 Indikator, Bukan dari Pendekatan Ekonomi tapi Ro & Rt
Sebab menurut dr Shela, suhu tubuh di bawah 35 derajat celcius itu lethal atau mematikan untuk manusia.
Padahal suhu tubuh yang normal berkisar antara 36-37 derajat celcius, di luar itu biasanya ada masalah kesehatan.
Lebih lanjut ia mmenduga ada beberapa kemungkinan kesalahan yang terjadi ketika seseorang terukur memiliki suhu tubuh serendah itu.
Baca Juga: Anies Baswedan Gigit Jari, Tak Ada Nama Jakarta di 102 Daerah yang Diperbolehkan Terapkan New Normal
"Alatnya rusak, Cara mengukurnya salah, dan Yang diperiksa bukan manusia," candanya.
"Jadi kalau ada orang dewasa dicek suhu di bawah 35, orangnya bisa jalan-jalan dan sehat walafiat kesalahan mungkin pada cara pengukuran atau termometernya," tuturnya.
Shela juga mengatakan cara pengukuran suhu tubuh yang baik adalah ditempel di ketiak, mulut, atau di dubur.
Meski pemerintah dan berbagai instansi mulai menggembar-gemborkan penggunaan termometer untuk mengecek suhu tubuh orang lain, nyatanya hal ini dinilai salah kaprah oleh para ahli.
Merujuk pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pemindai termal (thermal scanner) dan termometer memang dinilai kurang efektif menentukan apakah seseorang tertular virus corona atau tidak.
Baca Juga: Cek Fakta Virus Corona; Mulai dari Kartu ATM, Makanan, hingga Sarung Tangan, Mobil?
Kelemahan terbesar dari termometer adalah mereka mengukur suhu kulit, yang bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu tubuh inti, metrik utama untuk demam.
Tak hanya itu, sebuah penelitian dari University of Michigan mencatat orang yang telah berkendara atau berada di bawah terik matahari dalam waktu cukup lama juga bisa mengalami peningkatan suhu tubuh (heatstorke).
Baca Juga: Seluruh Kecamatan Masuk Zona Hitam Covid-19, Pemkot Bandung Malah Longgarkan PSBB di Beberapa Sektor
Heatstroke terjadi ketika tubuh gagal mengendalikan suhu tubuh sendiri dan suhu tubuh terus meningkat.
Gejala heatstroke termasuk perubahan mental (seperti kebingungan, delirium, atau tidak sadar), dan kulit memerah, panas, dan kering, bahkan di bawah ketiak.
Heatstroke bisa mematikan. Perlu perawatan medis darurat. Ini menyebabkan dehidrasi parah dan dapat menyebabkan organ tubuh berhenti bekerja.
Baca Juga: Tak Hanya Lezat, Oncom dan Tempe Rupanya Mampu Tangkal Penyakit The Sillent Killer
Oleh sebab itu, tak bisa dipastikan untuk mengukur seseorang terinfeksi virus corona hanya dengan melakukan pengecekan suhu tubuh.
Meski demikian, WHO menyatakan jika seseorang mengalami peningkatan suhu tubuh dia atas 37 °C, perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Hal ini bisa dikhawatirkan seseorang tersebut mengalami demam, atau penyakit lainnya.(*)
Baca Juga: Berkah Pandemi Covid-19, Hazmat Karya Anak Bangsa Indonesia Lolos Standar Internasional
#berantasstunting
#hadapicorona
Source | : | Twitter,WHO,uofmhealth.org |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar