GridHEALTH.id - Ketaatan masyarakat Indonesia dalam mematuhi protokol kesehatan yang berlaku kembali dipertanyakan.
Hal itu tak terlepas dari lonjakan drastis angka kasus positif virus corona (Covid-19) selepas pemerintah mengumumkan penerapan new normal atau adatapsi kebiasaan baru (AKB).
Dilaporkan hingga Minggu (2/8/2020), masih terus terjadi penambahan angka kasus positif corona.
Berdasarkan data www.covid19.go.id penambahan dalam 24 jam terakhir sejak Sabtu (1/8/2020) sebesar 1.519 kasus degan demikian total kasus Covid-19 di Indonesia menjadi 111.455 kasus.
Angka tersebut terhitung sejak kasus pertama diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020.
Sementara itu, menilik kasus tersebut rupanya ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat semakin kurang patuh akan protokol kesehatan sehingga membuat kasus positif baru terus melonjak.
Salah satunya adalah masih banyaknya masyarakat yang kurang percaya bahwa Covid-19 itu membahayakan jiwa.
Bahkan tak sedikit yang beranggapan jika virus corona tidak benar-benar ada dan menuding bahwa virus ini merupakan isu yang dibuat-buat oleh pemerintah.
Baca Juga: Kewalahan Hadapi Lonjakan Virus Corona, Jokowi Minta Ibu-ibu PKK Door to door Edukasi Masyarakat
Hal ini pun membuat seorang psikolog sosial dari Universitas Indonesia, Dr. Bagus Takwin M,Hum angkat bicara mengenai fenomena ketidakpercayaan masyarakat terhadap bahaya virus corona.
Menurutnya orang yang percaya akan adanya wabah ini adalah mereka yang melihat langsung pasien atau orang yang terinfeksi virus tersebut.
Mereka yang tidak percaya akan adanya virus corona ini didasari karena tidak adanya pengalaman yang telah menjangkit keluarga atau kerabat dekat mereka.
"Informasi tentang virus corona ini banyak sekali, sehingga dari situ orang bisa memilih informasi mana yang mau mereka percayai, atau tidak," kata Bagus dikutip dari Kompas.com, Minggu (14/6/2020).
Baca Juga: 10 Faktor yang Membuat Kondisi Pasien Covid-19 Semakin Parah
Kendati berbagai informasi edukatif telah disampaikan secara detil, namun tidak semua orang sepakat untuk mematuhi protokol kesehatan.
"Sebenarnya kalau dibilang sudah jelas (informasi Covid-19), belum tentu itu jelas bagi setiap orang," ungkapnya.
Bagus juga menjelaskan jika mereka yang cenderung tidak percaya karena mereka tidak bisa melihat virus corona tersebut secara nyata atau riil.
Padahal menurutnya, virus corona adalah suatu penyakit yang penularannya cepat dan tidak terlihat.
"Bagaimana virus corona ini menginfeksi dan memengaruhi, tidak bisa dilihat langsung," kata Bagus.
Bahkan, dalam riset, peneliti menggunakan metode tertentu untuk menyimpulkan dan menjelaskan virus memengaruhi gejala tertentu pada tubuh.
Hal itu dibutuhkan pemahaman yang luas dan keahlian khusus, namun ada orang yang percaya dan tidak percaya.
Baca Juga: Pernyataannya Dinilai Makin Ngawur, Kalangan Dokter Minta Anji Diproses Secara Pidana
"Tergantung pada seberapa kuat informasi tentang virus corona ini menggugah emosi orang," jelas dia.
Bagus mengungkapkan orang cenderung tidak percaya pada hal-hal yang tidak terlihat.
Namun, kalau itu terkait dengan emosi, maka kemungkinan orang akan percaya.
"Jadi virus (corona) itu seperti mengalami hal-hal gaib. Kita kan, punya pengalaman dalam sejarah peradaban manusia, yakni terkait tentang mitos," ungkap Bagus.
Menurut pendapat Bagus, mitos dipercayai bukan karena faktanya, melainkan dipercaya karena menggugah emosi orang.
Apabila mitos yang tersebar tidak menggugah emosi seseorang, maka orang tidak akan percaya.
Sebaliknya, jika dianggap relevan dan menggugah emosi, orang dapat saja mempercayainya.
" Virus corona juga begitu, karena tidak terlihat. Karena virus sesuatu yang tidak terlihat, maka orang tidak mudah percaya," jelas Bagus.
Tidak sedikit juga yang lebih memilih untuk tidak mempercayai adanya pandemi virus corona tersebut.
Alasan yang muncul tersebut berasal dari sebagian orang yang lebih memilih tidak percaya karena tidak mau ikut merasa cemas akan dampak yang dihasilkan oleh penyebaran virus corona.
Baca Juga: 6 Upaya Terbaik Memutus Rantai Infeksi Selesaikan Pandemi Covid-19, Bukan Melulu Protokol Kesehatan
"Orang mungkin berusaha menghindari dari konsekuensi dari apa yang dia percayai. Bahwa virus corona menyebabkan sakit dan Covid-19 ini bisa berakibat fatal dan membahayakan," ungkap Bagus.
Kecemasan itu adalah sesuatu yang objektif, misalnya takut pada singa, atau apapun.
Sedangkan yang dihadapi saat ini kecemasan dengan rasa takut terhadap suatu objek yang tidak jelas.
"Orang itu cenderung tidak suka merasa cemas, maka dari itu mereka lebih memilih untuk menghindari, salah satunya dengan tidak percaya (virus corona Covid-19)," pungkas Bagus.(*)
Baca Juga: Kepala Daerah di Jateng Sengaja Sembunyikan Data Covid-19, Ganjar Pranowo Geram; Sombong Sekali
#berantasstunting
#hadapicorona
Source | : | Kompas.com,www.covid19.go.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar