GridHEALTH.id – Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia, menambah beban bangsa dan negara untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan berkecukupan gizi.
Tahu kah, sebelum Pandemi Covid-19 melanda pemerintah Indonesia sedang fokus dan ngebut untuk mengentaskan masalah gizi.
Stunting, adalah salah satu masalah gizi yang menjadi fokus utama pemerintah, seperti yang diinstruksikan oleh Presiden Jokowi.
Setelah pandemi Covid-19 melanda, Badan Pangan Dunia (FAO) dalam rilisnya tertanggal 21 April 2020 mengingatkan krisis pangan, dan yang menjadi cacatan, bahaya stunting di Indonesia.
Walhasil, Presiden Jokowi dalam rapat terbatas mengenai evaluasi proyek strategis nasional melalui video conference, Jumat (29/5/2020), menyampaikan "kita memiliki agenda besar yaitu menurunkan stunting, pemberantasan TBC, malaria, demam berdarah, HIV/AIDS, dan juga berkaitan dengan gerakan hidup sehat. Yang ini harus terus kita kerjakan," paparnya
Terlebih terkait stunting, angka prevalensi terakhir di Indonesia menunjukan sebesar 27,67 %.
Angka tersebut tentunya masih di atas yang disyaratkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni minimal 20 %.
Baca Juga: Geger Bansos Covid-19 Ternyata Isinya Narkoba, Polisi Tekerjut
Kondisi Stunting di Indonesia Saat Pandemi Covid-19
Mengenai hal ini, sebenarnya Kementerian Kesehatan selalu bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), secara periodik 5 tahunan melakukan riset.
Riset itu dilakukan terhadap 84.000 balita dalam bentuk Hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI).
SSGBI 2019 dilakukan secara terintegrasi dengan Susenas untuk mendapatkan gambaran status gizi yang meliputi underweight (gizi kurang), wasting (kurus), dan stunting (kerdil).
Hasilnya, prevalensi balita underweight atau gizi kurang pada 2019 berada di angka 16,29%. Prevalensi balita stunting pada 2019 sebanyak 27,67. Sementara itu untuk prevalensi balita wasting (kurus), berada pada angka 7,44%.
Masa pandemi seperti saat ini, permasalahan stunting dan gizi buruk menjadi penting dan tidak boleh dikesampingkan, meski Indonesia terus melaporkan penambahan kasus virus corona yang lebih dari 1.000 per harinya.
Terkait hal ini, Dr Rr Dhian Proboyekti Dipo MA, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI memaparkan fakta dan data stunting di indonesia di tengah pandemi Covid-19.
"Perbaikan status gizi itu merupakan faktor yang sangat penting, terutama untuk pembangunan sumber daya masyarakat." ujar Dr Rr Dhian Proboyekti Dipo MA, dalam diskusi online dengan tema Strategi 2020 Melawan Stunting dan Gizi Buruk, Jumat (3/7/2020) yang diadakan Aliansi Jurnalis Televisi ranting Bogor.
Baca Juga: Jelang Idul Adha, Yuk Ketahui 3 Cara Memilih Hewan Kurban yang Tepat!
Masih menurut Dhian, "Saat ini di Indonesia mempunyai masalah triple burden nutrition; kekurangan gizi secara makro yang kita tunjukkan dengan masalah stunting dan wasting. Juga masalah gizi mikro, seperti anemia. Di sisi lain, ada juga masalah kelebihan gizi atau obesitas." tambahnya.
Lalu Dhian pun menuturkan, "Permasalahan-permasalahan ini, di saat pandemi otomatis memengaruhi daya beli masyarakat akan pangan, akan berkurang. Sehingga dengan keterbatasan daya beli ini ketahanan pangan tingkat keluarga ikut menjadi kurang, sehingga kuantitas dan kualitasnya juga menurun. Akibatnya, kurangnya asupan gizi."
Masalah ekonomi bisa merusak dan memengaruhi kecukupan gizi masyarakat, khususnya anak, diakui oleh dr. Pittara Pansawira, Mgizi, yang diwawancarai oleh GridHEALTH.id beberapa waktu lalu.
Baca Juga: 5 Keunggulan Menanak Nasi Dengan Air Teh, Mencegah Tumor Hingga Hilangkan Bau Mulut
Menurutnya, “Akibat pandemi ini, perekonomian dan distribusi bahan pangan seluruh dunia terganggu. Hal tersebut tentu dapat berpengaruh terhadap kecukupan gizi masyarakat.” Lebih lanjut, Pittara memberikan tips sehat mudah untuk kecukupan gizi keluarga;
*Tidak perlu memaksakan diri membeli ayam kampung. Ayam broiler/negri memiliki cukup daging untuk makan 1 keluarga.
*Tidak perlu memaksakan diri membeli daging sapi, karena harganya pasti mahal. Lauk hewani dapat terpenuhi dengan telur, susu, ayam, atau ikan
* Ikan makerel atau sarden dalam kalengan juga dapat menjadi alternatif sementara karena daya simpan lebih lama. Hindari mengonsumsi ikan asin, karena kandungan garam terlalu tinggi
*Pastikan untuk selalu makan lauk hewani untuk memenuhi kebutuhan protein, agar tidak mudah sakit
*Diskusikan dengan keluarga untuk mengatur keuangan di saat pandemi ini
Jangan Salah Pilih dan Memberikan Susu Pada Anak
Saat ditanya bagaimana dengan susu, yang merupakan salah satu isi dalam item bansos pemerintah di masa pandemi Covid-19 untuk masyarakat, “Menurut saya, pemberian susu kental manis dalam bansos kurang tepat,“ dr. Pittara Pansawira, Mgizi.
Satu hal yang musti diingat, Pittara memberikan sebuah ilustrasi yang mudah mengenai hal ini. Menurutnya, susu kental manis harga per sachet lebih mahal daripada susu bubuk sachet (7500 IDR vs 4500 IDR).
“Tapi, jangan lupa konsultasikan dulu dengan dokter tentang susu bubuk yang baik untuk anak, karena harus disesuaikan dengan kondisi tubuh masing-masing anak,” pesannya yang juga menyampaikan, jika gula bisa merusak kecukupan gizi anak.
Asupan gula secara berlebihan (gula ini banyak tersembunyi di minuman kemasan, minuman manis, kue-kue kemasan, snack kemasan, dan sebagainya termasuk susu kental manis), tentunya dapat merusak kecukupan gizi anak.
Kenapa? Karena bila sudah mengonsumsi makanan/minuman tinggi gula, biasanya anak merasa kenyang sehingga tidak mau lagi makan makanan yang bergizi.
Sedangkan gula tersebut tetap akan diserap oleh tubuh dan disimpan menjadi lemak, sehingga dapat menyebabkan anak menjadi gemuk/obesitas.
Padahal, kegemukan pada anak dapat meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit (baik segera maupun setelah dewasa nantinya), misalnya diabetes, hipertensi, sakit jantung, stroke, perlemakan hati, gangguan hormon kesuburan, kanker, dan sebagainya).
Nah, jika demikian, kapan Indonesia bisa bebas stunting?
Baca Juga: Belum Selesai Covid-19, Penyakit 'Maut Hitam' Kembali Ditemukan di Cina, Penampakannya Mengejutkan
Baca Juga: Bukan dari Wuhan, Virus Corona Telah Ada di Spanyol Sejak Maret 2019 Berasal dari Air Limbah
Karenanya tidak heran jika BPOM sudah menegaskan mengenai hal ini. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan, susu kental manis sebenarnya bukanlah produk susu seutuhnya.
Bahkan kental manis juga tidak boleh diberikan pada anak-anak dibawah lima tahun.
Krim dengan rasa manis yang menggungah selera ini juga rupanya dianggap menjadi pemicu stunting.
Senada dengan penuturan BPOM, Dirjen Gizi Masyarakat Kemenkes RI, Dr. Rr. Dhian Proboyekti Dipo, MA, juga menuturkan bahwa bantuan susu kental manis tidak diperuntukkan bagi anak-anak.
Baca Juga: Update Covid-19; Geser Rusia, India Masuk 3 Besar Negara Tertinggi Kasus Corona
"Jadi saya mengingatkan, kalau nanti ada bantuan sosial yang terdapat di dalamnya makanan instan seperti SKM, itu bukan untuk balita," ungkapnya saat dihubungi GridHEALTH.id pada Rabu (24/6/2020).
Menurut Dhian, susu kental manis justru memiliki kandungan gula yang terlalu tinggi dan sangat membahayakan jika dikonsumsi bayi dan anak-anak.
Penting diketahui, berdasarkan Data Komposisi Pangan Indonesia, dalam 100 gr susu kental manis mengandung 343 Kal, 10 g lemak, 3 g protein, 55 g gula, 275 mg kalsium, dan 0 g serat.
Artinya, tanpa kandungan serat, susu kental manis tidak bisa dijadikan sebuah minuman atau makanan yang mengenyangkan dan melancarkan pencernaan.
Baca Juga: Bedah Kalung Eucalyptus Dalam Menangkal Virus Corona Produksi Kementerian Pertanian
Selain itu, susu kental manis dapat menyebabkan anak mengalami kenaikan berat badan (obesitas).
Bahkan parahnya, susu kental manis juga dapat menjadi penyebab stunting.
Seperti beberapa waktu lalu, para orang tua yang memberikan susu kental manis pada balita akhirnya menyebabkan 3 balita di Kendari dan 1 di Batam dirawat di RS dengan diagnosis gizi buruk alias stunting.
Baca Juga: Anies Baswedan hingga Kepada Disdik DKI Jakarta Dapat Karangan Bunga Menohok dari Orangtua Siswa
Karenanya Dhian menegaskan, susu kental manis bukan termasuk menu makanan single (utama).
"Jadi bukan seperti minum susu biasa. Harus dicampur buah, dicampur havermout (oatmeal), dan sebagainya," ungkap Dhian.(*)
#berantasstunting
#HadapiCorona
Source | : | GridHealth.ID |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar