GridHEALTH.id - Kebijakan Gubernur Anies Baswedan yang menarik "rem darurat" pembatasan sosial berskala besar (PSBB) rupanya mendapat sorotan banyak pihak.
Hal ini dikarenakan dampak yang terjadi dari keputusan itu, Indonesia disebut para pakar ekonomi merugi hingga Rp297 triliun.
Menanggapi hal itu Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, sejak awal pemerintah pusat tahu bahwa status DKI Jakarta akan menerapkan PSBB.
Akan tetapi, seolah-olah Jakarta 'menarik rem darurat' yang akhirnya menjadi persoalan.
"Pemerintah tahu bahwa Jakarta itu harus PSBB dan belum pernah dicabut. PSBB itu sudah diberikan, ya, sudah lakukan, " kata Mahfud dalam seminar nasional Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi 1 Tahun Penanganan Covid-19 di Indonesia secara daring, Sabtu (12/09/2020) malam, dikutip dari Antara.
"Yang jadi persoalan itu, Jakarta itu bukan PSBB-nya, melainkan yang dikatakan Pak Qodari (Direktur Eksekutif Indobaremeter) itu rem daruratnya," sambungnya.
Mahfud mengatakan bahwa PSBB itu sudah menjadi kewenangan daerah. Namun, perubahan-perubahan kebijakan dapat diterapkan dalam range tertentu.
"Misalnya, di daerah tertentu PSBB dilakukan untuk satu kampung. Di sana, diberlakukan untuk satu pesantren. Di sana, diberlakukan untuk pasar, begitu," kata Mahfud.
Ia menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun sudah menjalankan hal yang sama.
Namun, tata kata saat mengumumkan PSBB total itu mengesankan bahwa Indonesia akan menerapkan kebijakan PSBB yang baru sehingga mengejutkan secara perekonomian.
"Seakan-akan (PSBB yang akan diterapkan) ini baru. Secara ekonomi, kemudian mengejutkan," kata Mahfud.
Akibatnya, kata Mahfud, setelah PSBB total diumumkan, esoknya, pukul 11.00 WIB para ahli ekonomi menginformasikan bahwa negara mengalami kerugian sekitar Rp297 triliun.
"Hanya sebentar karena pengumuman itu, padahal sebenarnya (yang diumumkan PSBB) itu 'kan perubahan kebijakan," kata Mahfud.
Baca Juga: Rapid Test Drive Thru 150 Ribu Rupiah Ditawarkan di Rumah Sakit di Jakarta Timur
Namun pernyataan Mahfud dikoreksi oleh pengamat ekonomi M. Said Didu. Menurutnya bagaimana bisa Bursa Efek Jakarta yang setiap hari bertransaksi maksimal Rp10 trilyun bisa rugi Rp 297 triliun.
Dari beragam perspektif yang muncul, mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini memaparkan analisisnya terkait fenomena ini.
Menurutnya, alasan harga saham anjlok di pasar modal setidaknya dipengaruhi empat faktor utama yang buntutnya berada di kebijakan pemerintah pusat.
"Analisis penyebab harga saham anjlok pertama, pasar tahu bahwa sumber dana program pemulihan ekonomi dari utang," ujar Said Didu di akun Twitternya, Jumat (11/09/2020).
Alasan kedua yakni tingginya bunga utang yang dimiliki pemerintah. Dana yang ada, kata dia, tersedot ke pembelian surat utang negara yang sebelumnya diterbitkan.
Selain itu, kondisi perekonomian di dalam negeri yang tengah terpuruk juga ikut mempengaruhi faktor ketiga, yakni larinya modal asing di pasar modal.
Asing memindahkan uangnya ke LN (luar negeri) karena turunnya kepercayaan pasar," ungkapnya.
Baca Juga: Keguguran Tanpa Pendarahan Bisa Terjadi, Banyak Ibu Hamil Tidak Menyadari
Bahkan, kebijakan baru yang tengah dirancang pemerintah untuk menjaga stabilitas keuangan negara berupa pembentukan Dewan Moneter ikut menjadi faktor harga saham anjlok. "Keempat isu pembentukan Dewan Moneter," demikian Said Didu.
Sementara itu diketahui, tepat hari Senin (14/09/2020) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan kembali PSBB seperti awal pandemi.
Hal ini dilakukan usai DKI Jakarta terus mencatatkan lonjakan kasus virus corona setiap harinya dalam beberapa waktu terakhir.
Berdasarkan data covid19.go.id, jumlah kasus harian positif Covid-19 di DKI Jakarta, bertambah 1.492 orang per Minggu (13/9/2020) ini.
Angka penambahan kasus harian ini merupakan rekor tertinggi sejak awal pandemi Covid-19.
Dengan demikian, jumlah akumulatif pasien positif Covid-19 di DKI Jakarta hingga Minggu ini adalah 54.864 orang.
Baca Juga: Memilih Botol Susu Untuk Si Kecil, Botol Kaca atau Botol Plastik?
Baca Juga: Sah, Kemenkes RI Sebut Anies Tak Perlu Minta Izin Lakukan Kembali PSBB
Sebanyak 41.014 pasien sudah dinyatakan pulih, membuat tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Jakarta mencapai 74,8 %. Selain itu, 1.410 pasien Covid-19 di Jakarta meninggal dunia.
Jumlah kematian ini setara 2,6 % dari total kasus di DKI Jakarta. Angka ini sedikit lebih rendah ketimbang tingkat kematian nasional sebesar 4,1 %.
Untuk kasus aktif Covid-19 di Ibu Kota, saat ini tercatat 12.440 orang masih menjalani perawatan atau isolasi.
Data pun menyebut ada 6.547 orang yang dites terkait Covid-19 menggunakan metode tes swab PCR pada Minggu hari ini.
Secara kumulatif, sepekan terakhir Pemprov DKI Jakarta melakukan tes PCR terhadap 51.767 orang.
Sementara itu, angka positivity rate dalam sepekan terakhir hingga hari Minggu juga adalah 15 %.(*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | Kompas.com,covid19.go.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar